KIKI

hesty veronika
Chapter #1

KIKI

Kiki adalah seorang anak laki-laki pendiam dan polos. Kiki memiliki kekurangan dalam dirinya. Dia tidak cacat, dia hanya memiliki kelatarbelakangan sikap dan perilaku yang beda dibandingkan kebanyakan anak laki-laki pada umumnya. Kini kiki telah berumur 18 tahun. seperti yang kita tahu remaja berumur 18 tahun telah sibuk dengan kegiatannya masing-masing, baik dalam kuliah, bakat, kerja sambilan,hobby, dan sebagainya. Dia berumur 18 tahun, tapi pola pikir, sikap, dan tingkahnya masih sama seperti anak yang berumur 10 tahun. Dia hanya diam, tidak mau berbicara kepada siapapun itu. Dia hanya fokus pada satu titik entah itu apa yang ada dalam pikirannya tidak ada yang tahu. Di Sekolah juga sama, dia tidak memperdulikan apapun yang ada di sekelilingnya. Tidak memperdulikan guru yang mengajar, tidak menanggapi teman yang berbicara, bahkan lembar jawabannya saat ujian selalu kosong. Dia pernah tinggal kelas, namun setelah itu dia terus dinaikkan ke tingkat selanjutnya karena para guru telah bosan melihat tingkahnya. Dia memang naik kelas, namun nilainya…

Dari kelas 1 SMP aku selalu satu kelas dengan Kiki, bahkan sampai SMA dan sebentar lagi kami akan mengakhiri masa SMA kami. Jujur, aku merasa kasihan kepadanya. Dia hanya diam tidak berkutik saat anak-anak lain mengolok-oloknya, membully-nya, mencoret-coret baju sekolahnya,menginjak-injak tas sekolahnya,dan sebagainya namun dia hanya diam tidak berkutik. Setelah anak-anak yang menjahi Kiki puas dengan apa yang mereka lakukan, baru Kiki bergerak untuk membersihkan diri atau merapikan barang-barang bawaannya yang dijadikan sebagai bahan anak-anak untuk menjahili dirinya. Aku juga kesal, “kenapa dia hanya berdiam diri saja? dia itu laki-laki, dia seharusnya bertindak” kata-kata ini yang selalu muncul dalam benakku. Mama-nya Kiki selalu sabar dalam menghadapi sikap Kiki, berbeda dengan papanya yang selalu memarahinya. Papanya habis kesabaran dalam menghadapi sikap Kiki. Tidak heran jika ada luka lebam di lengan atau di betisnya setiap kali sampai di Sekolah. Anak-anak lain makin sering menjahili Kiki ketika lebam itu keliatan. Pernah suatu kali, di depan sekolah Kiki ditahan oleh beberapa anak kelas untuk mengompas uangnya. Jika dia tidak memberikannya maka dia akan diperlakukan kasar oleh mereka. Aku melihat awalnya Kiki tidak memberikannya dan berusaha untuk kabur, namun mereka menarik paksa Kiki menarik bajunya dan mengancamnya. Aku tidak tahu apa yang mereka katakan kepada Kiki sampai dia menjadi jongkok serta badan dan kakinya kena sentuhan sepatu mereka. Akhirnya Kiki mengabulkan keinginan mereka, Kiki memberikan uang sakunya kepada mereka. “Sungguh kasihan dirimu Ki…” kataku sedih dalam hati. Aku melihat Kiki jalan kaki untuk kembali ke rumah. Dia memberikan semua uangnya kepada mereka sehingga dia harus jalan kaki untuk balik ke rumah. Aku ingin membantunya dengan meminjamkan uang. Tapi, sopirku sudah terlanjur datang menjemputku. Dari dalam mobil aku mencari Kiki, berharap mobilku berpapasan dengannya. Aku ingin memberi dia tumpangan, tapi sayangnya dia sudah tidak kelihatan. “Cepat sekali menghilangnya”pikirku.

Tinggal beberapa minggu lagi kami akan mengakhiri masa SMA. Semuanya sibuk mempersiapkan dan memikirkan apa yang akan dilakukan setelah masa SMA berakhir. Termasuk aku, aku bingung untuk melanjutkan kuliah dimana. “Ma…menurut mama aku bagusnya kemana ya” tanyaku kepada mama yang sedang menonton TV. “Lo ko kamu nanya ke mama” kata mamaku sambil menatapku dengan wajah yang serius. Aku langsung duduk di sebelah mamaku karena aku sangat bingung mau melanjutkan pendidikan ke Universitas apa. “aku udah bingung ma” jawabku dengan wajah yang memelas. “ sekarang mama tanya, kamu kemampuannya dimana” kata mamaku sambil mematikan TV . “aku ingin menjadi programmer ma…aku pingin ambil jurusan TI…tapi aku gak tahu ambil di jurusan mana” jawabku dengan muka memelas. “coba kamu cari-cari dulu kampus yang bagus mama Cuma bisa mendukung aja sayang…kamu yang menentukan maunya dimana” kata mama sambil mengelus rambutku. Aku kembali ke kamar, mengambil ponsel dan mencari kampus dengan fakultas TI yang bagus. Setelah beberapa lama aku di depan ponsel akhirnya aku menemukan kampus fakultas TI yang bagus. “yess…aku akan melanjut kesini” pikirku. Aku mulai mempelajari soal-soal untuk mempersiapkan mengikuti test masuk universitas.

Waktu yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Hari ini adalah hari pertama melaksanakan Ujian Nasional. Aku sangat bersemangat untuk menghadapi ujian hari ini. Tidak lupa, aku mengulang membaca buku yang di ujiankan hari ini selama di perjalanan menuju ke sekolah. Aku dapat mengerjakan soal dengan baik, hanya ada beberapa soal yang tidak dapat aku kerjakan. Aku melihat ke Kiki yang bangkunya berada dua baris di sampingku. Dia hanya diam menatapi lembar jawaban di depan-nya. “apa yang dia pikirkan? Apa dia sudah selesai?” pikirku bingung. Ujian yang berlangsung selama 4 hari itu, dapat diselesaikan dengan baik. Besok adalah hari terakhirku datang ke sekolah untuk mengucapkan selamat perpisahan kepada guru dan teman-temanku. “Sungguh tidak terasa ya, aku menempuh pendidikan selama 3 tahun di sekolah ini…banyak kejadian yang aku alami di sekolah ini dan banyak juga yang aku dapat disini…sebentar lagi aku akan meninggalkannya dan melanjut ke pendidikan yang lebih tinggi” pikirku. Aku bingung, aku sedih meninggalkan kenangan-kenangan yang ada di sekolah ini tapi aku aku juga senang dapat mengakhiri pendidikanku dengan baik.

Aku lulus. Aku berpelukan dengan sahabat-sahabat dekatku. Tidak lupa kami mengambil gambar sebagai kenang-kenangan. Sahabatku Tia, mengambil kuliah di Belanda. Sedangkan sahabatku Vina, dia akan ke Prancis mengambil sekolah Dessigner. “ yahh…tinggal aku dong sendirian disini” kataku cemberut ke mereka. “Sell…kita gak akan lupain kamu ko” kata Tia meyakinkan aku. Vina merangkul bahu kami dan berkata “kita akan masih sering berkomunikasi dan kita akan ketemu saat kita sudah sukses nanti…janji ya” sambil mengacungkan jari kelingkingnya. Kami bertiga menggabungkan jari kelingking kami sebagai tanda perjanjian. Kami menjadi sahabat sejak kelas 3 SD, banyak yang sudah kami lewati. Bahkan orang tua kami juga sudah saling mengenal satu sama lain. Kami menghampiri teman-teman kelas kami yang lain. “Hai guys!” teriak Richard dari luar kelas. “Untuk merayakan kelulusan kita, gue bakalan adain party di rumah gue” kata Richard dengan senyum lebarnya. Sontak seluruh anak-anak kegirangan.”Nanti malam datang ke rumah gue jam 8…inget semuanya harus datang” kata Richard sambil meninggalkan kelas bersama teman-teman dekatnya. Aku melihat Kiki hanya duduk sendirian sambil menunduk. Tidak ada yang menemaninya, sendirian, dan hanya sibuk dengan entah apa yang ada dalam pikirannya. Aku mendekatinya agar dia tidak sendirian. “Ki…kenapa gak gabung sama yang lain? Tanyaku kepadanya, tapi dia hanya diam dan menunduk. Aku mencoba untuk bertanya lagi “Ki?” tanyaku sambil memegang bahunya. Namun lagi-lagi dia hanya diam dan menggelengkan kepalanya sekali. “Eh sel…lo ngapain deketin anak kaya gitu...lo ngomong pake mic sekalipun dia gabakalan peduli” kata Candra yang disusul dengan tawa dari anak-anak lain. “coba nih lihat” kata Candra sambil mendekat ke depan bangku Kiki dan berkata “ heh anak bego…lo kenapa diam aja hah?...ngomong lo!” kata Candra dengan nada bicara yang sedikit membentak. Kiki hanya diam saja tidak berkutik sedikitpun. “OI NGOMONG LO!” kata Candra dengan membentak sambil memukul meja yang membuat seisi kelas kaget. “Can lo apa-apaan si” kataku mulai tidak suka dengan apa yang dilakukan Candra terhadap Kiki “Lo lihat sendiri kan dia cuman diam dan diam” kata Candra dengan senyum sinisnya. Candra memegang kepala Kiki dan menggoyang-goyangkannya seperti layaknya mainan “ngomong dong…ngomong” dan mendorongkan kepla Kiki sampai Kiki terhempas dari bangku “NGOMONG!” katanya. “CAN CUKUP!” kataku sambil menolong Kiki berdiri dari lantai. “Lo gapapa kan” tanyaku meyakinkan Kiki. Namun Kiki hanya diam dan kembali duduk di bangkunya. Aku yang sudah putus asa mengajak Kiki berbicara sudah putus asa dan meninggalkannya. 

