BARA
Untuk bisa bergabung dengan pasukan Ruhur di jalur Jagar, Bara harus mengambil jalan memutar dari hutan timur hingga ke tebing Jagar. Ia sama sekali tidak familiar dengan daerah ini. Namun, setelah Cakra menuntun mereka ke perkemahan tersembunyi para pasukan rahasia Ranggawuni dan bertemu dengan Gading, perjalanan ke jalur Jagar tidak akan menjadi masalah.
Yang jadi masalah adalah bagaimana memastikan Magada dan Gading tidak saling bunuh.
Saat pertama kali bertatap muka di perkemahan, keduanya sama sekali tidak berusaha menyembunyikan jejak-jejak perseteruan di antara mereka. Bara tidak tahu apa yang pernah terjadi di antara Gading dan Magada. Tapi dia tahu pasti, kalau ada kesempatan, mereka akan dengan senang hati saling bunuh.
Tapi paling tidak, hingga detik ini keduanya masih patuh menjalankan tugas masing-masing. Gading sebagai penunjuk jalan ke perkemahan Ruhur. Dan Magada sebagai bayangan Bara yang memastikan dirinya mengikuti perintah Chanda.
Bara memperhatikan Gading yang berkuda dengan yakin, menuntunnya dan prajurit pasukan rahasia Ranggawuni menembus hutan timur hingga mulut hutan semakin terbuka, memperlihatkan hamparan tebing Jagar.
Rasanya aneh berkuda bersama para pasukan rahasia Ranggawuni yang selama ini hanya bisa Bara lirik atau dengar ceritanya dari pembicaraan Bharata dan Arah.
Dan hari ini ia harus bertarung di samping mereka sebagai pemimpin.
Dini hari tadi, saat kamp pasukan rahasia, Bara mendapati dirinya merasa kembali menjadi anak kecil tidak tahu apa-apa. Ia membiarkan Cakra menjelaskan semuanya kepada Gading. Lalu begitu saja, Gading dan pasukan rahasia Ranggawuni resmi berada di bawah komando Bara.
Bara.
Yang membuat keputusan sendiri saja tidak bisa.
Bisa apa aku?
Bara menggenggam tali kekang kudanya, geram.
Kalau dia punya tenaga untuk mempertanyakan kemampuannya sendiri, berarti dia punya tenaga untuk memikirkan hal lain yang jauh lebih penting.
Seperti kenapa tebing Jagar yang seharusnya menjadi kamp pasukan Ruhur terlihat kosong melompong.
Bara tahu dirinya tidak akan tiba tepat waktu untuk penyergapan. Karena semua persiapan dan keputusan yang mendadak, mereka baru tiba di tempat itu ketika matahari sudah tinggi.
Namun, Bara dan Gading sama-sama tidak menyangka akan menemukan tempat perkemahan yang sudah kosong melompong.
Bara turun dari kudanya, memeriksa sepetak tanah kosong yang penuh dengan jejak perkemahan. Daun-daun pembungkus makanan, lubang-lubang bekas mendirikan tenda dan perapian.
Apa mereka terlambat?
Walau tidak ada tanda-tanda penyergapan, dan walau Bara tidak benar-benar peduli, ia tidak bisa tidak khawatir melihat bekas perkemahan yang terbengkalai seperti ini.
“Tuan Bara,” Panggil Gading yang berderap mendekat dengan kudanya.
“Ya?”
“Saya melihat tuan Ruhur dan pasukannya di kaki lembah.” Ujar Gading datar. Namun ada sedikit jejak kebingungan dan khawatir di wajahnya.
“Kita bisa ke sana?” Tanya Bara memastikan.
Gading mengangguk.
“Kalau begitu kumpulin semuanya. Kita ke kaki lembah.” Ujar Bara sembari berjalan ke kudanya.
Setelah semua prajuritnya berkumpul, Gading dan Bara sama-sama memimpin rombongan menyusuri tebing ke arah lembah.
