Killa memandangi bulir-bulir air hujan yang membasahi kaca mobil yang ia naiki. Yang menetap sebentar di kaca mobil itu, kemudian meluruh ke bawah. Matanya sedari tadi tak lepas dari sana. Entah apa yang ia pikirkan sampai tak merasakan tepukan ringan yang kakaknya berikan di pundaknya. Tepukan itu tak tidak hanya sekali, tetapi beberapa kali. Matanya tetap mengarah pada objek yang ada di luar jendela. Dan ia tersentak kaget saat seseorang menarik pundaknya dan membaliknya untuk menghadap orang tersebut.
"Udah sampe Kill," kata Arkan-- kaka Killa, masih dengan memegang bahu adiknya.
Killa terdiam beberapa saat. Seolah nyawanya tidak berada di sana. Matanya mengerjap beberapa kali. "Oh, maaf kak. Aku ngelamun ya?"
"Hmm .... nggak. Ayo turun!" Arkan tak ingin memperpanjang percakapan dengan adiknya yang sedang kehilangan separuh nyawanya itu. Ia membuka pintu mobil dan mengambil dua payung yang ada di kursi belakang. Satu ia serahkan pada Killa yang langsung menerimanya dan membuka pintu mobil setelah sebelumnya mengambil kopernya.
Begitu keluar, mata Killa langsung dihadapkan oleh rumah mungil yang dicat berwarna pink muda. Warna kesukaannya. Di depan terasnya ditanami bunga matahari dan mawar. Ada ayunan yang digantungkan pada pohon jambu air yang pohonnya sedang berbunga.
Hujan reda dan menyisakan rintik-rintik airnya. Killa menurunkan payung yang ia gunakan untuk melindungi tubuhnya dari air hujan dan memegangnya dengan tangan kanan. Matanya masih memandangi bangunan di depannya beserta apa yang ada di sekitarnya.
Inilah tempat yang akan ia tempati. Mulai hari ini, dan seterusnya. Inilah rumahnya. Rumah barunya.
"Killa," panggil kakaknya dan ia menoleh padanya.
"Ayo masuk!" ajaknya.
Killa mengikuti langkah kaki kakaknya yang menuju pintu rumah itu.
***
Killa duduk di depan jendela yang menghadap ke kebun belakang rumah yang ditumbuhi macam-macam tanaman. Ada pohon pisang, mangga dan rambutan. Kolam ikan dengan ukuran yang mini pun ada. Di pohon rambutan yang belum berbuah, tergantung sepasang ayunan.
Ayunan.
Benda itu mengingatkannya dengan almarhum papanya. Di rumahnya dulu, terdapat dua ayunan yang dibuatkan oleh almarhum papanya. Dibuat oleh papanya di belakang rumahnya yang ditumbuhi bunga-bunga cantik.
Di ayunan itulah, Killa dan mamanya sering berbagi cerita. Duduk di ayunan dengan menggerak-gerakkan kakinya perlahan. Sambil mencium bau mawar yang ditanam mamanya di sana. Dengan secangkir teh melati yang mamanya buat sendiri.
Itu adalah rutinitas harian mereka. Kadang bersama-sama papanya jika papanya pulang sore. Karena kegiatan itu dilakukan setiap sore. Sampai matahari pulang ke peraduannya.
Lain waktu lagi, bersama-sama dengan kakaknya. Itu dilakukan bila kakaknya yang sekarang sudah menikah dan mempunyai satu anak laki-laki itu ada waktu luang untuk ke rumahnya. Kakaknya tinggal di Bogor. Dan ia serta mama dan papanya di Malang.
Sekarang, hal itu sudah tak bisa ia lakukan lagi. Duduk di ayunan bersama mamanya, sambil bercerita dan minum teh melati yang mamanya buat sendiri, sampai sang matahari pulang ke peraduannya.
Sekarang ia sendiri, dan akan terus sendiri. Tak ada yang bisa ia mintai tolong untuk membantunya mengerjakan PR. Tak ada lagi yang akan membuatkannya teh melati yang harum baunya. Tak ada lagi yang akan mendengarkan keluh kesahnya tentang pelajaran matematika yang susahnya tidak ketulungan dan pelajaran kimia yang rumitnya membuatnya sangat jengkel.
Dengan siapa sekarang ia akan bercerita? Dengan siapa? Pada siapa ia meminta bantuan?
Sekarang ia sendiri. Di rumah ini.
Kakinya membawanya berdiri dan berjalan ke ayunan. Ia duduk di sana dan menggerakkannya perlahan.
Sekolah.
Kakaknya tadi berkata jika ia sudah mendaftarkan Killa ke sekolah yang ada di Lampung ini. Tapi kakaknya tidak mengatakan nama sekolahnya.
Kakaknya juga mengatakan jika akan ada seorang pembantu yang akan tinggal bersamanya.
"Killa!" panggilan kakaknya membuatnya menengok ke sumber suara.
"Iya?"
"Kakak mau ngomong tentang sekolah kamu." Killa mengangguk.
Arkan berjalan ke arahnya lalu duduk di ayunan di sebelah Killa. "Kakak udah daftarin kamu. Besok, kamu sudah bisa masuk sekolah."
Killa mengangguk. Sekolah baru. Dan ia akan jadi anak baru. Dan anak baru biasanya akan jadi pusat perhatian.
Killa mendesah dalam hati. Akan seperti apa kehidupannya di sekolah nanti?
***
Killa memandang pantulan dirinya di cermin. Seorang cewek berbalut seragam putih abu-abu dengan rambut hitam sebahu yang dibiarkan tergerai. Dengan tas punggung warna pink muda. Tas baru dengan isi yang baru. Dan dia, adalah anak baru di tahun ajaran baru yang berjalan selama satu bulan lebih ini.
Dalam hati, ia merasa takut. Juga cemas. Seperti apa hari-hari yang akan ia jalani di sekolah ini. Ia takut tak bisa menyesuaikan diri di sana. Takut orang-orang itu tidak menerimanya. Takut ia tidak bisa membaur bersama mereka. Terutama teman-teman sekelasnya.
Killa mengepalkan tangannya yang dingin dan berkeringat. Menarik napasnya dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. Bagaimana cewek-cewek di sekolah itu? Bagaimana dengan cowok-cowoknya? Kejam-kejamkah?
Killa memejamkan matanya, dan berdoa, semoga harinya menyenangkan. Minimal, air matanya tak jatuh. Dan ia tak boleh kalah jika nanti ada pengganggu di sekolahnya.
"Killa, udah siap?" Kakaknya muncul di bingkai pintu yang daunnya telah terbuka.
Killa memaksakan senyumnya muncul. "Iya."
Setelah memakai sepatu dan sarapan, Killa berangkat diantar Kakaknya dengan mobil.
Di dalam mobil, Killa memandang ke luar jendela. Menatap jalanan yang masih asing baginya. Memandangi bangunan-bangunan yang baru kali ini ia lihat. Dulu, sewaktu ia masih kecil, ia beserta keluarganya pernah ke Lampung. Mengunjungi pantai yang ia lupa apa namanya.