KHAJANA

Anisa Saraayu
Chapter #14

12. Ragu


KAZUKI


Kerjasama antara tentara Azumachi dengan kepolisian Khajana terbukti membuahkan hasil yang memuaskan. Kazuki bisa merasakan kepercayaan penduduk Khajana terhadap tentara Azumachi semakin meningkat. Jalanan kota terasa lebih aman. Masyarakat juga tampaknya sangat menerima keberadaan pos keluhan masyarakat. Walaupun awalnya mereka terlihat enggan datang karena mayoritas pegawai penerima laporan adalah wanita. 

Dan untungnya lagi, tugas yang ia berikan kepada Astami berjalan lebih lancar dari perkiraannya. Entah bagaimana wanita itu meyakinkan si pejabat genit itu, tapi akhirnya pembaharuan aturan terkait izin pendirian dan kepemilikan rumah judi di Khajana turun juga. Degan begini, Kazuki bisa mengerahkan tenaga kepolisian untuk menutup usaha-usaha tuan Gandawasa.

Lalu kabarnya sebentar lagi walikota Giri akan mengesahkan aturan upah minimum petani dan peternak, sekaligus harga sewa maksimum lahan pertanian. Aturan yang pasti akan membuat tuan Gardapati marah. 

Tapi sungguh membahagiakan untuk Kazuki.  

Tim penyidik pun memberikan hasil yang memuaskan. Kasus-kasus lama yang mereka selidiki, dengan mudah terselesaikan. Kazuki tidak kaget ketika mengetahui bahwa mayoritas pelaku kerusuhan dan kejahatan lima tahun terakhir adalah orang-orang Goro. 

Justru Kazuki puas. 

Rasanya kerja kerasnya tidak sia-sia. 

Hanya ada dua hal yang mengganggunya. 

Pertama, mandeknya penyelidikan kasus penyerangan Manu Anand. Semua saksi mengatakan melihat penyerang Manu mengenakan seragam tentara Azumachi. Tapi lalu dua hari kemudian ditemukan dua jenazah anak buah Goro dibalik timbunan salju dengan jalur Jagar. Seragam mereka hilang dan sampai sekarang, keberadaan seragam-seragam itu masih belum ditemukan. Beruntung salah satu dari mereka membawa tanda pengenal di kantong nya.

Kichiro dan Aoyama menyampaikan kecurigaan mereka. Mereka khawatir pelaku penyerangan sengaja mengenakan seragam tentara Azumachi untuk membelokkan opini penduduk kota.   

“Selebaran misterius yang memojokkan tentara kita semakin banyak. Belum lagi serangan-serangan kecil di jalan tiap malam.” Ujar Kichiro saat itu. “Sudah jelas ada pihak yang ingin memastikan opini masyarakat tetap negatif terhadap tentara kita.”

“Aku juga mendapatkan laporan pergerakan mencurigakan dari kediaman tuan Gandawasa. Tapi benar-benar, mereka seperti tikus. Sulit sekali diikuti.” Lapor Aoyama kesal, yang hanya memperberat kecurigaan Kazuki akan keterlibatan para tuan besar Khajana. 

Kazuki akhirnya meminta Aoyama untuk tetap mengawasi gerak gerik keluarga tuan besar kota. Dia juga meminta Aoyama mengirim anggota kepolisian ke rumah keluarga Anand untuk meminta keterangan Manu terkait penyerangnya jika sudah memungkinkan. 

“Bagaimana laporan dari dokter yang menangani Manu?” Tanya Kazuki.

“Keajaiban tuan Manu masih hidup.” Jawab Kichiro. “Dilihat dari lukanya, nampaknya tuan Manu diserang dengan benda tumpul sebelum diserang dengan benda tajam. Beberapa luka fatal di tubuhnya, termasuk tulang punggung yang patah. Tapi yang seharusnya paling mematikan adalah luka tusuk di dadanya.”

“Senjatanya yang digunakan?”

“Lukanya terlalu dalam untuk luka tusuk pisau dan tombak. Tapi tidak sedalam itu untuk disebabkan oleh pedang.” 

