KIDAL

Ade Agustia Putri
Chapter #4

Part. 3 (Rahasia Penulis Hebat)

Tak hanya malam itu. Jamila bisa melakukan perjalanan ke masa lalunya berkali-kali, setelahnya. Saat badannya lelah, sedang pikirannya tak terlalu banyak –biasanya setelah ia banyak bekerja di siang hari− peristiwa ke masa lalu itu bisa ia lakukan lagi. Dengan waktu yang berbeda-beda. Terkadang Jamila telah sering merapalkannya sebelum tidur, namun karena emosinya yang terlalu naik, atau stres memikirkan hal lain, ia tak dapat mencapai momen itu.

Banyak hal yang masih ia ingat, dan ingin ia datangi lagi, seperti; jalan-jalan keluar negeri, mendaki gunung Rinjani saat berumur tujuh tahun, berkeliling dengan kapal boat ke pulau-pulau terpencil, memancing ikan tuna sepanjang lebih dari dua meter, belajar scuba diving, berkemah di pulau, menangkap kepiting di malam hari, menanam substrat bibit terumbu karang, dan hal-hal kecil indah di penginapan milik kakek dan nenek.

Orang-orang yang menginap itu terkadang memberinya hadiah dari berbagai negara asal mereka. Yang paling disukai Jamila adalah hadiah buku, seperti dua favoritnya; Around The World 80 Days dan Halloween Party. Buku pertama berasal dari seseorang berambut seperti baru keluar dari badai, pria itu melihat Jamila yang sedang membaca di sudut restoran. Ia menanyai apa yang Jamila baca, dan hal-hal kecil lainnya. Hingga ia mengeluarkan buku Around The World 80 Days dari daypack-nya, dan menyerahkannya pada Jamila. Tertera nama pengarangnya ‘Jules Verne’ yang tak pernah Jamila dengar atau lihat di perpus sebelumnya. Sedangkan karya Agatha Christie, ‘Halloween Party’, adalah pemberian seorang gadis cantik berambut pirang dan mata sebiru lautan, sebagai tanda terima kasih karena telah dibantu mengumpulkan recehannya yang terjatuh.

Ya, hidupnya luar biasa menyenangkan sewaktu masih bersama nenek dan kakek. Drastis, bagaimana Jamila merasakan perubahan keadaan bersama orang tua kandungnya. Tak terbayangkan. Seperti tersandung, dan ada jurang yang menanti di hadapan. Namun... di sisi lain, Jamila merasa bersalah pada Hari. Merasa dirinya adalah kakak yang tidak baik. Memikirkan hari yang bocah itu harus lewati di rumah setiap waktunya selama tujuh tahun. Saat pertama kali bertemu, Hari tak pernah tersenyum padanya. Seakan senyuman adalah pelanggaran berat di rumah. Ibu dan ayah bersikap sangat buruk, dan tak pernah terbayangkan oleh Jamila ada anak yang diperlakukan seperti itu. Ayah sering melepas sendalnya, dan memukul kepala Hari. Ibu sering mencubit Hari saat makan, karena ia terlalu lama mengunyah.

“Jangan ganggu Jamila, anak nakal!” ibu menjewer telinga Hari dengan capitan kuku jempol dan telunjuk.

Jamila sering menangis saat itu. Namun mereka, entah mengapa tak pernah benar-benar memarahinya. Seakan Jamila adalah anak titipan yang tak boleh mereka sentuh. Jamila benar-benar kebingungan.

Perjalanan ke masa lalu itu mengilhami Jamila untuk menulis. Petualangannya bersama kakek, kejadian indah dengan nenek, pertemuan dengan para pelancong yang menginap, dan bumbu trauma di rumah orang tuanya, adalah ide-ide dasar di setiap bukunya. Jamila biasanya akan duduk mengamati, sambil mengingat ingat ucapan orang-orang saat itu. Kemudian subuhnya, ketika ia terbangun, ia akan mencatat di buku setiap detailnya. Itu yang Jamila lakukan bertahun-tahun, hingga akhirnya ia bisa menyusun kerangka dasar dari buku-buku larisnya. Itulah rahasia penulis hebat Jamila W.

*****

Depresi kembali. Tak bisa tidur nyenyak lagi. Lengan kram lagi. Tak ingin bersosialisasi lagi. Jamila kembali merasakannya. Sudah hampir dua tahun dia tak ke klinik dr. Ratna. Dua tahun dimana ia merasa normal seperti manusia biasa. Sekarang ia merasa seperti alien yang kepalanya kelewat besar, yang isinya masalah saat ini dan masalah di masa lalu yang sedang antri untuk membuat Jamila semakin buruk.

Terkadang ia mempertimbangkan untuk pergi ke tempat praktek psikiatri lagi. Ia rindu tidur, agar dapat melihat wajah kakek dan nenek. Fakta ia tak bisa melihat mereka, membuat Jamila semakin frustasi. Tapi ia takut, memikirkan klinik yang ramai. Takut orang-orang memandanginya karena pemberitaan mengenai kekonyolan buku ketujuhnya. ‘Itu Jamila W. yang novelnya plagiat itu lho’. Jamila menangis hanya membayangkannya saja.

Sempat terpikir untuk memesan minuman keras. Urung dilakukannya, saat melihat pantulan dirinya yang memakai jilbab di kaca jendela. Ia sudah memutuskan untuk menebus semua perbuatan jahatnya, dan menjadi orang yang lebih baik. Walau ia masih merasa tak baik.

*****

Di suatu pagi yang cerah, saat Jamila sedang duduk di kamar lantai dua yang memiliki pencahayaan terbaik di pagi hari –jika tirai dibuka, tidak ditutup seperti sekarang−, seseorang mengetuk pintu depannya. Jamila sedang berada dalam posisi berayun, dimana kedua kaki kursi belakangnya adalah satu-satunya penopang badan kursi. Ia sudah terdiam di sana hampir sepuluh menit, dan rencananya tidak akan berpindah sedikit lebih lama lagi. Suara wanita itu semakin nyaring, dan kadang berpindah ke samping rumah. Jamila bayangkan dia sedang melongok di jendela, membentuk jejak embun napas.

Lihat selengkapnya