Yura masuk ke bus berwarna biru muda bermotif kilat warna biru tua. Baru 2 detik, dia melongo mendapati apa yang terjadi. Sejumlah siswi berebut tempat duduk di sebelah Kido. Ya Tuhan. Dari sekian bus yang disiapkan sekolah, kenapa gue harus satu bus dengan orang itu?
Gaduh. Dari adu mulut, saling dorong, sampai sorak-sorai para siswa laki-laki. Yura hanya menggeleng miris. Untungnya, Bu Tutik segera datang dan mengambil mikrofon bus.
“DIAAAM!” teriak Bu Tutik, membuat semua orang menutup telinga. “Ada apa ini ribut-ribut?”
“Ini, Bu. Anak-anak cewek rebutan duduk sama Kido,” jelas Kolel.
Bu Tutik menghela napas. “Kalau begitu, kamu aja yang duduk sama Kido.”
“Enggak, Bu. Saya duduk sama Hayati aja. Jangan pisahkan kami, Bu. Please, Bu.” Kolel menimpali.
Tatapan Bu Tutik beralih kepada Hadi yang duduk di sebelah Nino seraya asyik mengemil jajanan. “Hadi, kamu yang duduk sama Kido,” perintah Bu Tutik.
“Enggak mau, Bu.” Hadi menggeleng cepat.
“Kenapa?” geram Bu Tutik.
“Dia tukang kentut, Bu. Lagian, dia enggak bawa sesajen jajanan. Rugi kalau duduk sama dia.”
Percuma berdebat dengan Hadi. Pandangan Bu Tutik kini tertuju kepada Yura yang sedang mencari-cari tem-pat duduk yang kosong. “Eh, Yura!” panggil Bu Tutik.
Yura menoleh. “Iya, Bu?” sahutnya sopan.
“Kamu duduk sama Kido.”
“Ta ... ta ... tapi ....”
“Enggak ada tapi-tapian. Ayo! Biar enggak lama.” Bu Tutik meraih pergelangan tangan Yura dan memaksanya duduk di sebelah Kido.
Yura hanya bisa mendesis kesal. Dari 45 kursi yang tersedia di dalam bus, kenapa dia harus mendapatkan kursi di sebelah Kido?
“Eh, Cewek Cupu! Lo jangan modus ke gue, ya,” Kido memperingatkan.
“Siapa juga yang mau modus ke lo?” bentak Yura.
“Ada gagak punya kuku. Eh, enggak ngaku.”
Yura bergidik. “Najis!”
Kido mengeluarkan ponsel dari saku jaketnya dan memulai siaran langsung di Instagram. “Hai, Guys. Ketemu lagi dengan gue, Kido yang paling tamvan di planet bernama Bumi.” Kido lantas mengarahkan layar HP-nya kepada Yura. “Di samping gue ini, makhluk beruntung yang dipilih secara acak oleh guru buat duduk bareng orang ganteng kayak gue.”
Yura melengos, berusaha sebisa mungkin agar wajahnya tidak tertangkap kamera. Kalau bukan Bu Tutik yang memintanya, mana mau dia duduk di sebelah selebgram gaje yang super-alay.
“Kalian bisa lihat di sebelah sana, Guys.” Kali ini, Kido mengarahkan ponselnya ke deretan kursi depan, memperlihatkan Kolel dan Hayati yang sedang asyik karaoke menyanyikan lagu dangdut. “Di sana ada dua makhluk bersuara pas-pasan, ya, Guys.”
Yura memasang earphone di kedua telinganya, menyalakan lagu keras-keras, membuka ranselnya, mengeluarkan snack, lalu memakannya santai. Dahinya berkerut saat sebuah tangan menjulur memasuki kantong snack miliknya. “Eh, ngapain lo ngambil snack gue?” tegur Yura.
“Di planet punya satelit. Eh, pret jangan pelit.” Kido mengunyah snack dengan santai.
“Nih, ambil!” Yura melempar bungkus snack miliknya kepada Kido. Kido meringis senang dan kembali memakan snack tersebut tanpa tahu malu.