Sepulang sekolah aku dapat melihat anak-anak kelas menjahili Kiki lagi. Candra dan beberapa temannya menarik paksa Kiki. Masih akan menggendong tasnya, Candra menghampiri Kiki dan menarik kerah bajunya dengan kasar “ikut gue”. Aku dan seluruh anak kelas kebingungan dan hanya mengikuti mereka dari belakang. Candra terus menarik Kiki keluar dari area sekolah dan teman-temannya yang lain terus menendang tasnya dari belakang. Kami yang kebingungan terus mengikuti mereka dari belakang. Sampai mereka berhenti di sebuah lapangan kosong dang Candra mendorong Kiki sampai terjatuh. “Berhubung ini adalah hari terakhir, gue gak mau kalian melupakan gue…termasuk dia” kata Candra sambil menunjuk Kiki yang bangkit dari jatuhnya. “Apa yang akan dia lakukan?” pikirku kebingungan. Aku melihat beberapa teman Candra membawa ember dan bungkusan plastik yang aku tidak tahu apa isinya. “gue mau lo ingat kenangan ini bersama gue”kata Candra sambil mengelus kepala Kiki. Kiki yang hanya diam dan menunduk. Candra mulai kesal kepada Kiki yang hanya diam saja mulai bertindak kasar kepada Kiki. Dia menarik tas Kiki secara paksa dan menghamburkan seluruh isinya keluar. Buku,pulpen,dan lainnya berhamburan dan Candra menginjak-injaknya. “Ini benar-benar kelewatan” pikirku. Tidak sampai disitu salah satu teman Candra membungkukkan badan Kiki ke depan dan yang lain melempari Kiki dengan tepung. Aku yang merasa kasihan mencoba berlari ke tengah lapangan untuk menyelamatkan Kiki dari kejahilan Candra dan teman-temannya. Sedikit lagi aku mendekati Kiki salah satu teman Candra menahanku dan mendorongku keluar dari kerumunan itu. Aku yang khwatir dan mencoba untuk menghentikan aksi mereka hanya bisa berteriak untuk menghentikan mereka “udah cukup! Hentikan! Kasian dia” kataku sambil menarik mereka satu persatu. Sayangnya aku sudah ditahan oleh Tia dan Vina untuk tidak ikut campur. Aku dapat melihat Kiki yang berlutut sambil menunduk diam tidak berkutik sedikitpun. Sementara mereka melanjutkan aksinya untuk menjahili Kiki. Mereka mengikat Kiki seperti anak anjing, menyiraminya dengan air, dan melemparinya dengan tepung. Mereka tertawa dalam melakukan aksi itu, mereka menganggap itu hanya candaan belaka tapi aku dapat merasakan apa yang sebenarnya dirasakan Kiki. Ingin rasanya aku menangis melihat itu. Aku hanya teman Kiki tapi, aku tidak dapat melihat dia diperlakukan seperti itu. Tidak cukup sampai disitu, teman-teman lain yang awalnya tidak ikut dalam aksi itu kini menjadi ikutan menjahili Kiki. Tidak hanya air dan tepung, mereka juga melempari Kiki dengan lumpur yang membuat seluruh baju dan tubuhnya menjadi kotor. Aku menangis melihat Kiki diperlakukan seperti itu. Tia dan Vina juga berusaha untuk menghentikan kegiatan mereka. Untung tidak lama setelah itu ada guru yang melihat mereka dan membubarkan aksi mereka. Candra dan teman-temannya yang memulai menjahili Kiki kabur tidak mau terkena masalah. Setelah mereka bubar aku, Tia, dan Vina mendekati Kiki dan menolongnya. Aku yang menangis sambil membuka ikatan di tubuh Kiki berkata “Kii…kenapa lo diam aja sii…kenapa lo mau diperlakukan seperti ini” kataku kepada Kiki yang hanya diam. Tia merapikan dan membersihkan seluruh barang-barang Kiki yang bercecer di lapangan. Vina pergi ke kantin membeli tissue untuk Kiki. Kami membantu Kiki untuk mengelap kotoran-kotoran yang ada dalam tubuhnya. Aku membersihkan wajah Kiki. Sambil membersihkan wajahnya, aku tidak sengaja menatap mata Kiki. Memang hanya sebentar tapi aku dapat merasakan sesuatu dari tatapan Kiki. “Apa ya?” pikirku. Saat Kiki menatap mataku kembali, itu membuyarkan lamunanku. Tiba-tiba ponselku berdering “neng dimana?”. Sopirku sudah menunggu di depan sekolah. “sebentar ya pak” jawabku ke sopirku. “Ki sebaiknya lo langsung pulang bersih-bersih” kataku sambil memegang pundak Kiki. Dia hanya diam dan mengangguk. Aku mengeluarkan jaket dari dalam tasku, dan aku berikan kepada Kiki agar dia tidak kedinginan. “ kita luan ya Sel,Ki…kita ada kerjaan soalnya” kata Tia. “Aku juga harus balik sopir aku sudah menunggu di depan sekolah” kataku kepada Kiki. Aku berlari meninggalkan Kiki. Sambil berlari aku menoleh ke Kiki, dia mengambil tasnya dan berjalan meninggalkan tempat itu. “Aku ingin menemaninya” pikirku. Entah darimana aku dapat memikirkan kata-kata itu. 

Di tengah jalan aku melihat Kiki berjalan.”Kiki?” pikirku. “Pak berhenti disitu pak…di dekat anak sekolah yang pakai jaket hitam” kataku ke sopirku. Aku keluar dari mobil dan menghentikan langkah kaki Kiki. “Kiki?...lo jalan?” tanyaku kepada Kiki. Tapi dia diam saja. Dia hanya menunduk dengan rambut dan pakaian yang basah karena ulah anak-anak di sekolah tadi. Aku mencoba menawarkan Kiki untuk pulang bersama karena aku khwatir dia akan sakit melihat pakaiannya yang masih sangat basah. “balik bareng yuk” kepada kepada Kiki. Kiki hanya menggeleng dan berjalan meninggalkanku. Aku mencoba menahannya dengan memegang lengannya “Ki…bareng aja nanti lo sakit…udah gapapa ko nanti diantar sama sopir aku” aku mencoba meyakinkan Kiki dan menariknya perlahan menuju mobil. Kiki akhirnya menerima tawaranku dan ikut denganku. Di dalam mobil Kiki hanya diam dan menunduk. “Ki…rumah lo ke arah mana?” tanyaku kepada Kiki kiki hanya menunjuk ke arah kanan menggunakan jarinya tanpa berbicara sedikitpun. “ke arah kanan pak” kataku kepada sopir. Kiki menunjuk sebuah rumah dengan tanggannya. Aku yang mengerti maksud Kiki langsung memberitahu kepada sopir untuk menghentikan mobil di rumah itu. “Pak…berhenti di rumah itu ya” kataku kepada sopir. Sopirku hanya mengangguk dan menghentikan mobil tepat di depan rumah yang ditunjuk oleh Kiki. “Ini rumah lo ki?” tanyaku kepada Kiki. Kiki hanya mengangguk. Aku membuka pintu dan ikut turun dari mobil bersama Kiki. Aku menahan lengan Kiki saat dia akan melangkah menuju rumahnya. “Ki…nanti malam lo ikut ke rumah Richard kan?” tanyaku kapada Kiki. Kiki hanya diam. Aku mencoba untuk menanyakan lagi “ki? lo datang ke rumah Richard kan?” tanyaku lagi. Belum ada respon apa-apa dari Kiki, mama Kiki memanggil dari depan rumah “Kiki?” kata mama Kiki berteriak. Kiki yang mendengar suara mamanya langsung meninggalkanku dan menghampiri mamanya. Aku juga ikut berjalan di betaking Kiki untuk mengucapkan salam kepada ibunya Kiki. “yaampun nak…kamu kenapa? Tanya mama Kiki yang kaget melihat pakaian Kiki sambil memegangi wajahnya. “Selamat siang tante” kataku kepada mama Kiki memberi salam. Kiki yang hanya diam masuk ke dalam rumah tanpa berbicara sepatah katapun. Aku menjelaskan apa yang terjadi kepada mamanya. Mamanya yang mendengar itu merasa sangat terpukul anaknya diperlakukan seperti itu. Aku mencoba menghiburnya dengan mengelus pundak ibunya. “Kiki gapapa ko tante” kataku meyakinkan mama Kiki. mama Kiki tersenyum dan mengelus kepalaku “ terima kasih ya nak…kamu sangat peduli kepada Kiki…baru ini ada teman Kiki yang datang ke rumah” kata mamanya tersenyum. “Tante nanti malam salah satu teman kita mengadakan party kecil di rumah…Kiki boleh ikut gak?” tanyaku kepada mama Kiki. “Kiki belum pernah ke acara yang gituan nak…kan kamu tahu sendiri Kiki orangnya gimana…tante takut nanti dia kenapa-kenapa” kata mama Kiki yang tidak yakin jika anaknya ikut ke party. Aku mencoba meyakinkann mamanya “Tante tidak usah Khwatir, ada aku ko tante”. mama Kiki terdiam sesaat dan kemudian tersenyum meng-iyakan.”Jam berapa nak?” tanya mama Kiki kepadaku. “Jam 8 tante” jawabku. “Ya sudah tante bujuk si Kiki dulu dan menyiapkan pakaian yang akan dipakai sama dia” kata mama Kiki sambil tersenyum ke arahku. Melihat jam yang masi pukul 2 siang aku kaget. “gak kecepatan tante?” tanyaku kepada mamanya. “Gapapa nak kamu sekalian mengajak Kiki main-main atau belajar bersama…siapa tahu sikap Kiki akan berubah jika bersama kamu” kata mamanya. Aku hanya tersenyum dan mengangguk. mamanya menghidangkan minuman dan beberapa makanan kering kepadaku. Sekitar 20 menit aku menunggu, seorang pria berumur sekitar 40-an datang dan menatapku dengan tajam. “mungkin ini papa Kiki” pikirku. Aku bangkit dari kursi dan memberi salam kepada papanya Kiki “selamat siang om” kataku sambil tersenyum. Papa Kiki belum berbicara tiba-tiba Kiki dan mamanya keluar dari kamar Kiki. Papanya yang melihat Kiki langsung membentak “ heh ada masalah apa kamu dengan anak orang”. “PA!” kata mama Kiki dan menjelaskan apa terjadi. Papanya hanya diam dan meninggalkan kami. “kalian jangan macam-macam ya” kata mama Kiki.

