Dengan sangat hati-hati Mobil milik Rudi menuju ke alamat yang diberikan Handri karena letaknya rumahnya lumayan jauh dan dia belum pernah kesana beberapa lampu merah membuat mobil milik Rudi berhenti karena macet yang lumayan panjang, Sembari berhenti Rudi kembali mengingat dulu bulan mei tahun 1998 sebelum kejadian peristiwa 1998, dihari berikutnya setelah malamnya ayahnya pak suryadi berpesan kepadanya, ucapan ayahnya terngiang-ngiang di kepalanya padahal waktu itu baik Rudi dan teman Mahasiswa baik seangkatan dan juga juniornya berencana untuk ikut berdemonstrasi bergabung dengan mahasiswa lainnya menuntut presiden saat itu agar mundur dari jabatannya, mereka yang berjumlah puluhan lebih Mahasiswa berbondong-bondong bak pejuang kemerdekaan dan sangat bersemangat untuk berangkat berdemonstrasi dengan mengajak Mahasiswa lainnya yang berada di kampus waktu itu.
"Hei Rud Ayo kita jalan, Bukanya kamu janji kemaren mau ikut kami demo bersama para Mahasiswa Teknik lainnya, Mahasiswa lain di berbagai tempat juga akan ikut demonstrasi lagi hari ini," kata kawan kuliahnya yang bernama Haris.
"Maaf Ris hari ini aku belum bisa, kata Ayahku aku tidak boleh ikut-ikutan Demo seperti itu, Aku harus menyelesaikan tugas kuliah terakhir kita, Maaf ya Ris aku tidak bisa menepati janjiku hari ini kepadamu," jawab Rudi.
"Alah, Rud tugas kuliah bisa menyusul nanti-nanti, sebaiknya kau ikut kita demo hanya sebentar saja, cuma beberapa jam di jalan ayolah ayahmu itu terlalu khawatir kamu kan anak laki-laki, Kita semua masih muda suarakan apa yang menjadi hak kita dan sampekan unek-unek kita terhadap pemerintahan sekarang, Ayolah Rud, sudah tiga puluh tahun lebih rakyat kita tidak sejahtera mereka semakin lama semakin menderita, Bahan pokok mulai mahal tidak kah kamu merasakankah semakin hari kita yang miskin ini semakin susah untuk makan sesuap nasi saja pikirkan itu Rud," jelas Haris.
"Kau memang benar Ris apa yang kau bilang tidak salah, keluargaku juga hidup sederhana Ris tidak kaya seperti yang anak-anak lain pada umumnya di kampus kita, Ayahku kerja mati-matian buat kami hidup sampe bisa menyekolahkan dan menguliahkan kami hingga sekarang Ris, Bukannya Orang tuamu juga begitu Ris Aku tidak mau membuang tenagaku untuk hal yang menurutku percuma, Aku akan turuti ucapan Ayahku untuk benar-benar kuliah sampai aku menyelesaikannya," jawab Rudi lagi.
"Percuma katamu! Ya sudahlah dasar pengecut tidak mau ikut ya sudah selamanya kita bukan kawan lagi, Aku tidak menyangka mau dibawa kemana masa depan bangsa ini kalau semua mahasiswa berpikir sepertimu, Aku kecewa saja kau yang tadinya mau ikut malah sekarang tidak jadi ikut kejalanan Rud," ucap Haris terlihat kesal dan mulai marah.
"Ris dengarkan aku dulu," ucap Rudi sambil mau memegang tangan kawannya itu.
"Aku tidak mau dengar, ayo kawan-kawan kita tidak butuh Mahasiswa pengecut macam dia," marah Haris sambil menepis tangan Rudi dan berlalu mengajak kawannya untuk demo.
"Ayo kita pergi tinggalkan pengecut ini sendiri di kampus ini, mau jadi penunggu kampus rupanya dia," ejek Haris sambil menjauhi Rudi.
Rudi kepikiran dengan perkataan Haris disisi lain sebenarnya dia membenarkan semua omongan Haris dimana kita sebagai mahasiswa perlu mengaspirasikan suara ke pemerintah namun melihat pemerintah yang juga kesannya tidak menanggapi demo-demo yang mulai terjadi membuat Rudi juga ingin ikut berpartisipasi, walaupun wajah ayahnya selalu terbayang omongan dan wajah ayahnya, betapa penuh cucuran keringat ayahnya bekerja dari pagi hingga sore untuk menguliahkannya hingga sekarang Rudi merasa bimbang diantara dua pilihan.
Cuaca disiang hari yang panas dimana beberapa siaran televisi memberitakan aksi demo siang yang mulai anarkis dan rusuh muncul sebagian rakyat yang juga ikut berdemonstrasi semakin banyak hingga membuat semua yang menonton ikut terpanggil untuk ikut menuntut kepada pemerintah hampir semua orang membicarakan sikap pemerintah yang kesannya tidak mendengar keluhan rakyatnya berdemontrasi hingga beberapa hari.