
**
✨Api Dalam Aboe.✨
**
- POV: Satya -
Aku tidak ingat dengan jelas bagaimana acara itu berakhir.
Tepuk tangan yang menggema setelah pidato Ruth, tarian perpisahan yang dibawakan oleh siswi-siswi muda, suara biola yang dimainkan anak-anak Belanda, sampai deretan hidangan manis di atas baki yang dibawa pelayan-pelayan bersarung batik lurik. Semuanya terasa seperti fragmen mimpi buruk, kepingan warna yang buram, dibungkus senyum-senyum palsu yang aku tahu tak benar-benar peduli.
Aku hanya duduk diam, menatap panggung yang kini kosong, dengan tirai beludru merah setengah tertutup.
Kilas balik
— 30 menit yang lalu –
Seseorang duduk di sebelahku. Wira.
Wajahnya datar seperti biasanya, tapi matanya berbicara sesuatu yang lebih dewasa dari usia kami. Pelan, ia menepuk pundakku. Tak keras, tak lunak. Tapi berat. Berat seperti sebuah keputusan.
Wira tidak bertanya.
Ia hanya bergumam lirih, suaranya nyaris tak terdengar di antara riuh suara tawa dan kamera besar yang meledakkan kilat dari arah depan aula. Tapi aku mendengarnya:
'Kau melakukan kesalahan yang sangat besar, Nona Muda...'
Lalu Wira berdiri dan berjalan pergi—tanpa menoleh, tanpa basa-basi. Tapi sebelum benar-benar menghilang di kerumunan, ia sempat menolehkan kepala ke samping dan melempar satu kalimat singkat:
'Jika butuh bantuan, kau tahu di mana mencariku.'
Aku tidak menjawab. Aku bahkan tidak yakin apa maksud kalimat itu. Tapi ada sesuatu dalam kata 'bantuan' dari Wira yang tidak terdengar seperti simpati. Lebih seperti... pintu.
Sebuah tawaran menuju sesuatu yang lebih gelap.
Kilas balik selesai.
**
Saat teman-teman seangkatannya berebut tempat di depan kamera, mengangkat ijazah ke langit seperti trofi, Satya menyelinap ke taman belakang sekolah.
Hujan tipis mulai turun. Daun jati bergoyang pelan, dan tanah merah menguarkan bau basah yang khas. Cahaya sore mulai memudar, seperti sisa harga diri yang perlahan-lahan padam.
Di situlah Satya berdiri, di bawah pohon flamboyan tua, menggenggam erat dua hal: kertas pidato yang tak pernah ia bacakan... dan surat cinta yang tak pernah sempat ia berikan.