Killa dan Adam

Nur Afriyanti
Chapter #5

4. Partner

Dari dulu, Killa sangat menyukai musik. Mamanya memperkenalkannya dengan musik sejak ia masuk taman kanak-kanak. Dan sejak itu, setiap masuk di jenjang sekolah, ia selalu mengikuti ekskul musik. Musik juga mampu membuatnya pergi ke masa lalu. Di mana mama dan papanya masih hidup. Musik mampu membuat luka atas kepergian kedua orang tuanya kembali hadir. Namun, Killa tidak akan pernah menghapus atau meninggalkan hobi bermain alat musik atau sekadar mendengarkannya. Sesakit apa pun luka itu, Killa akan menerimanya dengan lapang dada.

Dan sampailah Killa pada detik ini. Detik di mana ia berada di ruangan ekskul musik. Ia mengambil divisi alat musik.

Sound sistem di ruangan itu berbunyi. Ibu pembina ekskul itu berdiri dengan memegang mick dengan satu tangannya. Ia menitah para muridnya untuk duduk di depannya dan mendengarkan apa yang akan ia sampaikan.

Setelah hening karena semua murid sudah menutup mulutnya masing-masing, Ibu pembina ekskul mulai bicara.

"Baik anak-anak, Ibu di sini akan menyampaikan suatu kabar untuk kalian. Tanggal berapa sekarang anak-anak?" tanya ibu itu.

"Tanggal 12, Bu," jawab murid-muridnya.

"Ya. Bulan depan, di tanggal yang sama akan ada pentas seni yang diselenggarakan oleh sekolah kita. Pentas seni tersebut dilaksanakan sebagai perayaan hari jadi sekolah kita yang ke-15 tahun. Pada perayaan tersebut, seluruh anggota yang mengikuti ekskul seni baik seni musik, tari, vokal dan drama akan menampilkan bakat mereka. Apa yang ditampilkan dan siapa yang menampilkan bebas. Jadi, pembina tidak mengatur para anggotanya melainkan anggota itu sendiri yang menentukan. Tapi, seluruh anggota wajib menampilkan bakatnya. Begitu. Apa ada yang ingin ditanyakan?"

Killa mengangkatnya tangannya.

"Apa yang mau kamu tanyakan?"

"Apa boleh saya, dari di divisi alat musik, berkolaborasi dengan vokal?" tanya Killa.

"Boleh. Tentu aja boleh. Silakan kalian kembangkan dan padukan sendiri apa yang mau kalian tampilan," jawab Ibu itu.

"Baik, Bu," jawab Killa sambil mengangguk dan tersenyum.

Setelahnya, ibu itu bertanya apakah ada yang ditanyakan atau tidak dan para murid menjawab tidak. Ibu pembina berlalu meninggalkan murid-muridnya. Apa yang akan ditampilkan para muridnya disusun mului sekarang.

Killa langsung berdiri dari duduknya. Begitu juga yang lainnya. Mulai menyusun rencana apa yang akan mereka tampilkan, dan dengan siapa. Killa berjalan mencari keberadaan seseorang yang mendaftarkan dirinya ke sini. Adam. Ia menyipitkan matanya mencari keberadaan cowok itu.

"Kill," seseorang memanggilnya dan menepuk pundaknya. Ia menoleh dan menemukan Adam berdiri menjulang di belakangnya.

"Sip, lo ada di sini. Jadi gue nggak perlu capek-capek nyariin lo," ucap Killa padanya.

Adam memasukkan kedua tangannya ke saku celananya. "Jadi kita bakal berkolaborasi?"

"Iya dong! Lo nyanyi, gue main musik."

"Oke." Adam mengeluarkan tangannya dari saku celana dengan mengambil ponselnya. Ia menyerahkan benda pipih itu pada Killa.

"Mau minta nomor WhatsApp gue, ya?"

"Pede!" kata Adam sambil menyentil keningnya.

"Sakit!" teriak Killa. "Emang betul, kan?"

"Iya. Yaudah cepet ketik nomor lo!"

Dengan cepat Killa mengetikkan nomor WhatsApp beserta namanya. Tak ketinggalan ia mengirim pesan ke nomornya. Ia kemudian menyerahkan benda itu ke pemiliknya.

"Jangan di sini deh," kata Adam.

"Apanya?" tanya Killa tak mengerti.

"Latihannya," jawab Adam.

"Terus di mana?" tanya Killa lagi.

"Ayo ikut gue," kata Adam kemudian berlalu dari hadapan Killa.

Beberapa detik kemudian cowok itu berhenti karena Killa masih berdiri di tempatnya dan tidak mengikutinya.

"Harus gue seret, ya?" tanya Adam pada Killa.

"Lo nggak jelas mau ngajak gue ke mana. Kalo lo ngajak gue ke kuburan gimana?"

"Bego, sih! Ya nggak mungkinlah!"

"Terus ke mana? Tinggal jawab aja susah!"

"Yang pasti bukan ke kuburan."

"Yaudah deh yuk jalan!" Killa melangkahkan kakinya mendekati Adam. "Kenapa nggak jalan?"

Adam malah tertawa kecil. "Nggak. Yuk, jalan!"