Dari puncak lembah, Bara bisa melihat titik-titik kecil perkemahan dan pasukan Ruhur yang memenuhi kaki lembah. Dan entah kenapa perasaannya tidak enak. Bara memang tidak benar-benar tahu detail rencana pernyegapan ini. Tapi dia yakin Ruhur tidak seharusnya mendirikan perkemahan di kaki lembah.
Dari sudut matanya, Bara bisa melihat wajah Gading mengeras. Untuk ukuran pria yang wajahnya sedatar kertas, reaksi itu hanya jadi pengukuhan ketidaknyamanan Bara.
“Ada yang tidak beres?” Tanya Bara kepada Gading.
“Saya tidak yakin.” Jawab Gading walau Bara tahu itu bukan jawaban yang sebenarnya.
Bara membuang nafas kesal. “Apa? Kamu mau bilang apa? Aku bukan cenayang.”
Gading melirik ke arah Magada, memastikan bahwa pria itu berkuda cukup jauh.
“Tuan Arah menitipkan beberapa perintah.” Ujar Gading. Pelan, namun cukup agar Bara bisa mendengar suaranya. “Salah satunya adalah untuk memastikan rombongan pasukan Azumachi tidak sepenuhnya dihabisi oleh Ruhur.
Bara mengerutkan keningnya. “Maksudnya membiarkan sebagian dari tentara Azumachi selamat, begitu?”
Gading mengangguk.
Awalnya Bara ingin mendebat. Tapi lalu ia teringat penjabaran Bharata serta usahanya menjaga hubungan dengan si kolonel mesum.
“Dan tuan Arah menekankan untuk tidak menyentuh sama sekali kapten Maki, kapten Okazaki, dan kapten Aoyama.”
Bara menatap Gading bingung.
“Mereka sahabat dekat kolonel Izumi.”
“Ya, tahu nama mereka juga kan aku nggak tahu wajahnya…” Gumam Bara.
“Oleh karena itu, lebih aman tidak menyentuh para kapten sama sekali.” Sahut Gading.
Ah, ya. Kalau hanya sekedar membedakan mana kapten mana prajurit, Bara masih bisa.
Bara, Magada, Gading, dan pasukannya semakin mendekati perkemahan. Dari posisi mereka, Bara dan Gading bisa melihat tiga orang berkuda ke arah mereka.
Dan Bara tahu pasti sosok yang berkuda di tengah adalah si tua Ruhur.
Rambut dan janggut hitamnya tergerai, melambai tertiup angin. Dari jauh pun, Bara sudah bisa melihat seringai pongahnya.
“Memutuskan untuk berhenti bertingkah kekanak-kanakan, heh Bara?” Tanya Ruhur begitu ia menghentikan kudanya tepat di depan Bara.
“Maaf kami terlambat, tuan Ruhur.” Ujar Gading sambil menunduk kecil.
Ruhur mengibaskan tangannya. Melirik ke arah Gading pun tidak.
“Sudah dapat izin dari Chanda?” Tanya Ruhur nyinyir.
Masih berusaha menjaga lidahnya, Bara mengeluarkan selembar surat dari kantongnya dan menyerahkannya kepada Ruhur.
Yang menerimanya sambil tertawa merendahkan.
“Menarik, menarik.” Gumamnya seraya membaca surat tersebut. “Coba kalian datang lebih pagi, saya tidak harus kehilangan setengah pasukan saya.”
“Setengah?” Tanya Gading, nadanya awas.
Ruhur melipat surat di tangannya dan menyeringai ke arah Bara.
“Mari, ada yang ingin saya tunjukan.” Ujar Ruhur, seringainya melebar. Sikapnya yang tiba-tiba sopan benar-benar membuat Bara tidak nyaman.
Tapi Bara bisa merasakan tatapan tajam Magada di punggungnya. Dia tidak punya pilihan lain selain menuruti Ruhur.
Enggan, Bara memacu kudanya mengikuti Ruhur. Gading cepat mengikuti di belakangnya bersama Magada.