Wakizashi. Cuman orang-orang Goro yang membawa-bawa senjata seperti itu. 

Tapi lantas kenapa mereka ditemukan mati tanpa seragam? 

Kazuki menunduk, menyandarkan kepalanya di kedua kepalan tangannya.

“Apa penyebab kematian orang-orang Goro yang ditemukan dekat jalur Jagar?” Tanya Kazuki, enggan mengangkat kepalanya. 

“Kehabisan darah karena tebasan di leher.” 

“Ada tanda perlawanan?” 

“Tidak ada. Tapi mohon diingat bahwa ini kota kecil, dokter disini hanya dokter biasa. Bukan dokter khusus forensik.” 

Kazuki mengangguk. “Barang bawaan?”

“Hanya ditemukan beberapa lembar surat pribadi, satu kantong berisi uang dan bungkus makanan.” 

“Bungkus makanan apa? Berapa jumlah uangnya?”

Kichiro terlihat bingung. “Uangnya sekitar 1500 jin. Untuk makanannya saya tidak tahu. Tapi nampaknya cukup untuk makan orang dewasa seharian.”

Para korban itu seharusnya orang-orang Goro yang masih berkeliaran di Khajana. Untuk apa mereka ke jalur Jagar dengan uang dan makanan sebanyak itu? 

Kecuali mereka tidak datang dari Khajana…

“Kichiro, Aoi, tolong pastikan kepada para penjaga pintu timur dan selatan tentang kunjungan tentara Azumachi dari kota lain beberapa minggu terakhir ini.”

“Kami sudah tanya, tidak ada--”

“--pastikan jika ada yang berkunjung secara diam-diam.” Potong Kazuki. 

“Maksud mu?” Tanya Aoyama. 

“Saya tahu kecurigaan kalian berat ke arah para tuan besar. Tapi kalau dilihat dari barang bawaan orang-orang Goro yang mati, saya juga khawatir mereka sebenarnya bukan datang dari Khajana.”

“Maksud kolonel, mereka dikirim dari Banyu?” Tanya Kichiro. 

Kazuki mengangguk. “Bisa jadi.” Ujarnya. “Kalau benar mereka berkunjung, bisa jadi memang mereka yang menyerang Manu.”

“Lalu siapa yang membunuh mereka?” Tanya Aoyama. 

“Tidak tahu.” Aku Kazuki. “Tolong dipastikan dulu saja.” 

“Baik, kolonel.” Jawab Aoyama dan Kichiro bersamaan. 

“Oh, dan jangan beritahu Shigure. Terutama tentang penyelidikan Touya dan bawahan Goro.’ 

Aoyama terlihat bingung. 

“Sejak kematian Touya, dia terlihat jauh lebih emosional. Aku takut pertimbangannya terpengaruh.” 

Aoyama terlihat hendak melontarkan protes. Namun Kichiro sudah terlanjur bicara. “Baik, kolonel.

Obrolan itu terjadi dua hari lalu dan sampai sekarang Kazuki belum mendapat kabar lagi dari Kichiro dan Aoyama. Ada yang mengganjal dari kematian bawahan Goro. Nampaknya Kazuki harus melihat sendiri jenazah dua tentara Goro.


Permasalah kedua Kazuki adalah Hira. Walau tidak tahu pasti hubungan Hira dengan Manu, tapi melihat reaksinya hari ini Kazuki bisa menebak bahwa Manu cukup penting untuk Hira. Kazuki mengerti kalau Hira merasa sedih. 

Tapi Kazuki tidak tahu kenapa sikap Hira tiba-tiba jadi dingin sekali kepadanya. Awalnya Kazuki pikir karena Hira masih bersedih makanya gadis itu jadi jarang tersenyum kepadanya. Tapi Kazuki berkali-kali memergoki Hira sedang berbincang sambil tersenyum dengan Yuto dan Kichiro. Lalu, tiap Kazuki ada waktu kembali ke perehatan untuk mengantar Hira pulang, gadis itu selalu menolak dengan berjuta-juta alasan. 

Kazuki menghela nafas dan menyandarkan kepalanya di meja. 