***

Adam membawa Killa ke rooftop sekolah. Di sana, mereka dapat melihat jelas seluruh bangunan sekolah. Kolam-kolam dengan bunga teratai di depannya juga jalan-jalan setapak yang menghubungkan bangunan-bangunan di sekolah tersebut.

Killa dan Adam berdiri bersebelahan. Mata mereka masih menjelajahi penjuru sekolah dengan rambut keduanya yang berkibar ditiup angin sore. Adam mundur dari sebelah Killa dan duduk di bangku yang ada di sebelahnya. Ia memandang cewek yang sejak tiba di tempat ini tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Mata cewek itu masih menjelajahi apa yang dapat dilihatnya dari tempat itu.

Killa kemudian duduk di lantai rooftop dengan kaki yang menjulur ke bawah.

"Kill!" panggil Adam.

"Apa?" sahutnya tanpa menoleh padanya.

Adam bangkit dari bangku yang didudukinya kemudian duduk di sebelah Killa. "Gimana menurut lo tempat ini?"

"Istimewa," kata Killa.

"Lo suka?" tanya Adam lagi.

"Suka dong. Kalo nggak, gue udah hengkang dari tempat ini," kata Killa sambil menoleh padanya. Itu kali pertama Killa menatap matanya sejak pertama tiba di tempat ini. Cewek itu kemudian kembali melihat ke kejauhan.

"Siip," kata Adam. "Sebelum kita rundingkan apa yang mau kita tampilin nanti, gue mau tanya sesuatu ke lo."

Killa menoleh padanya. "Apa?"

"Gue itu gimana menurut lo?"

Killa mengangkat alisnya. "Lo itu gimana? Lo itu galak! Dan nggak segan main tangan," kata Killa sambil menunjuk tangannya.

Adam tersenyum."Gue nggak cool?"

Killa memandang Adam dari atas ke bawah. "Cool. Iya, lo cool. Lo dingin. Tapi, bukan sikap lo yang dingin," kata Killa.

"Bukan sikap gue? Terus apa?"

"Tatapan lo. Tatapan lo yang dingin."

Adam tersenyum.

"Ngapain sih tanya-jawab begituan?" tanya Killa.

"Pengen tau aja," jawab Adam. "Apa sih yang nggak lo suka dari cowok?"

"Yang nggak gue suka satu cowok? Pikirannya yang sange!" jawab Killa sambil menatap Adam tajam.

Tawa Adam menyembur keluar. Ia tertawa terbahak sampai memperlihatkan gigi-giginya yang putih. "Kenapa?" tanyanya di sela-sela tawanya.

"Pikir aja sendiri!" kata Killa kemudian membuang muka darinya.

Setelah tawa Adam benar-benar berhenti, Killa menoleh padanya. "Ngapain sih tanya-tanya begitu?"

"Pengen tau aja," jawab Adam. Killa kembali menatap ke depan. Memberi kesempatan bagi Adam untuk memandang cewek itu dari samping. "Biar nanti kalo gue suka sama lo--" Adam menghentikan kata-katanya.

Killa kembali menoleh padanya. "Lo ngomong apa tadi?"

"Nggak jadi," ucap Adam cepat.

"Gue denger tau," kata Killa sambil menunjuk telinganya. "Jangan-jangan lo suka sama gue."

"Pede lo!" sembur Adam cepat.

"Lo mencurigakan!"

"Masa?"

"Iya."

"Lupain."

"Siapa juga yang mau mikirin." Killa kembali pada posisinya semula. Menatap bangunan-bangunan di bawahnya.

"Mau hujan," kata Adam. "Dan kita belum ngapa-ngapain," lanjutnya kemudian.

Killa mendongakkan kepalanya ke atas. Awan hitam mengusir awan putih. Langit yang semula cerah berganti gelap. Angin yang yang semula sejuk berubah dingin.

"Kalo gitu," kata Killa sambil berdiri. "Besok aja deh, ya. Kayaknya bakalan ujan deres deh. Kebetulan besok kan hari Minggu," ucapnya kemudian.

"Hmmmmm, oke deh," jawab Adam. Cowok itu mengusap tengkuknya. "Lo mau pulang sekarang?"

Killa melirik arlojinya. "Yap. Udah sore juga. Dan--" Killa mengecek ponselnya. "Sopir gue udah jemput."

"Yaudah sana pulang," ucap Adam.

Killa mengangguk. Ia menepuk-nepuk bagian belakang tubuhnya yang sedikit kotor karena duduk di lantai rooftop. "Lo nggak mau pulang?"

"Nanti," jawab Adam. Cowok itu malah duduk di tempat di mana Killa tadi duduk.

"Lo mau ujan-ujanan, ya?" tanya Killa.

"Mau apa aja boleh."

"Ih! Yaudah gue pulang. Kalo kehujanan jangan sampe sakit karena kita harus latihan rutin buat acara bulan depan. Bye!" kata Killa kemudian berlalu dari sana. Menuruni tangga dan berjalan menuju di mana sopirnya dengan sabar menunggunya.

Adam masih di sana. Dari tempatnya duduk, ia dapat melihat Killa berjalan menuju sopirnya di luar gerbang.

Cowok dengan poni yang menutupi sebelah matanya itu merogoh kantung celananya dan mengeluarkan ponselnya. Ia mencari nomor seorang cewek yang baru saja berlalu dari tempatnya berada.

Lihat selengkapnya