KIDAL

Ade Agustia Putri
Chapter #9

Part. 8 (Gelang Manik)

Hari duduk di depan meja di kamarnya yang berada di lantai dua. Satu-satunya kamar dengan gembok besi terbanyak dan pasak pintu yang baru dipasag awal tahun ini. Jendelanya yang lebar dijeruji besi, yang jarak antara tiangnya bisa membuat tikus gendut sekali pun kesulitan mengangsur lemaknya ke seberang sisi. Eka, alter yang suka bunuh diri itu, mungkin akan mengambil kesempatan menghabisi dirinya, jika jendela terbuka begitu saja tanpa halangan. Tak ada juga yang ingin Hari lalu lalang di luar di waktu malam. Tentu saja semua orang takut memikirkan seseorang seperti Hari, melintas di kamar mereka di dalam kegelapan. Walau pada kejadian terdahulu, saat adiknya itu sering menyelinap keluar, tak ada satu hal pun yang dilakukannya pada keluarga Tante Desi. Hari sudah mulai nyaman, dan menyayangi mereka. Ia tahu tak ada sinar mata keji ayahnya di mata adiknya, Tante Desi. Di samping sebenarnya tak ada dari kami yang mau menjelaskan status Tante Desi dan ayah secara gamblang padanya.

Menyentuh bahu Hari yang hangat, Jamila mengintip apa yang dilakukan tangannya di atas meja. Merangkai manik-manik dan batu permata imitasi tante dengan untaian benang-benang yang dikepang. Benangnya telah diputus pendek sekitar dua puluh lima senti, sebanyak lima buah yang disusunnya sejajar. Kemudian kotak manik-manik di sisi yang lain, yang masing-masing kotak terisi sesuai dengan warnanya.

“Ini untuk Kak Jamila dari Ribeiro, dia nggak mau ngasih langsung,” ujar Hari sambil memasangkan buatan salah satu alternya itu ke pergelangan Jamila, yang warnanya didominasi warna dongker, hijau tua, dan hitam. Telapak tangan besar Hari bergetar saat ia fokus mengencangkan ikatan gelangnya.

“Wah, tumben Ribeiro baik sama aku. Dia merasa bersalah, atau apa...” telunjuk Jamila mengaduk manik bewarna hijau yang berkerlip.

“Dia baik dan perhatian kok sama kak Jamila. Cuma dia nggak mau ketemu kakak, secara langsung. Dia malu.”

“Aaa...” Jamila pura-pura paham begitu saja. Jempol dan telunjuknya menarik kepalan tangan dari plastik kuning yang terselip di tutupan kardus yang merenggang. Saat terangkat, kepalan tersebut adalah bagian dari badan sebuah robot kecil murahan, yang biasa di jual di sekolah-sekolah. “Makasi udah perhatian Ribeiro. Tapi kamu jangan ambil mainan Miko lagi, aku kan bisa beliin untuk kamu. Mencuri itu nggak boleh. Bilang sama Ribeiro Hari,”

“Dia bilang, kakak jangan sedih.”

“A-apa?”

Apakah Hari tahu tentang orang-orang yang memberitakan hal buruk tentangnya? Mungkin Tante tak akan membiarkannya kalau itu terjadi di hadapannya... tapi... Jamila berbalik, melihat televisi kecil layar datar terpaku ke dinding. Seketika Jamila mengurut keningnya yang kembali pening.

“Ribeiro sayang sama kakak...”

“Oh ya? Makasih Ribeiro...” Jamila berusaha tersenyum.

“Aku juga sayang sama Kak Jamila,” ujar suara kemayu Celine. Hari telah pergi. Celine mengerjap-ngerjap, memberikan tampilan manis di wajah adiknya yang maskulin.

Jamila mengelus kepalanya lembut, kemudian menopang wajah dengan lipatan tangan di meja. Ia menatap lurus ke adiknya yang tak menoleh.

“Hei, lihat aku sebentar...”

“Apa kak?” Hari menarik sudut mulutnya, memperlihatkan ulasan bibir manja seperti yang biasa dilakukan wanita.

“Semuanya dengerin, siapa yang sering ke rumah aku malam-malam?” tanya Jamila sejelas mungkin, dengan tatapan tak berkedip.

Lihat selengkapnya