Sesampainya di rumah aku langsung mengenalkan Kiki kepada mama. “Ma ini Kiki yang sering sellyn ceritakan ke mama” kataku kepada mama yang ingin pergi ke kantor. Kiki yang hanya diam hanya menjabat tangan mamaku sebagai tanda salam tanpa berbicara sedikitpun. Aku menjelaskan semua apa yang terjadi kepada mama. Mama tersenyum kepada Kiki dan mengelus kepalanya “anggap aja rumah sendiri nak” kata mama. Aku sering menceritakan tentang Kiki kepada mama. Mama juga merasa sangat terpukul setiap kali mendengar cerita tentang Kiki. Dulu aku memiliki seorang adik laki-laki, namun mama keguguran karena kecelakaan. Kecelakaan itu yang sudah membuat aku kehilangan calon adik dan papaku. Aku yang masih berumur 5 tahun, belum mengerti apa-apa saat melihat keramaian di rumah. Saat itu, aku di jemput ke sekolah oleh tante. Aku yang masih sangat kecil dan polos hanya melihat mama menangis dan papa yang tertidur pulas. “Ma… papa kenapa tidur aja?ma…papa ko di dalam sana?”. Bahkan 2 hari setelah pemakaman papa, aku masi bertanya ke mama “ma…papa kenapa gak pulang-pulang sih” mama hanya tersenyum saat itu. Dan setiap aku melihat Kiki aku selalu teringat akan papa.

“Ki…lo mau lanjut ke Universitas mana? Tanyaku ke Kiki sambil meletakkan segelas minuman dan beberapa cemilan di depannya. Kiki hanya terdiam dan menunduk. Aku duduk di samping Kiki kemudian menarik dagunya agar dia menatap mataku. “Ki?” kataku lagi. Aku mengambil sebuah buku dari dalam kamarku, itu adalah buku yang berisi nama-nama Universitas dengan Fakultasnya. Kiki membavca-baca buku itu dan dia hanya menunjuk satu Fakultas dengan jari telunjuknya.”musik?” tanyaku heran. Aku penasaran apa yang akan terjadi jika Kiki yang hanya terdiam dan tidak peduli dengan sekitarnya ingin masuk ke Fakultas seni musik. “Lo yakin?” tanyaku dengan sedikit tertawa. Kiki hanya mengangguk sekali. Kiki ingin mengambil Seni Musik di Universitas yang sama denganku, hanya saja aku mengambil TI. “Ya sudah nanti kita testnya barengan ya, nanti lo gue daftarin” kataku ke Kiki. Tidak terasa jam sudah menunjukkan pukul 6.00. Aku sudah selesai mandi, aku hanya tinggal ber make up-an sedangkan Kiki sedang mandi di kamar mandi. “cowo enak tinggal pake baju sisiran sedikit sudah selesai…cewe yang ribet” kataku pelan sambil mengoles-oles bedak di wajahku. 

Aku keluar dari kamar dan menuju ke ruang tamu. Kiki sudah duduk menungguku disana. Tapi… sama seperti saat akan ke sekolah, penampilan Kiki sangat berantakan. Rambutnya berantakan tidak ter-urus dan bajunya sangat kusut. “KI? lo ga salah berpenampilan kaya gini ke party?” kataku kepada Kiki. Tapi dia hanya diam saja, tidak memperdulikanku sedikitpun. Aku mengangkat kepalanya yang selalu menunduk sehingga aku dapat menatap matanya “Lo bakal di bully sama anak-anak kalo penampilan lo kaya gini”. Lagi-lagi Kiki hanya diam. Aku mengambil baju papa dari dalam kamar dan menyuruh Kiki memakai itu. Aku juga menata rambutnya, mengoleskan sedikit minyak rambut, dan memberinya sedikit pewangi. Setelah selesai aku menata Kiki, aku menjadi melamun karena penampilannya “lo keren banget” kataku pelan. Kiki yang biasanya berpenampilan berantakan sangat berbeda jauh dengan Kiki yang ada di depanku saat ini. Dia sangat rapi dan manly. 

Di rumah Richard sudah terlihat sangat ramai. Saat Jalan aku jalan bersama Kiki, semua orang melihat ke arah Kiki termasuk anak cewe. “Mungkin mereka pangling melihat penampilan Kiki” pikirku. “Hai sel” Richard menghampiri aku dan Kiki. “Hai Ri” jawabku membalas sapaan Richard. “Kiki? Tumben banget lo” kata Richard kepada Kiki yang kaget melihat penampilannya. Kiki hanya diam. “Rumah lo sudah rame aja ya” kataku kepada Richard untuk memulai pembicaraan. Richard sambil tersenyum membalas kata-kataku “ah enggak ko”. “Kalian nikmatin aja party nya gue harus pantau anak-anak yang lain” kata Richard sambil meninggalkan aku dan Kiki. Tia dan Vina tidak dapat hadir di party ini karena mereka harus mengurus keberangkatan mereka ke luar negeri. “hati-hati ya Ti,Vi…” kataku dalam hati. Aku mengajak Kiki ke meja kosong untuk minum dan makan beberapa cemilan disana “Ki sana yuk”. Kiki hanya diam saja sambil mengikutiku dari belakang. “Eh ada Kiki juga disini” kata Candra yang tiba-tiba datang mengagetkan kami. “Tumben banget lo berpenampilan gini, gak kaya biasanya” kata Candra sambil duduk dan minum di depan Kiki. Candra dengan senyum yang sedikit jahil berkata kepada Kiki “gimana mandi lumpur tadi hah? masih mau? Kebetulan ada kolom berenang tuh” tambah Candra. Aku yang mengerti dengan maksud kata-kata Candra berusaha mencari cara untuk menjauhkan Kiki dari kejahilannya. Aku menarik lengan Kiki “Ki mama nyuruh kita balik” kataku kepada Kiki. Kiki yang diam hanya mengikuti kata-kataku. “Ki…kita keluar aja dari rumah Richard…kita minum di café dekat sekolah aja” kataku kepada Kiki. Kiki hanya diam dan mengangguk sekali.

Di café aku dan Kiki memesan minuman dan makanan yang sama. “Ki diminum coffe nya” kataku. Kiki tidak memperdulikanku dan hanya fokus melihat orang yang memainkan biola dan organ yang ada di depan. Aku membiaran Kiki memperhatikan mereka “mungkin dia tertarik” pikirku. Sebelum pulang aku mengantarkan Kiki balik ke rumahnya terlebih dahulu. Tidak lupa aku berpamitan kepada papa dan mama Kiki. “terima kasih ya nak kamu sudah mau berteman dengan Kiki” kata mama Kiki dengan senyum yang manis. Papa Kiki hanya mengannguk dan tersenyum kepadaku dari dalam ruang tamu “sama-sama tante”.”Nak sellyn tidak mau mampir dulu sebentar? Tadi tante masak bubur loh” kata mama Kiki menawariku untuk singgah sebentar. Melihat waktu yang sudah hampir larut malam aku menolak “maaf tante, Sellyn gak bisa sudah terlalu malam takutnya mama cemas aku belum balik…lain kali aja ya tante” . Aku merasa sangat tidak enak menolak tawaran dari mama Kiki, tapi aku juga takut mama cemas karena aku belum balik. “Ya sudah nak gapapa…kamu hati-hati ya di jalan” kata mama Kiki. Aku yang memberi salam langsung menuju ke mobil dan balk ke rumah.

Hari ini aku dan Kiki akan melaksanakan ujian test masuk ke Universitas impian kami. Aku telah mempersiapkan dengan matang semua teori-teori yang akan di ujiankan. Tapi aku tidak tahu bagaimana dengan Kiki. “Ki lo sudah siap menghadapi ujian?” tanyaku meyakinkan Kiki. Dia hanya mengangguk sekali dan aku juga hanya balas mengangguknya. Aku dan Kiki ujian di ruangan dan waktu yang berbeda. Aku mengikuti ujian terlebih dahulu, kemudian aku menunggu Kiki yang bergantian mengikuti ujian. “Semangat ya ujiannya” kataku dengan senyum sambil mengelus rambut Kiki. Kiki hanya diam dan pergi meninggalkanku. Aku minum green tea di dalam mobil agar ditak merasa bosan saat menunggu Kiki. 3 jam aku menunggu akhirnya Kiki kembali ke mobil. Saat Kiki membuka pintu mobil aku langsung bertanya “Gimana ujiannya?”. Tapi dia hanya diam tidak memperdulikanku. Beberapa hari setelah melaksanakan ujian, hasil testnya akhirnya keluar. Aku gugup saat akan membuka hasil testnya. Aku hanya tinggal menekan “lihat hasil” yang ada di layar ponsel untuk melihat apakah aku diterima atau tidak. Aku benar-benar sangat gugup. Aku memberanikan diri untuk membuka hasilnya dan ternyata… “Yeyyyy…akhirnyaa…ma aku diterima” kataku berteriak kegirangan menghampiri mama. “Selamat ya sayang” kata mama sambil memelukku erat. “bagaimana dengan si Kiki? Kamu sudah tanya dia?” tambah mama. Aku yang juga penasaran langsung menelepon mama Kiki. Aku sangat senang dapat diterima di Universitas favorit aku tapi…Kiki tidak diterima.

Aku menyiapkan semua perlengkapan yang akan aku bawa ke yogyakarta. Mama tidak bisa mengantar aku karena dia sibuk di kantor. Sedangkan Kiki ikut denganku ke Yogya. Karena Kiki tidak diterima di Universitas manapun akhirnya mamaku menawarkan Kiki untuk ikut denganku ke yogya. Kiki bekerja sebagai sopir aku di sana. Dia juga sambil belajar untuk mengikuti test tahun depan. Mama dan papanya juga setuju kalau Kiki ikut bersamaku. Mama membelikan tiket keberangkatan kami, mobil yang akan dipakai sehari-hari disana, dan apartemen untuk tempat tinggal kami. Kiki diantar oleh kedua orang tuanya menuju rumahku. Dan selanjutnya kami berdua yang akan melanjutkan perjalanan ke Bandara. “Ki…hati-hati ya nak disana, Kiki baik-baik, jaga Sellyn, dan jangan aneh-aneh di sana” kata mama Kiki mulai bercucuran air mata. Papa Kiki yang biasanya bersikap kasar kepadanya juga meneteskan air mata dan memeluk Kiki. Ingin rasanya aku menangis. “Aku juga ingin merasakan pelukan seorang ayah…aku rindu papa” kataku dalam hati. Mama yang daritadi diam mengelus kepalaku dan berkata “sayang, baik-baik ya disana…kalau butuh apa-apa kamu telepon mama…untuk mobil sudah ada di depan apartemen kami dan alamatnya sudah mama kirim lengkap ke Wa kamu”. “Iya ma” jawabku pelan. Mama memelukku “mama akan sangat rindu sama kamu nak…kamu jangan macam-macam ya disana”. Ini adalah kali pertamanya aku berpisah sama mama. Rasanya sangat berat, aku tidak sanggup pisah dengan mama. Apalagi di kota orang lain. Air mataku pun mulai menetes keluar, begitu juga dengan mama.

