KHAJANA

Anisa Saraayu
Chapter #32

30. Penebusan

BARA


Bara terselamatkan dari nasib mati mematung seperti orang bodoh saat Magada menarik kerah bajunya dan melemparnya menjauh dari gundukan. 

“Cepat!” Teriak Magada seraya menyodorkan tali kekang kuda dan tombak Bara. 

Butuh sepersekian detik bagi Bara untuk sadar bahwa Kazuki dan pasukannya sudah menerjang maju. 

“Ini kesempatan Anda untuk membunuh kolonel Izumi.” Ujar Magada saat Bara dengan enggan mengambil tombak dan tali kekang dari tangan Magada. 

Dalam diam, Bara melompat ke atas kudanya. Matanya menangkap sosok Kazuki. 

Namun, walau itu adalah orang yang sama. Bara tahu betul itu bukan Kazuki yang sama yang ia lawan di hutan utara. 

Itu bukan Kazuki, batinnya. Itu iblis

Iblis dengan seorang setan disampingnya. 

Hangat. 

Bara menunduk, mendapati tubuhnya bersimbah darah. 

Darah siapa? 

Bara menoleh, mendapati kuda tak bertuan bersimbah darah di sampingnya. Disampingnya, ada Gading yang tengah menatapnya dengan wajah datar. Lalu ditanah, tubuh Magada tergeletak tanpa kepala. 

“Tolong tuan pergi dari sini.” Ujar Gading sebelum berderap pergi, bergabung dengan pasukan Ruhur yang sedang bergerak menyambut serangan pasukan Kazuki. 

Pergi? Batin Bara

Apa yang sebenarnya Bara sedang lakukan di sini? Sejak bergabung dengan pasukan rahasia Ranggawuni, Bara belum melakukan apapun selain plonga-plongo seperti orang bodoh. 

Bahkan sekarang, di tengah pertempuran ini. 

Masalahnya, Bara benar-benar tidak tahu apa yang sedang terjadi. Rencana penyergapan tiba-tiba terasa seperti dusta. 

Gading membunuh Magada. 

Pasukan rahasia Ranggawuni diam-diam menyerang pasukan Ruhur dari belakang sembari berusaha menghalau pasukan Kazuki. 

Tidak ada yang masuk akal. 

Semuanya terasa kabur. Tangannya bergerak dengan sendirinya. Menghalau serangan, berupaya bertahan hidup sekedarnya. Kudanya sudah tak sanggup bertahan. Bertumpu pada kedua kakinya, Bara mematri diri di tengah medan perang.

Sampai Kazuki muncul di depannya. 

Enggan. 

Bukan. 

Takut. 

Sosok Kazuki yang berlumuran darah. Dengan wajah bak iblis yang tengah menuntut nyawa. Lapar akan balas dendam untuk kekejian yang disajikan di tengah jalur Jagar. 

Bara mendapati dirinya perlahan mundur.

Bukan aku. Batin Bara. 

Lalu terjerembab saat berusaha menghindar serangan Kazuki. 

Bara berusaha bangkit secepatnya. Ia mengayunkan tombaknya, tepat ketika Kazuki mengarahkan pedangnya ke leher Bara. 

Telat sedikit saja, kepala Bara pasti sudah jatuh ke tanah. 

“Tunggu dulu!” Teriak Bara, panik. 

Tapi Bara bisa melihat dinding besar yang Kazuki bangun. Tidak akan ada satu kata pun yang bisa mencapai pria itu. Kazuki sudah memutuskan untuk mengunci dirinya di dalam kotak kemurkaannya. 

Bara mengatupkan rahangnya, berupaya mengelak dan menangkis serangan Kazuki. 

Kazuki yang Bara hadapi saat ini jauh lebih cepat dan mematikan dibandingkan pria yang ia lawan di hutan Utara. Walau Bara tidak tahu seberapa parah luka tusuk yang disebabkan Hira, tapi setan yang sedang Bara hadapi ini benar-benar tidak terlihat seperti orang yang sedang terluka. 