******
Setelah agenda study tour selesai, Reon mengantar Yura ke dalam bus. Mereka tampak enggan berpisah meski sudah seharian menghabiskan waktu bersama.
“Cepetan masuk,” kata Reon.
“Study tour-nya kurang asyik, nih. Kenapa, sih, tiap kali ada study tour, kita enggak bisa satu bus?” keluh Yura.
Reon terkekeh. “Udah. Masuk sana. Nanti, kita chatting aja, ya.”
Yura mengangguk. Walau enggan, dia memasuki bus, lantas duduk di sebelah Kido. Cowok beralis tebal itu masih asyik mendokumentasikan aktivitasnya di Instagram. Dia berhenti ketika gambar baterai di pojok kanan layar ponselnya tampak berkedut, pertanda butuh charge. Dia berjalan ke depan untuk mengecas. Sialnya, kabel colokan sudah penuh.
“Yah, enggak bisa live Instagram, nih,” keluh Kido. “Ya, udah, deh. Gue ke toilet dulu aja. Siapa tahu colokannya kosong pas gue balik.” Dia meninggalkan charger-nya begitu saja.
Di kursi dekat pintu belakang, Yura sedari tadi tidak bisa duduk diam. Dia ingin buang air kecil, tapi dia takut ditinggal bus.
Akhirnya, Yura berdiri, bersiap keluar bus. Tapi, dia tercekat, mengamati sejumlah siswa kelas XI IPS-F yang tampak garang di matanya. Dia takut terjadi sesuatu dengan barang-barangnya, terutama uang. Jadi, dia memutuskan untuk membawa tasnya ke toilet.
******
Sepasang kekasih berhenti di depan sebuah bus berwarna biru muda dengan motif kilat berwarna biru tua.
“Eh, ini bus kita bukan, sih?”
“Iya, deh. Kayaknya yang ini.”
Sepasang kekasih itu lantas memasuki bus, menghela napas lelah, duduk sekenanya, lalu menutupi wajah dengan jaket. Mereka tidak menyadari bus yang ditum-pangi bukanlah bus rombongan mereka.
“Anak-Anak, semuanya sudah lengkap, belum?” tanya Bu Tutik. “Ayo, dicek teman sebelahnya.”
“Sudah, Bu. Lengkap!” teriak seorang siswa.
Bu Tutik menghitung ulang jumlah siswa yang berada di dalam bus. Lengkap 45 orang.
******
Yura dan Kido yang mengantre lama di toilet tidak sadar mereka ketinggalan bus. Saat mereka kembali, bus yang mereka tumpangi sudah tidak ada.
“Lho? Bus kita di mana?” tanya Yura panik. Matanya menyisir tempat parkir. Yura bergegas mengeluarkan ponsel dari saku jaket dan mencoba menelepon Reon. Sayangnya, gambar baterai di sudut kanan layar ponselnya berkedut. Tak lama setelah itu, ponselnya mati. “Duh, kita harus gimana, nih? HP gue mati.” Yura semakin panik.
HP gue malah mati dari tadi, pikir Kido.
Yura menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya. “Tenang. Tenang. Gue pintar. Gue harus berpikir jernih,” ucapnya untuk menenangkan diri.
“Eh, kita harus gimana?” tanya Kido. “Kalau naik ojek online dari Surabaya sampai ke Jakarta enggak mungkin juga keles.”
Yura sibuk berpikir. Jam segini enggak mungkin ada bus yang beroperasi di terminal. Naik ojek online juga enggak mungkin. Satu-satunya jalan adalah mencari penginapan, mengecas HP, menelepon seseorang, lalu siap-siap buat besok pagi berangkat ke terminal.
“Jangan diam aja, dong!” tegur Kido. “Pikirin sesuatu.”
“Eh, gue lagi mikir. Bisa enggak lo diam?” bentak Yura. Dia mengentakkan kaki, lalu berjalan cepat menyusuri jalanan.