Aku salah apa? 

“Kolonel? Kolonel tidak makan siang?” Tanya Yuto. 

“Tidak lapar.” Gumam Kazuki. 

“Kolonel." Kali ini Kichiro yang baru saja masuk ruangan yang memanggilnya. “Makan.”

“Tidak lapar.” Gumam Kazuki kembali. 

Kazuki mendengar derap langkah kaki Kichiro mendekat. Buru-buru Kazuki mengangkat kepalanya, tepat sebelum setumpuk kertas menghantam wajahnya. 

“Kalau Anda sakit, nanti kerjaannya saya bertambah.” Protes Kichiro. 

“Kalau saya sakit, nona Hira aka berhenti bersikap dingin atau tidak ya?” Gumam Kazuki. 

“Oh, kolonel sedang gundah ya karena didiamkan nona Hira?” Tanya Yuto polos. 

Kazuki melempar tatapan dingin kepada Yuto yang langsung terlihat salah tingkah. 

“Maaf...maaf kolonel.” 

“Berarti benar kan dia dingin begitu hanya ke saya saja?” Tanya Kazuki.

“Mungkin nona Hira melihat tuan bolak balik ke rumah pundhak?” Tanya Yuto.

Kazuki memegangi kepalanya, tiba-tiba tersadar sesuatu. 

Oh tidak…

Jangan-jangan Hira salah sangka, mengiranya lelaki tukang tebar pesona karena sering keluar masuk rumah pundhak... 

Kazuki menatap Yuto. 

“Kamu gantikan saya ke rumah pundhak ya.” Ujar Kazuki. 

“Eh, saya belum cukup umur…”

Pandangan Kazuki mendarat ke Kichiro.

“Saya sudah punya istri.” Jawab Kichiro datar. 

“Oh tidak…” Gumam Kazuki sambil membungkuk ke meja. 

“Dasar banyak drama.” Ujar Kichiro kesal. 

“Bagaimana ini, Kichiro?” Gumam Kazuki.

“Yuto, silakan makan siang.” Ujar Kichiro. “Sekalian tutup pintu.”

“Ba...baik kapten.” Ujar Yuto sebelum buru-buru keluar dari ruangan. 

Kazuki menengadah, bingung karena Kichiro mendadak serius.

“Izin bicara sebagai teman anda, kolonel?” 

Kazuki mengangguk. Was-was.

Kichiro menghela nafas panjang. Kazuki sudah siap-siap mendengar omelan panjang dari Kichiro. Namun, yang keluar justru sebuah pertanyaan pendek. 

“Apa yang kamu harapkan dari nona Hira?” Tanya Kichiro. 

“Eh?” Gumam Kazuki, benar-benar tidak siap dengan pertanyaan itu. 

“Kamu pusing karena nona Hira bersikap dingin? Kalau sudah tahu karena apa lalu mau apa?”

Kazuki berusaha memberikan jawaban, tapi otaknya mendadak kosong. 

“Mau menjalin hubungan dengannya?”

Iya. Mungkin?

“Kalau nona Hira hanya perempuan dari keluarga biasa, aku tidak akan peduli. Tapi nona Hira adalah keponakan tuan Gardapati.”

Kazuki juga tahu. 

“Seharusnya kamu hati-hati, bukanya malah makin pusing seperti ini.”

Kazuki mendengus. “Bukannya kamu yang punya ide mempekerjakan Hira di sini?” Tanya Kazuki ketus. 

“Untuk mengawasi dia.” Jawab Kichiro dingin. “Kalau ujung-ujungnya malah membuatmu buta begini--”

BRAK!

Kazuki menggebrak meja di depannya. 

“Kenapa marah?” Tanya Kichiro yang tidak terlihat kaget sama sekali. “Karena tidak mau ngaku salah kan? Malu baru kepikiran bahwa nona Hira bisa-bisa adalah mata-mata tuan Gardapati? Dan kalau benar tuan Gardapati ada hubungannya dengan para pembelot, berarti nona Hira adalah mata-mata pembelot.” 

Lihat selengkapnya