KHAJANA

Anisa Saraayu
Chapter #20

18. Konsekuensi

HIRA


Sudah lewat tengah malam, tapi Hira tidak menyangka paman masih bangun. Salah satu ajudan paman ternyata menunggunya di pekarangan dan langsung membawa Hira ke ruang belajar paman. 

Hira harus apa? 

Informasi apa yang harus dia berikan? 

Semua yang ia dengar hari ini rasanya penting. Tapi entah kenapa malam ini rasanya begitu berat untuk mengutarakan semuanya. 

“Apa yang kau dapat hari ini?” Tanya paman setelah mereka sempat duduk dalam diam beberapa saat. 

Ruang belajar paman hangat. Namun tangan Hira tetap gemetar. 

Karena takut. 

“Hari ini ada penangkapan sersan Yasuda.” Jawab Hira, suaranya pun ikut bergetar. 

“Karena apa?”

“Maaf paman, tapi mereka tidak menjelaskan.” 

“Ada lagi?”

“Dari perhitungan pengeluaran yang saya pegang, nampaknya penjaga di pintu barat ditingkatkan sampai 15 orang.” 

“Ada lagi?”

Hira mengepalkan tangannya. Masih banyak, masih banyak yang bisa Hira laporkan. Tapi informasi itu akan jadi apa di tangan paman? Hira tidak peduli kalau orang lain yang terluka. Tapi kalau sampai Bara? 

Atau Kazuki…

“Maaf paman, tapi hari ini kolonel Izumi sedang kurang sehat sehingga tidak terlalu banyak informasi yang masuk.” 

Paman terdiam. 

Hira tidak berani mengangkat kepalanya. 

Apa dia aman hari ini? 

“Kenapa pulang larut sekali?” Tanya paman. 

“Saya terlalu sibuk bekerja sampai lupa waktu.”

Bohong lagi…

Tapi kalau Hira bilang dia tertidur di rumah Bara, Hira takut Bara akan ikut kena imbas amarah paman. 

“Bukannya kolonel Izumi perhatian kepadamu?”

“Beliau sedang sakit, jadi lebih banyak beristirahat di kamarnya.” 

Lagi-lagi paman terdiam. 

Dari sudut matanya, Hira bisa melihat paman berdiri dan berjalan ke salah satu lemari di ruangan. 

“Kakimu.” Perintah paman. 

Hira mendongak, mencari wajah paman. Tubuhnya makin bergetar karena takut. 

“Tapi…” 

“Kakimu.” Geram paman.

“Tapi kenapa--”

“Hira. Kakimu.” 

Hira menggeser duduknya, menjulurkan kaki kirinya. 

PLETAK!

Hira menutup mulutnya, berusaha meredam erangnya saat tongkat kayu paman menghantam tulang keringnya. 

PLETAK!

Air mata mengalir di pipi Hira. Giginya menghujam lengannya sendiri dalam upayanya menahan erangan dan rasa sakit. 

PLETAK!

PLETAK!

Hira sudah tidak tahu lagi berapa pukulan yang ia terima. Tidak cukup kaki kiri, kaki kanannya pun mengalami nasib yang sama. 

Lalu tiba-tiba sunyi.

Hanya ada suara isak Hira dan gemeretak api di perapian. 

“Itu karena berbohong tentang keberadaanmu malam ini.” Ujar paman. 

Hira masih gemetaran, terbaring di lantai dengan lengan yang berdarah. Kakinya terlalu sakit untuk digerakkan. Tubuhnya terlalu lemas untuk melakukan apapun. 

“Sekarang untuk kebohonganmu tentang informasi yang kau dapat di perehatan…”

Hira tercekat. 

Bagian mana? Bagian mana yang paman tahu? 

“Bisa-bisanya kau tidak melaporkan tentang pengiriman tentara Azumachi ke panti.” 

“Waktunya....”

Waktunya tidak akan cukup, kan? Perintah itu keluar siang tadi...   

Hira tersentak saat paman menarik rambutnya, membuat Hira menatap langsung ke wajah pria itu. 

“Kalau kau tidak mampir dulu ke tempat Bara, pasti masih ada waktu untuk mempersiapkan para penjaga panti.” Geram paman. 

“Maafkan...aku…” Rintih Hira. 

“Jam segini Harsha pasti sudah tidur kan?” Tanya paman. 

Lihat selengkapnya