Selama di perjalanan, baik dalam mobil maupun dalam pesawat Kiki hanya diam. Aku beberapa kali menawarkannya untuk makan dan minum tapi dia hanya diam. “Tidak kebayang apa yang akan terjadi disana nanti” pikirku melihat Kiki yang hanya diam dan tidak pernah berbicara sepatah katapun kepadaku. Akhirnya kami sampai di Yogya setelah perjalanan yang melelahkan. Sesampainya di Bandara aku langsung memesan ojek online untuk mengantarkan kami ke alamat yang dikirimkan mamaku. Dan disinilah kisahku dimulai.

Hari ini adalah hari pertamaku menginjakkan kaki di Kampus, setelah mengikuti masa orientasi siswa selama 3 hari. Aku berkenalan dengan beberapa teman yang asyik dan kocak, yaitu Lili dan Riko. Tidak tahu apa yang membuat kami ber-3 menjadi dekat. Kiki yang baru berapa hari menyetir mobil juga sudah sangat mahir dalam mengingat jalan, baik ke kampus atau kemanapun itu. “Sellyn…” teriak Lili dari kejauhan. “Lo jalannya cepet banget sih gue gak bisa kejar lo tahu” cemberut Lili. Aku tertawa dan merangkul Lili yang cemberut “ya sorry gue kan gak tahu kalau lo ada di betaking”. Belum selesai kami berbicara Riko tiba-tiba merangkul kami dari belakang “hai ladies-ladies” katanya. “Nanti pulang kampus ke caffe gue yuk” tawar Riko kepada kami. Riko mempunyai sebuah Caffé di dekat apartementku, aku tahu saat aku tidak sengaja bertemu dengannya di sana. Aku dan Lili meng-iyakan saja “yauda boleh”. Di dalam ruangan kelas kami ber-3 juga duduknya berdekatan. Selama mata kuliah berlangsung aku tidak dapat berhenti tertawa melihat tingkah mereka. Lili yang dengan polosnya ber make-up an dan Riko yang bermain game. Saat Lili sedang memakai lipstick nya, entah disengaja atau tidak Riko menyenggol lengan Lili sehingga lipstick di bibirnya menjadi berantakan “eh sorry” kata Riko dengan sedikit senyum sambil menatap layar ponselnya. “Lo apa-apaan si…rapihin ga” kesel Lili sambil menyodorkan tissue dan Lipstick kepada Riko agar merapihkan lipsticknya yang berantakan di bibir karena kejahilan Riko. Riko yang awalnya hanya menatap ponselnya tertawa kecil kemudian menuruti permintaan Lili “hahahaha…ya sudah sini”. Tapi sayangnya Riko membuat Lili semakin kesal karena lipstick yang dibuat Riko ketebalan. Lili mengambil cermin kecilnya dan melihat hasil yang dibuat oleh Riko, aku mencoba menahan tawa untuk melihat reaksi Lili. Lili pun kaget “hah? apa-apan nih…ih lo gimana sih” kesal Lili sambil memukul lengan Riko. Riko yang mencoba menghindari pukulan Lili hanya tertawa kecil “lagian lo anak cowok disuruh gituan” katanya. Aku hanya ketawa saja. 

Sepulang sekolah aku mengenalkan Kiki kepada teman-temanku. “Ini Kiki yang pernah gue ceritakan ke kalian” kataku. “Hai Kiki… gue Lili” kata Liii sambil menyodorkan tangannya. Kiki hanya diam saja dan tidak merespon sama sekali. Lili yang sudah mengerti apa yang terjadi dengan Kiki mencoba mengangguk dan tersenyum saja. Riko merangkul Kiki dan berkata “lo ikut gak sama kita ke café”. Sebelum Kiki memberi respon aku langsung menjawab “ikut dong”. Kiki hanya diam saja dan mengikuti kami. “Sell…ganteng sih tapi sayang” kata Lili. Aku menjawab”sayang apa?”. “ya gitu” jawab Lili. Aku mengerti maksud dari ucapan Lili itu apa. Aku akui Kiki emang ganteng,keren, dan menjadi idaman kebanyakan cewek, tapi tidak ketika dia berpenampilan berantakan dan hanya diam saja. Kami bertiga jalan beriringan masuk ke dalam caffe Riko. Kiki yang tertinggal di betaking mencoba untuk menghindar dari kami. Aku merasa seperti Kiki merasa tidak nyaman jika aku bersama teman-temanku. Ya…seperti yang kita tahu Kiki itu sangan diam sementara teman-temanku sangat berisik. Aku mencoba berjalan di samping Kiki agar dia merasa lebih nyaman dan tidak tertinggal di belakang “Ki? lo gapapa kan?”. Kiki hanya diam dan menatapku sekali. Caffe ini adalah rumah Riko juga, dia tinggal di lantai 3 dan caffe nya berada di lantai 1 dan 2. Riko menyuruh kami memesan makanan dan minuman. “mas antar ke lantai 3 ya” kata Riko ke pelayannya. Kami menuju lantai 3 rumah Riko. Sambil menunggu pesanan datang, kami bermain truth or dare. Kiki tidak ikut karena dia hanya diam saja. Diawali dengan bekas botol minuman yang diputar di tengah-tengah kami. Ketika botol itu diputar tutupnya mengarah kepada Lili “ko gue sih” omelnya. “Ya karena lo” jawab aku ketawa. “truth or dare” Riko memberi pilihan kepada Lili. “hm…apa yya...” bingung Lili kebingungan. “Tapi jangan yang aneh-aneh ya” kata Lili. “aman” jawabku dan Riko serentak. “yauda truth” kata Lili panik menutup matanya dengan telapak tangan . “siapa nih yang kasi pertanyaan” tanya Riko. “gue aja” jawabku. Riko juga tidak mau kalah “enggak enggak gue aja”. Dan kerusuhan antara aku dan Riko dimulai sehingga kami harus main batu,gunting,kertas untuk memilih siapa yang akan memberi pertanyaan kepada Lili. “batu…gunting…kertas” kata kami serentak. Aku memilih kertas sedangkan Riko gunting. “yahhh” kataku kecewa. “yeeyyyy gue” kata Riko kesenangan mengejekku sambil memperbaiki arah duduknya ke arah Lili. “ Apa hal memalukan yang lo alami tapi tidak diketahui orang lain” kata Riko kepada Lili dengan wajah serius. Lili menggigit bibirnya “harus jujur nih”. “ ya iya dong” jawabku. “okey…aku pernah bawa hp dan lipstick aku ke dalam toilet, aku membawanya sambil poop” Lili berhenti sebentar karena aku dan Riko sudah tertawa keras. Lili kesal karena kami ketawa “dengerin dong”. “oke oke oke” jawab Riko. Lili melanjutkan ceritanya “saat aku sudah selesai tinggal mau bersihin tiba-tiba mama aku nelpon, aku kaget dan ponselku jatuh ke dalam toilet” kat Lili. “ponsel lo yang sekarang” tanyaku kepadanya. Lili menjawab “iya”sambil senyum maliu. Sontak aku dan riko teriak kejijikan “ihhh…lo jorok ih…jauh-jauh dari gue” kata Riko menjauh dari Lili dan duduk di sebelah Kiki. Kiki yang ikut berkumpul dengan kami hanya diam melihat kami. Mulailah aksi ejek mengejek antara Lili dan Riko. Kemudian botol diputar lagi dan kini giliran Riko. Aku dan Lili melakukan batu gunting kartas untuk menentukan siapa yang akan memberi pertanyaan kepada Riko. Aku batu sedangkan Lili gunting. Aku mengejek Lili dengan menunjukkan wajah yang sombong. “ih gak adil” kesel Lili. “oke rik truth or dare”. Riko tang pikir panjang langsung memilih “dare”. “yakin?” kataku meyakinkan. “ah jangan yang aneh-aneh dong sell” kata Riko ragu. “hayo lo” kataLili menakuti. “lo harus make up-in Lili” kataku ketawa. “ko gue yang kena” kata Lili. Aku ketawa dan menjawab “gapapa Li kan lo suka di make up-in”. Riko teriak sambil menutupi mukanya dengan bantal sedangkan Lili mengambil make up dari dalam tasnya. “nih make up-in gue” kata Lili sambil meletakkan make up nya di depan Riko. Riko yang khwatir “Serius nih? ntar muka lo kaya monyet Li”. Lili kesal dengan kata-kata Riko menjawab “emang gue monyet”. “Ya sedikit sih” jawab Riko dengan polos. “enak aja lo” balas Lili. Dan aku ketawa keras “ayo cepetan” kataku kepada Riko. Riko memperbaiki duduknya ke depan Lili sambil membuka pouch make upnya “hm… bauk poop lo” kata Riko memajukan wajahnya kepada Lili dengan bibir yang sedikit dimuncungkan ke depan. “is lo itu ya” jawab Lili dengan memukul Riko. “Hmmm…okey aku sering melihat kakakku pakai make up itu gini nih” kata Riko sambil memegang kuas layaknya seoranf MUA. “awalnya pake bedak” kata Riko. “eh pake pelembab dulu dong” balas Lili. Riko awalnya bingung mencari pelembab yang mana dan kemudian dia mengambil satu produk “WARDAH”. “ini?” katanya. “hmm…pinter” jawabku. Dia mengoles wajah Lili dengan sangat serius. “muka lo gausa gitu banget” kata Lili sambil mengusap wajah Riko yang ada di depannya. “ya gue juga sekalian belajar, kali aja gue bisa jadi make up artist bisa make up-in lisa blackpink” jawab Riko dengan wajah serius. Aku dan Lili hanya ketawa dan Lili menjawab “eh Lisa blakpink bisa make up-an sendiri yang ada gue dipanggil jadi make up-nya V Bts”. “halu lo” kata Riko. Lili hanya menunjukkan wajah kesalnya sementara aku membantu Riko mengambil produk-produk yang akan dipakai. Saat akan memakaikan pensil alis kepada Lili, aku dan Lili ketawa keras melihat ekspresi kebingungan Riko “gimana nih”. “ya gambar aja lo kan ahli dalam urusan gambar menggambar” jawabku. “gini nih alisnya itu kaya gini…biar mirip artis-artis Korea”. “ini pulpen mata ya” kata Riko saat kaget melihat eyeliner. “eh itu namanya eyeliner” jawab Lili. Riko dengan raut wajah yang sangat lucu “produk-produk cewe ko canggih ya bisa tebel gini”. Aku dan dan Lili hanya ketawa. “hm udah mirip artis korea lo” kata Riko kepada Lili. Lili dengan polosnya merasa sangat senang dengan perkataan Riko “bener? Udah mirip artis Korea?” kata Lili sambil mengambil cerminnya. Tapi saat Lili melihat wajahnya, dia kaget “apaan nih! ini namanya muka orang yang abis balik berjemur” teriak Lili. Ruang tamu Riko dipenuhi dengan ketawa dan keributan kami. Aku melihat Kiki yang duduk di sampingku, hanya diam sambil memainkan ponselnya. Aku menepuk bahu Kiki “Ki? gabung aja yuk” kataku sambil mengelus bahunya. Tapi dia hanya diam. “ayuk lanjut” kata Lili. Botol diputar lagi dan kali ini mengarah ke aku. “hayo lo” kata Riko mengancamku. Aku hanya mersepon “apaan si lo” . “Kali ini giliran gue! Gue belum kedapatan kasi pertanyaan dari tadi” kata Lili dengan wajah cemberut. Aku dan Riko hanya mengangguk. Lili merubah posisi duduknya mendekatiku “truth or dare?”. Aku menjawab “dare”. Lili diam sejenak dan menunjukkan wajah yang usil. Aku mulai cemas dengan apa yang ada dalam pikiran Lili. “Lo harus ungkapin cinta ke Kiki” kata Lili ketawa usil. Riko hanya ketawa dan mendorong-dorong aku ke arah Kiki “cepetan”. Jantungku berdebar. “Ini hanya sebuah permainan tapi kenapa jantungku berdebar gini?” pikirku. Kulihat Kiki yanh hanya fokus pada layar Hp nya. “sekarang nih?” kata ku meyakin kan lagi. aku mencoba tenang dan menepuk pundak Kiki “Ki…I Love You” kataku dengan sedikit gugup. Kudengar Lili dan Riko berteriak baper, tapi Kiki hanya diam tanpa memperdulikanku. Aku hanya diam gugup merasakan jantungku yang terus berdegup kencang.

