Setelah sidang itu berakhir, aku langsung berlari mencari keberadaan Alif. Aku ingin tahu apa alasan mengapa dia tidak menunjukkan bukti itu pada hakim. Aku melihat ke semua arah, mencari keberadaan Alif.
Langkahku terhenti, aku melihat Alif yang agak jauh di hadapanku. Dia terlihat berbicara dengan seorang pria, dan aku sangat mengenal pria itu. Mereka berjalan ke arahku. Aku masih berdiri di tempatku saat ini.
Mereka melihatku, dan menghentikan langkahnya. Saat ini, aku sedang berdiri berhadapan dengan Alif dan pria itu. “Al...,” ucap Alif sambil melihatku.
“Om… kenalin, dia Alya, rekan saya,” ucap Alif kepada pria itu.
Pria itu tersenyum, “Dia Alya, anak Pratama?” tanyanya.
“Iya,” ucap Alif, “Oh iya Al, Kamu pasti tahu siapa dia, dia Pak Surya Dinanta, kepala jaksa agung muda tindak pidana khusus, dulu dia sempat menjadi kepala kejaksaan tinggi DKI.”
Aku hanya terdiam tak berkata apapun. “Dia Om saya, saya sudah pernah cerita kan? Bahwa dulu, saya hidup dan dibiayai oleh om saya, dan Pak Surya ini orangnya.”
Aku masih terdiam. “Yasudah Lif, saya pergi dulu, jangan lupa nanti malam datang ke rumah saya,” ucap Pak Surya.
“Baik Om,” ucap Alif.
Pak Surya pergi, namun sebelum itu dia melihat kepadaku sebentar, setelah itu dia pergi begitu saja. “Al –”
“Ayo kita bicara…,” ucapku. Lalu setelah itu aku pergi dari tempat itu. Ada banyak pertanyaan yang ada dibenakku saat ini, aku membutuhkan tempat yang tenang untuk menanyakan itu pada Alif.
Surya Dinanta… apa kalian ingat dia? Jika kalian lupa, aku akan mengingatkannya. Pak Surya adalah kepala kejaksaan tinggi DKI saat sepuluh tahun yang lalu, saat ayahku masih menjabat sebagai wakil walikota.