Dan saat itu juga Bara sadar. Jika saat itu di hutan Utara Kazuki ingin benar-benar membunuhnya, mungkin Bara tidak akan kembali hanya dengan sekedar luka-luka. 

Bara berusaha menjaga jarak sebaik mungkin. Sebisa mungkin menggunakan tombak dan perisainya untuk bertahan, alih-alih menyerang balik. 

Dan pilihan Bara jelas-jelas membuat Kazuki berang. 

Serangan pria itu menjadi semakin membabi buta. Berkali-kali Bara hampir kehilangan nyawanya kalau saja ia telat bereaksi barang sedetik saja. 

Walau enggan menghadapi Kazuki, tapi Bara tahu bahwa mengulur-ngulur keadaan ini sama saja dengan bunuh diri. 

Bara harus membuat Kazuki menyerah. 

Bara mempererat genggaman pada perisai dan tombaknya. Kali ini, pertahannya bukan hanya sekedar untuk menjaga nyawa, tapi juga untuk mencari celah untuk menyerang balik. 

Kazuki pun tampaknya sadar akan perubahan sikap Bara. Walau sama brutalnya, Bara bisa merasakan keawasan dalam serangan Kazuki. 

Kesempatan itu datang ketika Kazuki hendak mengayunkan pedangnya ke arah leher Bara. Dengan cepat Bara menggunakan perisainya, mendorong mundur Kazuki. Lalu dengan bagian tumpul tombaknya, Bara menyasar sisi tubuh Kazuki. 

Tepat dimana ada darah segar yang pelan-pelan membuat seragam Kazuki menghitam. 

Kazuki tersungkur. Tangannya meraih luka tak terlihat di sisi tubuhnya.

Tebakan Bara benar. Itu pasti luka yang dibuat Hira. 

Namun, belum sempat Bara mengambil nafas, lehernya lagi-lagi hampir putus karena serangan seorang tentara Azumachi. 




KAZUKI


Amarah sudah menggerogotinya seperti tikus keras kepala. Menyakitkan. 

Namun tubuh Kazuki sudah di ambang batasnya. 

Pandangannya sudah kabur. Kaki dan tangannya sudah tidak sanggup menopang tubuhnya. Ia hanya bisa berlutut di tanah dengan tubuh gemetar karena rasa sakit yang teramat sangat. 

Kazuki membuka mulutnya, ingin berteriak.

“Arrrrrgh!” 

Itu bukan suaranya. 

Kazuki mendongak, mendapati Aoyama menerjang Bara bak harimau kelaparan. 

“JAGA KOLONEL IZUMI!!” Teriak Aoyama berang sembari terus menerus menyerang Bara, memukul mundur pria itu. 

Kazuki sudah tidak mempedulikan kekacauan di sekitarnya. Atau usaha kepayahan prajurit-prajurit yang sedang berusaha menghalau siapapun yang berusaha mencabut nyawa Kazuki. 

Mata Kazuki tidak mau lepas dari sosok Bara dan Aoyama. Aoyama yang tenggelam dalam kegilaannya sendiri. Yang ia tahu hanya menyerang dan membunuh. 

Luka demi luka ia toreh di tubuh Bara. Pelan namun pasti, pedang Aoyama melukai Bara. Mengambil satu mata pria itu. Nyaris memotong kaki pria itu.

Namun demikian, monster yang bernama Bara itu tidak kunjung tumbang.

Alih-alih amarah, kali ini rasa takut menyeruak. Menenggelamkan semua kobaran amarah di dada Kazuki. Menggantikannya dengan kegilaan kelabu. Ia semakin tenggelam saat melihat bagaimana keengganan Bara perlahan berubah menjadi keputusasaan. 

Lelah. 

Tidak awas. 

Murni insting bertahan hidup.

Sedari tadi, Bara tidak melakukan apa-apa selain berusaha mengelak dan bertahan. Namun, Kazuki tahu, binatang yang sudah mulai putus asa pada akhirnya tidak akan punya pilihan lain selain menyerang. 

Dan Kazuki tidak ingin Aoyama berakhir seperti Shigure. 

Atau Kichiro.

Atau Okazaki. 

Lihat selengkapnya