Killa dan Adam

Nur Afriyanti
Chapter #10

9. Bercerita Tentang Luka

"Apa masih jauh?" tanya Killa. Mereka sudah berkendara selama kurang lebih tiga puluh menit. Dan selama itu tidak ada percakapan di antara mereka. Killa sibuk menoleh ke kanan dan ke kiri. Melihat bangunan-bangunan di tepi jalan yang belum pernah ia lewati. Maklum saja, ia belum lama tinggal di sini, dan selama itu, ia belum pergi jalan-jalan atau sekadar mengunjungi suatu tempat di Lampung ini.

Sedangkan Adam, cowok itu tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Entah apa yang sedang dipikirkannya.

Pertanyaan Killa yang tidak dijawab oleh Adam membuat cewek itu menepuk pundak cowok itu pelan.

"Iya?" sahut Adam di antara suara angin yang terdengar. Rambut hitam cowok itu beterbangan ditiup angin.

"Masih jauh?" tanya Killa lagi.

"Lumayan, sih. Kenapa? Lo pegel? Laper? Haus? Atau kebelet?" tanya Adam sambil melirik Killa dari kaca spion.

"Nggak sih," jawab Killa.

"Bener? Kalo lo pegel bilang aja, kita berhenti dulu," ucap Adam. Ia melambatkan laju motornya.

"Nggak kok," jawab Killa lagi.

"Nggak haus?" tanya Adam. Ia memberhentikan motornya di depan warung rumahan.

"Ngapain berhenti?" tanya Killa.

"Beli minum," jawab Adam.

"Gue nggak haus."

"Gue yang haus, Kill," kata Adam kemudian tertawa. Ia turun dari motor dan berjalan ke warung itu.

Killa cemberut. Gue tadi nggak haus, sekarang haus. "Gue juga haus, Dam!" teriaknya pada Adam yang sudah berada tepat di depan warung itu.

Adam kembali dengan menenteng plastik berisi minuman dingin di tangannya. Ia memberikannya kepada Killa yang langsung berterima kasih padanya. Dan mengambil yang satunya untuk dirinya sendiri. Ia menenggaknya hingga tandas. Botolnya ia buang ke kotak sampah yang ada di sana.

Ia melirik Killa yang meminum minumannya sedikit demi sedikit. Ia kemudian tersenyum dan berkata, "Dikit-dikit amat minumnya."

Killa menoleh padanya dan menjawab, "Biarin." Ia meminum sedikit minumannya lagi kemudian menoleh pada Adam yang masih melihat padanya. "Lo ngapain?"

"Habisin minumannya," kata cowok itu.

"Udah, lah," kata Killa. Ia menutup botol berisi minumannya yang tinggal setengah.

"Nggak mau dihabisin?"

"Nanti lagi deh," kata Killa kemudian tersenyum.

"Oke," kata Adam. "Kita lanjut jalan, ya?"

"Iyaa," jawab Killa.

Adam menstart motornya kemudian mulai menjalankan kendaraan itu dengan kecepatan konstan menyusuri jalanan.

"Dam," panggil Killa.

"Ya?"

"Gue mau tanya."

"Tanya apa?"

"Kok lo bisa tau rumah gue?" tanya Killa. Karena seingatnya, ia tidak pernah memberitahu Adam.

"Ada deh," kata Adam sambil meliriknya lewat spion. Ia kemudian tersenyum dan berkata, "Menurut lo gue tau dari mana?"

"Nggak tau," jawab Killa. "Dari mana, sih? Tinggal kasih tau aja repot."

"Ya terserah gue dong!"

"Ih!"

Adam tertawa. "Pengen tau banget tah?" tanya Adam. Killa tidak menoleh padanya. Cewek itu memandangi jalanan di sampingnya tanpa sedikit pun merespon pertanyaan Adam. "Kill," panggilnya.

Killa meliriknya lewat spion. "Jangan-jangan lo nguntit gue, ya?" tanyanya sambil menyipitkan mata.

"Lah? Kurang kerjaan amat, gue!" kata Adam kemudian tertawa. "Gue kasih tau. Tapi nanti."

"Terserah elo deh, Dam," kata Killa kemudian kembali memperhatikan jalan dan tempat-tempat yang dilaluinya.

Adam hanya tersenyum tipis menanggapinya. Ia tidak mengubah kecepatan motornya sedari tadi. Cowok itu melirik arlojinya. Pukul sebelas kurang sepuluh menit. Sebentar lagi nyampe, ucapnya dalam hati.

Ia membelokkan motornya ke kanan. Memasuki kawasan perumahan asri. Tidak terlalu ramai juga tidak terlalu sepi.  

"Udah mau sampe, Kill," katanya pada cewek yang sedari tadi memperhatikan tempat-tempat yang dilewatinya.

"Iya?" tanya Killa.

"Iya," jawab Adam

"Emang tempat yang mau kita datengin itu apa sih, Dam?"

"Itu termasuk rumah. Kecil. Dan di dalamnya ada ruangan semacam ruang musik," jawab Adam. Ia berbelok ke kanan lagi. Melewati jalanan yang lebih kecil dari sebelumnya.

Dengan matanya yang telanjang tanpa helm ia dapat melihat bangunan yang kurang lebih satu bulan belum ia kunjungi. Adam membelokkan motornya ke pekarangan bangunan berupa rumah ber-cat biru muda yang hanya memiliki dua ruang di dalamnya. Yaitu kamar mandi dan ruang yang berisi beberapa alat musik. Ruangan yang ia dan almarhum adiknya, Naila, gunakan untuk bermain musik.

"Ooh, ini tempatnya," kata Killa sambil memandangi bangunan di depannya. 

Adam menghentikan motornya di bawah pohon Ketapang yang daunnya berguguran. Berserakan di depan bangunan itu. Killa turun terlebih dahulu dan tubuhnya terhuyung dan hampir jauh kalau Adam tidak menahan lengannya.

"Lo kenapa, Kill? Pusing?" tanya Adam sambil melihat wajah Killa.

Lihat selengkapnya