Peristiwa-peristiwa yang Jamila alami sesudahnya sebenarnya tak mudah. Namun semuanya terjadi begitu saja. Seperti keajaiban yang tak pernah kita sadari ada. Tante Desi adalah penjual Mie Ayam, sedangkan Om Anwar adalah pengangguran karena penyakit diabetes yang mulai menyerang jaringan di telapak kakinya. Daging kakinya sudah lunak dan pernah berbelatung, namun ia takut diamputasi jika dibawa ke rumah sakit. Seperti yang dialami tetangganya. Padahal Jamila tahu, mereka hanya takut tak mampu membayar biaya operasinya. Sehingga, Jamila adalah tenaga yang sangat disyukuri tante.
Ia harus bangun sepagi mungkin, membereskan rumah saat tante menyiapkan isi gerobak Mie ayam, kemudian ikut mendorong gerobak ke depan rumah sakit di siang hari, sebagai tempat mangkal tetap mereka. Jika ramai, mereka harus bekerja seakan punya sepuluh tangan. Membuat Jamila memikirkan, bagaimana bisa tante melakukannya sendirian sebelum ia datang.
Disela-sela, saat tak ada pembeli, Jamila menuliskan buku keempatnya. Saat itu, belum satu pun penerbit yang menerima novelnya, namun tekad Jamila tak kendur untuk dapat terus menggoreskan sesuatu di buku empat puluh halamannya. Yang setiap hari semakin menumpuk, dan seakan menuntut Jamila untuk mengetik mereka di rental komputer, dan mengirimkan ke penerbit. Hingga akhirnya, pada saat seminggu setelah ulang tahun ke sembilan belasnya, draft novel ke dua Jamila lolos, disusul draft novel pertama.
Om Anwar berhasil sembuh setelah Jamila membayar seorang perawat untuk datang membersihkan daging busuk di kakinya. Ke rumah sakit memang tampak lebih baik, namun kemungkinan amputasi tak terdengar baik bagi siapapun. Sampai akhirnya mereka mendengar alternatif yang bisa dilakukan. Seorang wanita sekitar tiga puluh lima tahun bernama Sari, terbiasa mencongkel daging pasien kencing manis. Mempreteli semua daging yang busuk dengan gunting steril dan antiseptik, kemudian memyumpalnya dengan kasa. Keajaiban terjadi, dua bulan kemudian kaki Om Anwar sudah bisa memijak seperti sedia kala.
Keuangan membaik, Om Anwar sudah sehat, dan kemudian disusul –setelah masa terapi ke psikiater yang pertama− Jamila berhasil menerbitkan tiga buku berturut-turut dalam dua tahun, dan sukses besar. Jamila bisa membeli sebuah rumah murah di dekat kontrakan Tante dahulu di perbatasan kota. Semua tak begitu terasa bagi Jamila. Terjadi begitu saja. Sesuatu yang sepantasnya disyukuri. Apalagi, kesuksesan Jamila tak berhenti disitu saja, buku keenam menyusul lima bulan kemudian. Masih menarik animo begitu besar masyarakat, hingga ke luar negeri.
Buku keempat, lima, enam dan tujuh itu, dirampungkan setelah depresi putus cinta dengan Deri.
Kenapa bisa begitu cepat dan membuat gempar dunia literasi? Bahkan bisa menarik minat pembaca dalam rentang usia yang luas? Kerja keras? Mungkin.