Sejatinya, laki-laki yang selalu tampil dengan senyum dan tawa itu bernama Bahrul Ulum. Lautan ilmu, begitu kira-kira artinya. Bapak dan emaknya yang tidak tamat SD mendapatkan nama yang bagus itu dari seorang kiai saat mereka berdua sowan kepada kiai menjelang kelahiran anak pertama untuk minta doa. Namun, nama yang sebenarnya bermakna doa itu belakangan tidak dikenal lagi oleh warga Sidorejo, desa tempat tinggalnya. Bahkan, bapak dan emaknya juga sering lupa jika ada orang menanyakan nama asli anaknya itu. Dia kini dipanggil Bahlul, yang berarti ‘bodoh’.
Panggilan itu bermula sejak masa kanak-kanaknya. Dia kesulitan melafalkan huruf ‘R’ sebagaimana galibnya bocah kecil. Sewaktu orang menanyakan namanya, dia lantang menyebut “Bahlul”. Bapak dan emaknya tidak pernah tersinggung atau sakit hati mendengar orang-orang memanggil anak kesayangannya itu dengan panggilan “Bahlul”. Bagi mereka, Bahlul atau Bahrul, yang penting sama-sama bahasa Arab. Bahasa Arab itu artinya Islam dan Islam itu artinya jalan ke surga.
Entah kebetulan atau tidak, panggilan Bahlul itu saat ini sangat pas dengan perilaku hidup sehari-harinya. Dia tumbuh menjadi seorang yang cara berpikir, ucapan, dan tindakannya terasa sering keluar dari pakem keumuman. Setiap kali ada orang bertanya, jawabannya sering tidak terduga. Setiap ada yang datang membawa masalah, saran yang disampaikan tidak jarang membuat terkaget-kaget. Tidak salah jika orang-orang menahbiskannya dengan Wahab bin Amr, seorang tokoh sufi dari Sufah yang hidup pada masa Khalifah Harun Al-Rasyid yang dikenal dengan panggilan Bahlul Al-Majnun.
Suatu kali, saat hendak pergi ke pasar, Bahlul melihat seorang tetangganya, Saman namanya, tampak duduk dengan wajah murung di teras rumah. Saman pun segera dihampirinya.
“Kenapa, kok, kusut begitu, Kang Saman?” sapa Bahlul.
“Eh, kamu, Lul!” ucap Saman kaget. “Aku lagi banyak pikiran, Lul,” keluhnya.
“Hahaha …,” Bahlul tertawa.
Saman menatap bingung. “Kok, malah ketawa, toh?!”
“Hidup ini enggak usah dipikir, Kang!” sahut Bahlul cepat. “Ayam enggak mikir saja bisa hidup, kok!”
Saman hanya mendiamkan Bahlul yang sedang meracau.
“Mikir apa sampean?” tanya Bahlul sambil duduk mendekat ke Saman.