Sedikit Tentang Cinta

Mittah Latif
Chapter #2

Dua

Pagi ini matahari masih bersinar seterang biasanya, tidak ada yang berubah. Tapi lihatlah, rumah sederhana dengan cat putih itu terasa teramat lenggang. Uli sudah bangun sejak subuh tadi, namun memilih diam di tempat tidur. Tidak, wanita itu tidak mungkin tidur di pagi hari, itu prinsipnya. Dia hanya sedang melamun, merenung hingga suara Hardi terdengar di telinganya.

"Sudahlah Uli, Rinai akan baik-baik saja" Lelaki itu sedang sibuk menemai istrinya sambil membaca buku. Dia tidak akan beranjak sebelum istrinya. Uli mengganguk, menoleh sendu ke arah Hardi yang tersenyum menyakinkan. Tangan keriput itu menaruh buku bacaannya, memegang lembut kedua bahu istrinya.

"Mari, mulai sekarang kita menjadi se romantis dulu lagi Uli" Wanita renta itu tersenyum, sesekali air matanya tak mampu terbendung, nakal, jatuh begitu saja membasahi pipinya.

"Aduh, kau tak perlu menangis. Ini akan jadi hari-hari terindah bagi kita. Akhirnya, semua hanya tentang kita, tak ada yang lain" Tangan Hardi terjulur, mengusap linang air mata istrinya. Kulit istrinya yang sudah semakin keriput, sudah tidak seputih waktu mereka pertama bertemu. Tapi, tetap saja cinta Hardi tidak akan berubah. "Kau ingat Uli, wajah riang kau waktu menjelputku di terminal. Memelukku erat-erat bagai emas yang tak akan pernah kau lepas" Hardi tersenyum, mendekatkan wajahnya hingga hanya tersisa beberapa centi. Oh, dari jarak sedekat ini terlihat jelas kantung mata istrinya yang sudah semakin mengitam, ditambah sayu di kedua matanya.

"Kau lebih berharga daripada emas Hardi, kau lebih dari itu, kau tak ternilai"

Hardi tersenyum sambil menahan debarnya, selalu saja seperti ini. Tidak pernah berubah, cintanya tidak pernah goyah sedikitpun.

"Mari, kita masak apa yang kau suka!"

Tubuh tua renta itu perlahan menuruni ranjang, diikuti istrinya yang tidak kalah rentanya. Berjalan saling membantu menuju dapur, saling berpegangan satu sama lain.

"Duduklah Uli!"

Uli menggeleng tegas, tetap bersikukuh membantu suaminya menghidupkan korek api.

"Bukan seperti itu Uli, yang ada kita baru bisa makan nanti sore" Hardi terkekeh.

Lihatlah betapa tangan tua itu kini tak mampu lagi walau sekadar menghidupkan korek api. Hardi tidak mengambil korek api itu dari tangan Uli, sama sekali tidak, dia bahkan tidak menyentuh kore api itu. Tapi, tangan keriput itu menyentuh tangan Uli, mengenggamnya erat, membantunya mengesekkan korek api. Tertawa bersama saat akhirnya sang api muncul, membakar arang yang ada didalam tungku.

"Kau selalu saja mengambil kesempatan Hardi bahkan saat tangan ini sudah tak sehalus dulu" Uli menyandarkan kepalanya di bahu Hardi, pandangannya lurus ke arah tungku. Bahkan saat tangannya bergetar menggesekkan korek api, memasak ternyata masih semenyenangkan ini saat Hardi disampingnya.

"Aku masih ingin berlama-lama seperti ini, tapi sepertinya kita harus memasak air lebih dulu"

Uli mengangkat kepalanya, memberi kesempatan Hardi untu berdiri. Mengisi ceret dengan air yang Rinai ambil kemarin sore, entahlah mungkin ketika air di ember itu habis Hardi harus mengambilnya dari sumur belakang.

"Kau bisa mengangkatnya?" Tanya Uli cemas saat melihat suaminya yang sampai meringis, mengeluarkan seluruh tenaganya untuk mengakat ceret besar penuh air. Hardi hanya tersenyum. "Kau ini bicara apa, bahkan dulu aku kuat saat mengendongnmu"

Uli bangkit, memilih membantu Hardi mengangat ceret dengan kedua tangannya. "Itu dulu Hardi, sekarang sudah berbeda"

Lihatlah pasangan itu, mengangkat ceret bersama-sama menuju tungku. Sesekali saling melempar tawa saat melihat eksepresi satu sama lain.

Bagi para anak muda jaman sekarang. Apalah arti keromantisan seperti itu, bukankah lebih hebat ketika bisa jalan berdua ke mall, menonton bioskop, berfoto-foto ria. Namun bagi pasangan renta itu, keromantisan tidak melulu harus mengekuarkan uang, tidak melulu harus makan popcorn bersama. Karena sejatinya bagi mereka, defisini romantis lebih sederhana, bahkan bisa jadi, bagi mereka tertatih-tatih berjalan bersama sambil membawa ceret adalah hal paling romantis sedunia.

"Kau Tahu kenapa aku menolak permintaan Rinai untuk menyewa pambantu?" Hardi bertanya, sesekali meringis menahan beban di tangannya.

Lihat selengkapnya