Tidak lama setelah itu pelayan Riko datang mengantar pesanan kami “makasi mas” kata Riko. Setelah pelayan Riko pergi kami istirahat terlebih dahulu, merasa lelah karena kebanyakan tertawa. Aku mengambil makanan dan minuman kemudian aku berikan kepada Kiki. Saat Kiki meletakkan ponselnya, aku melihat layar ponsel Kiki. Ternyata selama kami bermain Kiki hanya fokus melihat-lihat tentang musik. Aku tersenyum sebentar melihat Kiki, saat dia melihatku balik aku mencoba mengalihkan pandangku ke objek yang berbeda. Hari ini dihabiskan hanya dengan bermain truth or dare bersama Lili dan Riko.

Sesampainya di apartemen aku langsung mandi dan menyiapkan makan malam. Aku tidak satu atap dengan Kiki. Dia tinggal di rumah kecil di samping apartement. Apartemen yang dibelikan mama memiliki rumah kecil disampingnya. Kata mama untuk menghindari hal yang tidak diinginkan. Aku sering memasakkan Kiki untuk sarapan, makan siang, atau makan malam. Tapi tidak jarang juga dia harus menyiapkan makanannya saat aku sibuk dengan tugas kuliah. Selesai masak, aku langsung mengantarkan makanan ke tempat tinggalnya Kiki. Saat aku mengantar makan malam, aku melihat Kiki sedang sibuk memotong dan mengukir-ukir bambu. “Ki? lo ngapain?” tanyaku kebingungan. Kiki menatapku sekali dan kemudian tidak memperddulikanku. Aku yang mengerti bahwa Kiki tidak akan memperdulikanku diam. “Ki ini makan malam udah gue masakin ya…lo makan dulu” kataku sambil meletakkan tempat makanan di atas meja. Aku masih hanya melihat apa yang dilakukan Kiki tapi dia menatapku dengan tajam sebagai arti aku harus keluar dari tempatnya. Aku yang mengerti dengan maksud dari tatapan Kiki langsung meninggalkannya “gue balik dulu ya jangan lupa lo makan dulu” kataku sambil pergi meninggalkan Kiki.

Aku makan malam sambil mengerjakan tugas di dalam kamar. Tiba-tiba ponselku berdering. Aku kaget dan langsung melihat siapa yang meneleponku. Panggilan video group dari Lili dan Riko. Aku langsung mengangkat dan mengatakan “apa sih ganggu malam-malam”. “gak tahu nih si Lili” kata Riko dari kejauhan sambil mengucek matanya. “Gue bosen, jadi gue telpon aja lo berdua” kata Lili sambil memakai masker. “Li muka lo kenapa putih gitu, lo pake apa?” kata Riko penasaran dengan masker yang dipakai Lili. Aku ketawa “itu masker Rik” kataku. Lili menambah “lo kaya gak pernah maskeran aja”. “memang gak pernah…untuk apa sih?” kata Riko dari kejauhan. Lili yang kaget langsung berkata “hah? serius? Lo gak pernah pakai masker? Aduh masker gue retak” kata Lili sambil memperbaiki maskernya. “Memang gak pernah…mau dong gue” kata Riko. Lili yang mendengar kata-kata Riko mencoba menantang Riko untuk memakai masker “besok lo cobak pake masker”. “siapa takut” balas Riko. “besok kita maskeran di tempat lo ya Sell” kata Lili. “oke boleh” kataku. Riko yang awalnya videoa call sambil terkantuk-kantuk tiba-tiba menjadi segar dan berkata “tapi gue gak punya masker”. “Udah gue punya banyak masker besok gue bawain” jawab Lili. Ya begitulah jika berteman dengan teman yang punya rasa keingintahuan yang tinggi dan teman yang sangat peduli dengan penampilannya. Aku yang biasa-biasa saja harus bisa beradaptasi dengan mereka. Aku harus mengerti sifat teman-teman aku seperti apa. Dan aku harus bisa menjaga diri agar tidak terjerumus dalam pergaulan lyaang negative. Aku masih penasaran apa yang dilakukan Kiki. Aku mengintipnya dari jendela kamar tapi dia sudah tidak ada di luar. “mungkin dia sudah tidur” pikirku. 

Kiki yang berada di dalam rumah masih terus-terusan mengukir dan memotong tripleks. Dia berusaha sebisa mungkin membuat sesuatu yang di idam-idamkannya. Di dinding tertempel beberapa gambar alat musik yang akan dia rancang. Dia sangat ingin memiliki alat musik itu. Namun karena masalah keuangan, dia harus biasa se-kreatif mungkin agar tidak mengeluarkan banyak uang. Dia juga sering latihan menggunakan ponsel tanpa menggunakan alat musik.

Sementara di tempat yang berbeda, mama dan papa Kiki sangat merindukan dirinya. “pa,mama sangat rindu sama Kiki pa” kata mamanya sambil meneteskan air mata. Papanya mendekati mamanya dan merangkul bahunya “papa juga sama ma…dulu papa memang keras kepada Kiki tapi papa tidak bisa jauh dari Kiki”. Mama dan papa Kiki mencoba untuk mengikhlaskan Kiki pergi ke Yogya demi masa depan Kiki. 

Besoknya sepulang kuliah aku,Lili,dan Riko bermain di apartemen seperti yang sudah dijanjikan Lili. Sesampainya di apartemen Lili langsung mengeluarkan semua produk skin care yang dia bawa. “Lo mau kemping? Atau apa?” kata Riko kaget setelah melihat apa yang dibawa oleh Lili.aku juga kaget melihat Lili membawa 1 tas kecil penuh dengan skin care “Li lo serius?. “udah kalian berdua gak usah bawel…ini gue bawa mau ditinggalin di sini, gue mau skin care an setiap hari di tempat lo aja Sel soalnya gue sendirian di rumah kalo bisa gue pindah kesini sekalian…boleh kan?” kata Lili sambil menunjukkan mata imutnya. “Emang mama papa lo kemana” kata Riko. Lili menjawab “mereka sibuk sama kerjaan mereka, dari gue kecil gue udah sering ditinggal sama mereka” kata Lili sambil merapihkan barang-barangnya. Ingin rasanya aku mengatakan “setidaknya lo masih punya kedua orang tua Li” pikirku. Tapi aku tidak ingin mengucapkannya kepada Lili. “Ya terserah lo aja sih” jawabku.”Kalo bisa tinggal sama gue juga gapapa ko” tambah Riko dengan muka yang prihatin namun kelihatan sangat lucu. Aku dan Lili yang melihat ekspresi Riko ketawa. Riko semakin kebingungan karena melihat kami ketawa, dan justru raut wajahnya yang semakin kebingungan membuat kami semakin ketawa. Aku tiba-tiba keingat Kiki dan langsung menjemputnya agar ikut bergabung dengan kami. Namun yang kutemui Kiki sedang melakukan kegiatan yang sama dengan yang tadi malam. Akupun menghampirinya. “Ki?” kataku mengagetkannya.”Gabung yuk, anak-anak lagi main di rumah” kataku sambil memperhatikan potongan-potongan tripleks yang bertebaran di sekeliling Kiki. Kiki yang sedang memegang potongan kayu terdiam hanya menatapku,dan kemudian dia ke mengarahkan kayu di tangannya kepadaku. Aku yang mengira dia akan memukulku dengan kayu yang dia pegang menjadi takut dan sedikit menghinda yang membuat aku terjatuh ke pelukan Kiki. Ternyata Kiki mencoba memukul bola kasti yang hampir mengenai kepalaku. Bola itu berasal dari anak-anak yang sedang bermain di taman depan apartement. Aku benar-benar kaget dengan apa yang dilakukan Kiki. Aku terdiam dan menatap wajah Kiki. Aku merasa sangat nyaman berada di dekat Kiki. Tiba-tiba Kiki menatapku. Aku yang awalnya melamun menatap Kiki menjadi salah tingkah dan kemudian berlari meninggalkannya. Aku salah tingkah dan aku tidak tahu apa yang membuatku tersenyum sendiri. Tanpa sepengetahuanku Kiki juga tersenyum kecil saat aku berlari meninggalkannya. Aku kembali masuk ke dalam apartement dan menjumpai Lili dan Riko.”Mana Kikinya?” kata Lili. Sementara Riko hanya sibuk membaca produk-produk yang dibawa oleh Lili. Aku ingin tertawa melihat tingkah konyol Riko yang sampai segitunya melihat barang-barang anak cewek. “Dia gak mau” jawabku dan kemudian menepuk pundak Riko yang membuatnya kaget “WOI” kataku. Namun aku yang sengaja mengagetkan Riko malah terkena batunya sendiri. Riko kaget yang membuat dia tidak sengaja menyemprotkan foundation ke wajahku. Riko dan Lili tertawa keras, kemudian Lili mengomel setelah dia sadar foundationnya tidak sengaja tersemprot ke wajahku. “Eh punya gue kan? Ihhh Riko” katanya sambil menepuk pundak Riko. Riko yang sedikit tertawa hanya membalas “ya maaf…salahin Sellyn tu dia ngagetin gue”. Aku mengambil tissue basah dan membersihkan wajahku. “ini gimana nih cara pakenya” kata Riko saat mencoba menggunakan masker. Lili yang juga sedang maskeran membantu Riko memakai masker “gini nih” katanya. 

Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam. Riko sudah pulang terlebih dahulu karena dia harus merapikan caffe nya. Tinggal aku dan Lili yang sedang tiduran di sofa ruang tamu. “Sel” katanya memulai pembicaraan. “Emang gapapa ya kalau aku tinggal di sini sama lo…gue benar-benar kesepian tahu di rumah” kata Lili sambil merubah posisinya dari tidur menjadi duduk. Aku membuka earphone yang aku pakai dan menjawab ”kalau mama sama papa lo ngijinin ya gapapa”. “mereka pasti ngijinin ko…mereka kan gak pernah peduli sama aku” jawab Lili. Aku mendengar perkataan Lili itu langsung duduk di sampingnya dan berkata “Li…mereka sibuk bukan berarti mereka gak perduli sama lo…mereka sibuk juga untuk lo…buat kebutuhan lo”. Lili tidak menerima dengan apa yang aku katakan “lo gak ngerti Sel”. Aku mencoba untuk meyakinkan Lili “aku ngerti ko Li perasaan lo”. Lili yang semakin tidak menerima dengan kata-kataku mulai berkata dengan suara yang membentak “lo gak ngerti karena mama sama papa lo selalu ada buat lo sel!. Melihat Lili yang membentakku dengan membawa papa membuatku habis kesabaran dan balik membentaknya “papa gue udah gak ada Li! dari gue kecil papa gue udah meninggal…mama gue sibuk… baliknya hanya sekali seminggu dan itu pun kalau dia benar-benar punya waktu untuk balik ke rumah…gue selalu sendirian…gue pingin curhat tapi seakan semua orang itu jauhin gue” kataku mulai meneteskan air mata”bukan berarti karena gue selalu ceria, hidup gue itu enak Li…gue juga butuh seseorang yang selalu nemenin gue” kataku dengan suara yang mulai melemah. Lili terdiam dan mulai menangis “Maafin gue Sel” kata Lili. Kami berdua berpelukan dengan berderai air mata. Kiki mendengar semua pembicaraan kami dari anak tangga dekat ruang tamu. Kiki hanya diam dan kemudian pergi meninggalkan kami. 

Pagi ini badanku terasa tidak enak, aku lemas dan badanku panas. Aku berencana untuk tidak masuk kuliah, tapi hari ini adalah mata kuliah favoritku. Aku bergegas sarapan dan kemudian minum obat. Aku mencari obat penurun panas dalam kotak obat “tidak ada ya” pikirku. Ternyata aku tidak mempunyai obat untuk penurun panas. Jadi aku hanya memperbanyak minum air putih saja. Aku menghampiri Kiki yang sudah menungguku dari tadi di mobil. Dengan wajah pucat dan lemas aku hanya berkata “maaf ya Ki gue lama datangnya, badanku gue lagi gak enakan” kataku sambil masuk ke dalam mobil. Kiki hanya diam menatapku dengan sedikit mengernyitkan alis matanya, dan kemudian masuk ke mobil. Kiki beberapa kali melihat keadaanku melalui kaca spion. Aku hanya terduduk lemas tanpa menyadari itu. Sesampinya di kampus aku semakin lemas “Ki makasih ya” kataku. Baru selangkah aku berjalan meninggalkan Kiki pandanganku kabur dan gelap. Setelah itu aku tidak sadarkan diri. 

Saat aku terbangun, aku sudah berada di dalam kamar dan kulihat Lili yang tertidur di sampingku dan Riko yang tertidur di sofa. “Mereka ini” pikirku dengan sedikit senyum dan menggeleng. Badanku sudah mulai enakan walaupun kepalaku masih sakit. Aku melihat jam dan ”hah sudah jam segini”? kataku kaget. Kemudian aku menutup mulut karena takut membangunkan Lili dan Riko yang sedang tertidur pulas. Jam sudah menunjukkan pukul 17.00. Sudah seharian aku tidak sadarkan diri. Aku langsung keluar kamar dan menuju ke dapur untuk menyediakan makan malam. “Kasihan Lili dan Riko yang sudah menemaniku, aku akan menyediakan makan malam untuk mereka” kataku pelan. Saat aku keluar kamar, aku melihat Kiki juga tertidur di berada di sofa. Setibanya aku di dapur betapa kagetnya aku setelah melihat makanan sudah tersedia di atas meja makan. “Masih hangat” pikirku saat menyentuh beberapa tempat makanan. Aku beberapa kali menoleh ke kiri dan kanan. “siapa yang masak?” kata pelan. Aku benar-benar bingung karena Lili,Riko, dan Kiki sedang tidur. Beberapa detik kemudian Lili datang dengan wajah kantuk sambil mengucek matanya “Sel? Lo udah sadar?...kita khwatir banget tahu sama lo” katanya. Melihat Lili yang tiba-tiba datang menemuiku, aku mengira dia lah yang memasak semua ini. Aku memeluknya dan berkata “makasih ya Li udah masakin gue”. Lili yang kebingungan hanya menunjukkan ekspresi bingung “hah?” katanya. “Makasih ya udah masaikin gue” kataku kegirangan sambil memegang tangan Lili. “oohh…oo..kkeee…” kata Lili terbata-bata. Tidak lama kemudian Riko menyusul “Sellyn? Lo kenapa bisa sakit?” katanya menunjukkan mata lebar. Dan karena mencium aroma masakan yang lezat, Riko salah fokus dan kemudian mengambil piring sambil berkata “bagus deh Sel kalau lo udah sadar, makan yuk kayanya lezat nih” katanaya. “Yey lo tu kalau udah soal makanan” jawabku. “Lili yang masak” aku menambahkan sambil menunjuk ke arah Lili. Lili tersenyum kebingungan sambil menggaruk kepalanya. Riko dengan mulut yang berisi makanan menatap Lili “tumben banget lo”. Aku menghampiri Kiki untuk mengajaknya makan malam bersama. Namun saat aku sampai di sofa tempat dia tidur tadi, dia sudah tidak ada dengan selimut yang sudah rapi. Aku ingin memanggilnya, namun aku dipanggil Lili. “Sel mulai malam ini gue tinggal sama lo ya…mama papa gue udah ngijinin gue ko” kata Lili. “Oke gapapa barang lo gimana?” tanyaku. Lili dengan sedikit ketawa menunjuk ke arah koper besar yang berada di dekat tangga “tuh barang-barang gue”. “Dasar ya lo” kataku menambahi sambil tertawa. 

Saat tengah malam, aku terbangun karena mendengar suara musik dari luar rumah. Suaranya sangat dekat dan membuatku penasaran siapa yang memasang musik malam-malam seperti ini. Aku mengintip dari jendela kamar, namun di luar sangat sepi gelap gulita. Aku keluar kamar dan mencoba mengintip keluar jendela dari ruang tamu. Namun sama, hanyalah sepi dan gelap gulita yang aku temukan. Semakin aku menuju keluar apartement, suaranya semakin jelas terdengar. Saat aku membuka pintu untuk memeriksa keadaan di luar, suaranya menghilang. “Aku mimpi?” kataku pelan. Aku melihat ke sekelilingku tapi tidak ada rumah-rumah ataupun orang yang sedang memasang musik. Aku mengira itu hanyalah mimpiku. Aku masuk kembali ke dalam apartement dan kembali ke kamar. Tapi entah apa yang membuat aku menjadi kepikiran dan terus mengingat Kiki. Aku melihat ke arah Lili yang sedang tertidur pulas. Aku mencoba untuk tidur lagi, tapi sayangnya mataku sudah tidak ingin terpejam lagi. karena aku tidak bisa tidur, aku menonton tv agar bisa tertidur lagi. Dan benar saja, aku tertidur di ruang tamu dengan Tv yang masih menyala. 

