Ilustrasi 1:
Kila berdiri di depan kelas memperkenalkan diri di sekolah baru: TK Matahati. Rambutnya dikuncir kuda. Lihatlah, Kila sedang meniupkan napasnya sampai kedua pipiya menggelembung seperti sedang meniup balon.
1 | PERKENALAN
“NAMAKU KILA… aku suka makan sup yang ada jagungnya. Tapi aku enggak suka makan nasi. Soalnya, aku muntah kalau makan nasi. Aku sayang Nene—tapi, aku lebih sayang sama Bunda. Tapinya Bunda kerja terus supaya aku bisa jajan. Jadinya, aku lebih sering sama Nene di rumah. Rumah aku yang baru, dekat rumah Nene. Nene itu … kakaknya Bunda, tapi aku panggilnya Nene. Kata Bunda, sekarang aku sekolah di sini—supaya dekat sama rumah yang baru. Sekolah aku yang lama juga dekat sama rumah aku yang dulu.
Terus…. aku juga suka lupa-lupa. Nene sama Bunda malah bilang, aku pelupa dan ceroboh kalau simpan sesuatu. Padahal, kan, aku cuma enggak ingat. Hm… kalau sudah besar, aku mau jadi tinggi kayak Bunda … supaya bisa buka pintu sendiri. Terus, kalau aku punya uang banyak, aku mau kasih semua ke Bunda supaya Bunda enggak usah kerja-kerja lagi. Soalnya, kan, Ayah sudah punya rumah baru—sama Mama baru juga. Kata Bunda, aku harus sayang sama Ayah, tapinya aku sudah enggak ketemu-ketemu lagi sama….”
Ada muka cemas di akhir kalimat Kila. Kikuk. Ia tidak tahu mau bicara apa lagi di hadapan teman-teman barunya. Ibu Guru segera menghampiri Kila yang masih berdiri di depan kelas.
Lihatlah, wajahnya malu-malu. Kikuk. Tapi ada senyum sipu di bukit pipinya. Ia tampak sangat senang seperti menemukan tempat bermain baru—oh, betapa senangnya ia. Menjumpai tempat baru, wajah-wajah baru, Ibu Guru baru, dan hari-hari yang juga baru.
Setelah perkenalan itu, Kila menarik dan meniup napasnya sampai kedua pipinya menggelembung, seperti sedang meniup balon. Kemudian, ia tersenyum, lalu menggoyangkan ekor rambutnya yang serupa ekor kuda.
“Sudah, Bu.” Kata Kila malu-malu. Ibu Guru tersenyum mendengarnya. Sambil tersipu, Kila suka melihat kerudung Ibu Guru. Warnanya kuning cerah secerah wajahnya yang ramah dan hangat; sehangat matahari pagi.
Ibu Guru kemudian berkata, “Ayo sapa teman barunya...” Mereka semua bersuara. Riuh sekali, sampai-sampai Ibu Guru menempelkan telunjuknya di depan bibir. Kemudian mengatakan, “Kalian sungguh bersemangat, hebat!” ucap Ibu Guru. Hangat dan lembut sambil memberikan jempolnya kepada semua.
“Kila! Sini duduk sama aku!” Suara itu datang dari sisi kanan kelas, meja kedua di dekat jendela. Seorang gadis yang rambutnya dikepang dua itu bernama Aya. Gadis manis berpipi bulat yang sedang menggenggam pensil di kedua tangannya. Kila menatap ke arahnya, kemudian melirik wajah Ibu Guru, seperti meminta restu. Ibu Guru tentu mengerti maksudnya, kemudian tersenyum dan mengangguk lembut sekali, selembut pelukan ibu. Maka, Kila pun segera mengambil tempat di sebelah Aya, di dekat jendela.
Lihatlah, mula-mula Kila melepas tas dari punggungnya, lalu mengulurkan tangannya kepada Aya dan berseru, “Aku Kila!”
Aya menyambar dan segera menggoyangkan genggaman tangan mereka seraya berkata, “Aku kan sudah tahu namamu. Namaku Aya!”
Kemudian mereka tersenyum, lalu duduk sebagaimana anak-anak yang lainnya. Anak-anak yang lain sibuk dengan benak masing-masing; melihat ke arah Kila yang masih belum terbiasa dengan kelas barunya.
Kelas itu, berbentuk persegi panjang dan berwarna krem di seluruh sisinya. Ada sebuah papan tulis besar di bagian depan dan di kanan papan itu, ada banyak tempelan dari karton beraneka bentuknya. Meja dan kursi punya Ibu Guru, berada di sudut kiri depan kelas. Sementara anak-anak, duduk manis di kursi dengan meja warna-warni yang mungil.