Keesokan paginya saat aku terbangun, Tv sudah dalam kedaan mati dan aku sudah terbalut selimut. “siapa yang memakaikan aku selimut?” pikirku. Aku terduduk kaget setelah melihat keluar jendela. “udah pagi banget” teriakku. Saat aku akan bangkit dari sofa, aku melihat serangkaian bunga mawar dan sekeranjang buah-buahan. Aku mengambil bunga itu dan mencium aromanya sebentar. Awalnya aku sangat bingung bunga dan buah-buahan itu darimana. Tapi aku menjadi tidak bingung setelah melihat Riko keluar dari dalam kamar mandi. Aku tersenyum ke arah Riko dan mengatakan “terima kasih ya Rik” kataku sambil bangkit dari sofa dan membawa bunga serta buah-buahan itu. Riko bingung dan berkata “terima kasih?”. Aku tidak membalas ucapakan dari Riko dan hanya jalan menuju dapur. Riko menghampiriku “tadi jam 6 gue udah datang kesini si Lili yang bukain pintu” katanya. “tumben banget” jawabku kepada Riko sambil mengupas buah-buahan yang berada di atas meja tadi. “Abis gue bosen banget hari ini caffé libur”. “Lili sudah bangun?” tanyaku kepada Riko. Riko menjawab “sudah dai ke luar tadi”. Aku pergi ke tempat Kiki dengan membawa sepiring buah-buahan yang telah di kupas dan dipotong. Kulihat Kiki sedang sibuk melakukan kerjaan yang sama seperti sebelum-sebelumnya, yaitu memotong kayu. Dia ditemani oleh Lili yang duduk di bangku depan rumah Kiki. Entah kenapa aku merasa tidak nyaman jika melihat mereka berduaan. Aku menghampiri Kiki dan Lili. “Hai Sel” sapa Lili. Aku hanya tersenyum dan menyodorkan sepiring buah-buahan kepada Kiki. “Ki ini ada buah-buahan…tadi dibawa sama Riko” kataku sambil menyodorkan sepiring buah-buahan. Kiki terdiam dan menatap kepadaku. Dia melirik kepadaku dan kemudian ke buahan. Lili memiringkan kepalanya dengan ekspresi kebingungan “Riko?” katanya. Lili diam dan melirik kepada Kiki. Sementara Kiki mengambil sepiring buah-buahan dari tanganku dan kemudian sibuk melanjutkan kegiatannya.

Saat aku dan Lili berada di dalam aparteman, kami tidak tahu kemana Riko pergi. Kami hanya mengira si Riko sedang lari pagi karena tadi pagi Riko mengatakan bahwa dia inin lari pagi keliling kompleks. Aku sedang sarapan bersama Lili, tiba- tiba ponselnya Lili berdering. “Sel mama gue nelpon…bentar ya” katanya sambil meninggalkanku. Aku mengangguk saja dan melanjutkan sarapan. 

Riko datang ke tempat Kiki dan masuk ke dalam dengan ekspresi wajah yang dingin. “Ki…Kiki…Kiki!” katanya dengan nada suara yang semakin meninggi. Namun Kiki hanya sibuk menngecat gitar buatannya sendiri. Karena habis kesabaran melihat Kiki yang tidak memperdulikannya Riko pun menarik paksa lenganbaju Kiki. Kiki yang diam hanya menarik lengan bajunya dari tangan Riko. Riko melihat ke arah gitar dan seruling bambu buatan Kiki. Dan kemudian dia tertawa “lo buat itu? Hah?” kata Riko dengan ketawa yang mengejek. “Lo gak sanggup beli?hah?” katanya sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Kiki. “Kerjaan mama sama papa lo apa sih sampe lo gak bisa beli gitar?...kalau gitar aja gak sanggup beli jangan mimpi jadi musisi” kata Riko sambil menunjukkan ekspresi wajah yang mengejek. Dia melanjutkan “Dengar ya bukan berarti karena Sellyn dekat banget sama lo dia bakalan sukak sama lo…lo itu hanya anak laki-laki bodoh, pendiam, dan miskin…jadi jangan halu…jangan mimpi bisa dapatin Sellyn” katanya kemudian tertawa. Kiki hanya diam menatap mata Riko dengan mengepalkan tangannya. Riko yang sadar akan itu menambahi “kenapa hah? mau marah! Marah aja nih tonjok gue tonjok sekarang” katanya sambil mengarahkan pipinya ke arah Kiki dan kemudian ketawa. “Lo pingin jadi musisi kan?” kata Riko sambil melihat ke arah gitar dan seruling buatan Kiki. Kemudian Riko mengambilnya dan mengatakan kepada Kiki “ini buatan lo…sampah” kata Riko sambil melemparkan dan menginjak-injak gitar dan seruling buatan Kiki sampai hancur. “makan tu sampah” kata Riko sambil ketawa terbahak-bahak dan kemudian meninggalkannya. Kiki mengusapkan rambutnya ke belakang dan mengumpulkan gitar serta seruling buatannya. Kiki terdiam sejenak dan kemudian duduk menatapi gitar serta serulingnya yang hancur. 

Pada saat tengah malam aku kembali terbangun setelah mendengar suara musik yang aku dengar sebelum-sebelumnya.”musik itu lagi?” pikirku. Aku mengenal musik ini musik ini adalah lagu “maroon 5 memories”. “siapa yang memainkan musik sebagus ini?” kataku pelan. Aku mengintip dari jendela, melihat ke sekeliling apartement. Namun sama seperti malam yang lalu, tidak kelihatan apa-apa di luar sana. Aku keluar apartement untuk memastikan. Namun hasilnya nihil. Saat aku sudah di luar, instrument musik itu tiba-tiba menghilang begitu saja. Aku memastikan sekali lagi ada rumah yang memang penghuninya sedang memainkan alat musik. Namun tidak ada. Dengan wajah kebingungan aku berlari masuk ke dalam apartement karena takut. Aku membangunkan Lili karena aku benar-benar sangat takut “Li…Lili…bangun Li…ada suara-suara diluar sana” kataku menggoyang-goyangkan tubuh Lili. Dengan masi terkantuk-kantuk Lili berkata “suara kodok kali Sel” katanya. “Suara kodok gimana…eh Li bangun gue takut” aku terus menggoyang-goyangkan tubuh Lili agar dia terbangun. “Lo mimpi kali Sel, udah ah tidur lagi gue ngantuk ni” balasnya dengan merubah posisi tubuhnya menjadi menyamping. Aku yang masih dalam keadaan takut memaksakan diri untuk tidur. Aku takut tapi aku juga kagum mendengar instrument musik itu “bagus sih cara main musiknya” kataku pelan sambil memeluk boneka bear putihku.

Keesokan paginya sambil sarapan, aku menceritakan kejadian tadi malam kepada Lili “Li lo tahu gak kalau tadi malam itu gue dengar suara musik gitu” kataku dengan mulut yang masih berisi roti. “Rumah sebelah kali yang lagi main musik, atau lagi dengarin muaik” kata Lili sambil makan roti dengan mata yang tertuju ke ponsel. “Gue udah cek keluar, tapi waktu gue sudah sampai di luar suaranya menghilang dan ini bukan yang pertama kalinya gue denger musik itu…udah dua kali” kataku panjang lebar menatap wajah Lili. Tapi Lili hanya fokus kepada gadget-nya. Aku yang kesal karena Lili tidak mendengarkanku memegang dagu Lili dan menariknya ke arah wajahku. Lili menjawab “positive thinking aja Sel…mungkin aja setiap kali lo sudah sampai di luar dia sudah matikan musiknya” katanya sambil melepaskan tanganku. Dan kemudian dia fokus lagi ke gadet-nya. “Lo liat apaan sih” kataku sambil melirik ke ponselnya. Lili menggeserkan ponselnya ke arahku agar aku dapat melihat juga apa ytyang dia lihat “ini loh ada yang lagi viral di YouTube…main musiknya jago banget…tapi dia gak nunjukin mukanya. Aku melihat ada seorang laki-laki yang memakai masker hitam dan jaket hitam memainkan musik. Dia menutupi identitasnya di You Tube. Aku merasa tidak asing dengan cowok yang menutupi identitasnya itu “siapa ya?” pikirku. Aku memang sering melihat video atau orang yang meng cover lagu. Tapi berbeda dengan yang satu ini. Musik yang dia mainkan sangat membuatku merasa nyaman. “Gue penasaran sama dia…siapa ya”kata Lili. Aku hanya fokus melihat video itu. Aku benar-benar sangat nyaman mendengar dia memainkan musik.

Sementara di Negara lain, Tia sahabatku telah terjerumus dengan pergaulan yang tidak sewajarnya. Tia memiliki sahabat baru di Belanda yang juga kebetulan berasal dari Indo. Dia membuang waktunya untuk befoya-foya. Uang kuliah yang dikirim oleh mamanya pun tidak ia pergunakan untuk kuliah, melainkan untuk berfoya-foya agar terlihat keren di hadapan teman-temannya yang ada disana. Dia juga sering bolos kuliah dan memilih untuk shopping. Hingga uang yang dikirim oleh mamanya pun menjadi menipis. Tia lupa bahwa dia harus mentraktir teman-temannya untuk makan di sebuah restoran mewah. Beberapa kali teman-temannya menelponnya untuk menagih janjinya. Tapi dia sengaja tidak mengangkatnya karena uangnya sudah habis. Hingga seorang temannya mendatanginya ke dalam kamarnya. Tia mengira yang mengetuk pintu kamarnya adalah security hotel, namun dugaannya salah. Itu adalah salah satu temannya yang ingin menagih janjinya. Saat Tia membuka pintu kamarnya, betapa kagetnya dia melihat temannya berdiri dengan menyilangkan tangan. “Kemana aja lo” kata temannya. Tia dengan tingkah yang was-was mencari alasan “mm…gue dari toilet”. “Ayo cepat anak-anak yang lain udah pada ngumpul…lo kan janji mau tarktir kita makan di restoran” kata temannya sambil duduk di kasur Tia. Tia mondar-mandir sambil memainkan jarinya, temannya yang melihat tingkahnya pun merasa aneh “lo kenapa sih…come’on girls…cepat” katanya. Tia menarik nafas panjang dan berbicara jujur kepada temannya “sorry…duit gue sudah menipis…sudah mau habis” katanya dengan wajah tertunduk sambil memainkan jari. Teman Tia sedikit kaget dna kemudian dia menjadi santai dan berkata “yaeyalah santai aja kali ada gue”. Tia yang awalnya takut kini wajahnya berubah menjadi cerah. Dia menjadi bersemangat mengampiri temannya yang duduk di kasur “lo beneran?...makasih ya ”kata Tia sambil memeluknya. “Yaudah lo siap-siap sana” balas temannya. Tia berlari ke dalam kamar mandi dan bersiap-siap. Namun tanpa sepengetahuan Tia, temannya menelepon temannya yang lain saat Tia masih berada di dalam kamar mandi.

Tia duduk di bangku belakang mobil temannya yang masuk ke dalam kamarnya. Awalnya Tia tidak menaruh rasa curiga sedikitpun akan teman-temannya,dia happy sambil bernyanyi-nyanyi ria dengan temannya. Tiba-tiba mobilnya diberhentikan di sebuah jalan sepi,dan ke-3 temannya melihat ke arah Tia. “Guys?...kenapa berhenti” kata Tia mulai merasa tidak enak dengan teman-temannya. “turun dulu aja” kata salah satu temannya. Tia turun dari mobil setelah salah satu temannya turun dari mobil juga. Tia melihat ke arah sekitarnya dan kemudia dia kaget setelah salah satu temannya menjambak rambutnya. Salah satu temannya memegang pipi Tia dan menariknya mendekati wajah temannya. “Lo tahu kan kalau kita paling gak suka sama yang namanya ingkar janji?. Tia yang ketakutan hanya menjawab “sorry san tapi duit gue benar-benar udah abis”. Teman-temannya ynag lain hanya tertawa dan kemudian menggeleng “kita bodo amat…yang janji kan lo”. Kemudia salah satu temannya mengambil sebotol minuman dan kemudian menuangnya di atas kepala Tia. Tia di dorong sampai jatuh dan teman-temannya hanya tertawa saja. Salah satu temannya mendekatinya dan menjambak rambutnya ke belakang “lo tahu kan akibatnya kalau ingkar janji sama kita? lo tahu juga kan cuma orang-orang berduit aja yang bisa dekat sama kita”. Tia menangis sementara temannya hanya tertawa saja. Tia di dorong sampai dia tersungkur di tanah dan kemudian dia ditinggalkan sendiri di tempat yang di tidak tahu itu dimana. Tia hanya menangis saja sambil berjalan menyusuri jalann yang tadi dia tempuh bersama teman-temannya.

Pada saat tengah malam aku terbangun karena ponselku berdering. “Siapa sih nelepon malam-malam gini” kataku kesal. Aku terduduk setelah melihat siapa yang meneleponku. “Tia?” kataku teriak. Kemudian aku menutup mulut setelah sadar akan Lili yang tertidur pulas. Aku keluar kamar untuk mengangkat telepon dari Tia. “Tia? Apa kabar?” kataku menyapa Tia dengan semangat. Namun hanya suara tangis Tia yang kudengar. “Ti? Lo kenapa? Lo gapapa kan?” kataku lagi kepada Tia. Dengan suara yang bergetar Tia mulai berbicara “Sel…”. Kemudian Ti menjelaskan semua apa yang terjadi kepadanya. Aku kesal kepada Tia karena dia tidak bisa mengontrol sikapnya di tempat orang lain. Tapi aku juga merasa kasihan kepadanya karena dia adalah sahabatku. “Gue mau ke tempat lo aja Sel” tambahnya. “gimana sama mama lo?” tanyaku kepadanya. Tia semakin menangis “mama gue aman Sel…ntar gue kasih tahu”. Aku benar-benar tidak bisa melihat sahabat-sahabatku menangis. Aku meng-iyakan permintaan Tia dan kemudian mengirim alamat apartemetku kepadanya. 

Besok paginya aku meminta Kiki untuk menjemput Tia di Bandara. Sesampainya di Bandara Tia yang melihat Kiki langsung berkata “lo sekarang jadi babunya Sellyn?” katanya sambil tertawa. Kiki hanya diam saja dan menatap ke arah Tia. “Ups sorry, nih barang-barang gue tolong di angkat ya” kata Tia dan langsung masuk ke dalam mobil. Kiki menggelang dan kemudian mengangku barang-barang Tia ke mobil. Di mobil Tia terus-terusan memberi pertanyaan kepada Kiki “gaji lo berapa dikasi sama mama nya Sellyn, pasti tinggi ya…Sellyn sering marahin lo ga? Kalau sering ya wajar aja sih karena kan lo itu kerjanya diam-diam aja”. Kiki yang merasa kesal dan terganggu dengan celotehannya Tia, me-rem mobil secara tiba-tiba. Tia yang kaget karena Kiki rem mendadak ingin mengomel namun tiba-tiba menjadi diam setelah melihat Kiki menatap tajam kepadanya dari kaca mobil. 

Sesampainya di apartement, dengan seenaknya Tia langsung masuk ke dalam tanpa memberi salam sedikit pun “barang-barang gue di masukin ya” katanya kepada Kiki. Kiki hanya mengikut perintah Tia. Tia masuk ke dalam dan kemudian menumbangkan badannya di sofa. “Apartement lo mewah ya Sel” katanya. Aku yang berada di dapur kaget setelah mendengar suara Tia ada di dalam “Tia? Ko gak telepon gue dulu…lo masuk darimana?”. Tia bangkit dari sofa dan menghampiriku “ya elah Sel kaya lagi sama siapa aja lo…ini untuk gue ya” katanyasambil mengambil minuman yang ada di tanganku dan kemudian meminumnya. Tia melanjutkan “kamar lo dimana? Gue mau istirahat dulu dong” kata Tia sambil meninggalkanku dan mencari kamar tidurku. Aku menggeleng melihat tingkah Tia yang berubah drastis. Lili yang duduk di meja makan berkomentar “gak sopan banget sih teman lo Sel…lo yakin dia bakalan tinggal bareng kita?”. Aku hanya terdiam dan kemudia melihat kedatangan Kiki yang membawa beberapa koper Tia “Kiki?”. Aku menghampiri Kiki dan menolongnya “sini gue bantu”. Aku benar-benar tidak habis pikir akan tingkah Tia yang berubah drastis. Aku menghampiri Tia yang berada di kamar, aku ingin berbicara kepadanya. Tapi dianya sedang tertidur dan akupun meninggalkannya lagi.

“Sel” kata Lili yang menghampiriku ke kolam berenang. Aku hanya menatap ke arah Lili. “gue ko merasa gak nyaman ya sama teman lo itu” kata Lili sambil menatap ke arahku. Aku merubah posisiku menjadi berhadapan dengan Lili “rnggak ko Li…Tia itu baik…mungkin karena lo baru pertama kali ketemu aja” kataku meyakinkan Lili. Lili hanya diam saja dan meminum juice yang dia bawa. 

Sementara Kiki di tempat tinggalnya selalu sibuk dengan kerajinan yang dia kerjakan. Tempat tinggalnya dipenuhi oleh barang-barang kerajinannya. Dia menyusunnya rapi di betaking rumah sehingga tidak ada seorang pun yang melihat kerajinannya. Beberapa kali Kiki menonton dan mendengar instrumen musik dari musisi-musisi favoritnya. Dan kemudian beralih ke video tentang kerajinan. Di tengah-tengah Kiki sedang asyik menonton, tiba-tiba pintu rumahnya di ketuk. Kiki membukanya dan kemudian melihat Tia yang berdiri di depannya. Tanpa ada rasa sopan santun Tia asal masuk ke dalam rumahnya dan kemudia duduk menyilangkan kaki “jadi ini tempat tinggal lo”. Kiki yang melihat ke tidak sopanan Tia hanya diam melihatinya. “biasa saja sih” tambah Tia sambil menggoyang-goyangkan kakinya.kemudian Tia berdiri dan menyodorkan uang seratus ribu kepada Kiki “belikan gue makanan”. Kiki hanya diam dan menatapi uang yang disodorkan oleh Tia. Tia yang melihat Kiki hanya diam “haloo…cepat dong…makanan apa aja…kembaliannya di ambil aja gue tahu lo lagi butuh”. Kiki menghela nafas dan menerima uang yang disodorkan oleh Tia . sebelum Tia meninggalkan Kiki, dia salah fokus melihat Hp Kiki yang berada di atas meja. Dia mengambil Hp Kiki dan kemudian berkata “ ini Hp lo…ih jelek banget tahu! Lo udah bisa ganti nih” katanya sambil menjatuhkan ponsel Kiki dan kemudian pergi meninggalkannya. Kiki menghela nafa slagi dan kemudian keluar untuk membeli pesanan Tia. 

Saat aku dan Lili ingin belanja bulanan ke Mall, aku tidak melihat Kiki di rumahnya. Bahkan mobil juga tidak ada. Kami beberapa kali mengetuk pintu rumah Kiki. Aku juga sudah beberapa kali menghubungi ponselnya. Tetapi tidak ada jawaban. Tidak beberapa lama, Kiki yang mengendarai mobil pun datang. “darimana dia?” kata Lili kepadaku. Kami berlari menuju mobil dan menghampiri Kiki “Ki…lo darimana sih…kami khwatir tahu gak”. Belum selesai aku berbicara Tia keluar dari dalam apartement “tadi dia gue suruh beli makanan…mana pesanan gue” katanya kepada Kiki. Kiki hanya diam dan menyodorkan pesanan makanan kepada Tia. “Loh kembaliannya ambil aja gue baik lo” tambah Tia kepada Kiki. Lili hanay menggelang saja melihat kelakuan Tia. “Ti…Kiki itu bukan pembantu…dia Cuma jadi sopir gue aja…tolong hargain dia” kataku peda Tia. “Santai kali Sel,Kikinya aja gapapa ko” jawab Tia. Lili yang benar-benar sudah habis kesabaran melihat tingkah Tia membentak Tia “lo jangan songong banget dong jadi orang…masih numpang aja bangga”. Tia yang tidak terima dengan perkataan Lili membalasnya “heh diam lo! emang lo disini gak numpang?”. Lili ingin menampar wajah Tia, namun aku langsung melerai kedunya dan mengajak Lili dan Kiki pergi meninggalkan Tia “sudah sudah sudah…yuk kita pergi aja”. Aku duduk di bangku depan sedangkan Lili di bangku depan. “Ki…kalau Tia perintah-perintahin lo…lo gak usah mau” kataku kepada Kiki yang sedang nyetir mobil. Lili menambah “teman lo ko bisa bertingkah gitu ya Sel…dari SMA tingkahnya emang gitu?”. Aku hanya diam dan tersenyum sedikit kepada Lili.

Lihat selengkapnya