Killa dan Adam

Nur Afriyanti
Chapter #11

10. Hukuman

Esok harinya, Killa berangkat lebih awal. Pagi-pagi sekali ia membangunkan sopirnya untuk memeriksasa mobilnya. Walaupun bolos itu menyenangkan, tapi ia tak mau jadi anak berandal. Cukup hari itu saja ia bolos, nantinya jangan. Ia tak mau namanya tercoreng.

Embun masih menggelayut sewaktu ia berangkat ke sekolah. Udara dingin karena pagi itu berkabut. Ia tidak bisa melihat ke kejauhan dengan jelas karena kabut putih itu menghalangi pandangannya.

Dengan langkah santai Killa berjalan ke kelasnya yang berada di lantai dua. Masih sepi, batinnya. Ia masuk ke dalam kelasnya dan terlonjak kaget saat menemukan Adam duduk santai dengan menaikkan satu kakinya ke kakinya yang lain, memegang buku dan bersandar di bangkunya. Cowok itu mendongak dan tersenyum tipis saat melihat Killa.

"Lo ngapain di sini, Dam?" tanya Killa sambil berjalan menghampirinya. Ia melepas tas punggungnya dan menaruhnya di atas meja.

"Menurut lo gue ngapain?" Adam menurunkan kakinya dan berdiri. Ia meletakkan tas Killa yang berada di atas meja ke bangkunya.

"Mana gue tau, lah!" kata Killa.

"Gue juga nggak tau. Cuma pengen aja ke sini," kata Adam. Ia berjalan ke luar kelas. Berdiri di balkon kelas Killa. Killa menghampirinya dan berdiri di sebelahnya.

"Acara ultah sekolah kita sebentar lagi nih. Mulai besok, kita rutin latihan, ya," kata Adam setelah hening beberapa saat.

"Oke, siap!" ucap Killa sambil mengangguk.

"Ekhem!"

Suara itu membuat Killa menoleh cepat ke sumber suara.

Lisa tersenyum manis padanya. "Pagi. Btw, kalian lagi ngapain?"

"Pagi, Lisa. Btw, lo bisa liat, kan? Kita lagi berdiri," jawab Killa. Ia menatap Lisa waswas. Takut temannya satu ini melakukan hal-hal yang akan membuatnya malu.

"Oh, oke deh," ucap Lisa kemudian tersenyum kecil.

Beberapa detik kemudian seseorang muncul di belakang Lisa. Olive. Ia agak terkejut menemukan mereka bertiga. Ia tersenyum simpul pada Killa.

"Pagi, Killl," sapanya ramah.

"Pagiiiii," balas Killa tak kurang ramah.

"Eh, Adam!" Adam yang semula memandang ke depan dan membelakangi mereka menoleh pada Olive.

"Lo suka sama Killa, ya?" tanya Olive tiba-tiba. Lisa menutup mulutnya karena menahan tawa sedangkan Killa melotot tajam.

Adam? Ia diam saja dengan memasang wajah cool-nya.

"Lo apa-apaan sih, Live?!" Killa berteriak.

Lisa dan Olive tertawa. Dua cewek itu kemudian berlalu dari hadapannya kemudian masuk ke dalam kelas. Meninggalkan Killa yang menahan malu atas kelakukan temannya.

"Gue balik, ya," kata Adam.

Killa mengangguk. "Lupain apa kata Olive tadi," ucapnya sambil menatap Adam.

"Sapa juga yang mau mikirin," ucap Adam kemudian tertawa kecil. "Dah!" Adam menepuk puncak kepala Killa kemudian berjalan pergi.

***

Killa duduk dengan meluruskan kedua kakinya. Ia dan seluruh teman sekelasnya baru saja menyelesaikan materi oleh raga mereka, yaitu permainan bola basket.

Tiga temannya menyusul duduk di sebelahnya. Membuat udara di sekitarnya semakin panas. Killa beringsut menjauh untuk mendinginkan badannya.

"Lo kok pergi, Kill?" tanya Nadia.

"Panas, tau!" jawab Killa sambil mengipasi wajahnya dengan telapak tangan. Untung saja angin berembus lumayan kencang, jadi bisa sedikit menetralisir hawa panas yang menyerangnya.

"Kill!" Lisa berteriak padanya.

Killa menoleh dengan menaikkan satu alisnya.

"Kemarin karena telat, terus beneran lo pulang ke rumah?" tanya cewek itu.

Killa tidak memberi tahu mereka perihal ia dan Adam yang pergi ke rumah kecil itu. Tiga temannya itu pasti akan heboh saat mengetahui ia bolos sekolah bersama Adam.

"Iya," jawab Killa pendek.

"Kok gue ngerasa ada yang lo sembunyiin, ya." Nadia mulai berspekulasi. Keningnya berkerut-kerut sambil memandang Killa.

"Nggak usah aneh-aneh, deh," kata Killa memperingati. "Lo orang tuh nggak boleh suuzdon."

"Gue nggak ngeliat Adam kemarin lho," kata Olive.

"Heh! Sekolah ini tuh luas! Dia, si Adam itu bisa ada di mana-mana. Emang selama ini setiap di sekolah lo ngeliat sama Adam? Nggak, kan?" tanya Killa. Please, deh.

"Jangan-jangan lo bolos bareng Adam, ya?" Tiba-tiba Lisa membuat dugaan yang membuat jantung Killa berdegup kencang. Cuma nebak kan ni, orang?

"Sembarangan! Kok lo orang bawa-bawa si Adam sih? Nama dia tercoreng lho karena lo tuduh bolos bareng gue. Ngawur kalian nih!" Killa berkata begitu supaya dugaan Lisa itu terpotong dan habis.

"Gue nggak nuduh, Killa. Cuma nebak." Lisa membela dirinya.

"Iya. Kan siapa tau," ucap Olive.

"Siapa tau. Aneh-aneh aja, deh. Udah deh jangan bahas itu lagi. Mending kita sekarang ganti baju terus beli minum." Killa mengakhiri percakapan yang bisa menimbulkan bahaya itu. Ia berdiri dan menepuk-nepuk bagian belakang roknya yang sedikit kotor.

"Yaudah deh," ucap Lisa. Ia berdiri begitu juga dengan Olive dan Nadia.

"Kill!" Seseorang memanggil dirinya. Killa menoleh dan menemukan sang ketua kelasnya, Satria, berjalan menghampirinya.

"Iya, Sat?" jawab Killa. "Kenapa nyariin gue?" tanya Killa.

"Lo dipanggil sama guru BK ," jawab cowok itu.

Jantung Killa langsung berdegup kencang. "Kenapa, ya?"

Satria mengangkat bahu. "Gue juga nggak tau. Dia cuma bilang kek gitu doang, nggak ngasih tau alasannya."

Killa menghela napas pelan. Gue yakin, pasti gara-gara bolos kemarin. "Yaudah deh Sat, makasih ya udah ngasih tau."

"Oke. Itu juga udah jadi kewajiban gue sebagai ketua kelas," ucap cowok itu kemudian tersenyum lebar. Killa membalasnya dengan meringis.

"Kalo gitu gue balik, ya," ucap Satria. Killa mengangguk. Ia memandang punggung Satria, kemudian berbalik menatap tiga temannya. "Siapa di antara kalian yang mau nemenin gue ke ruang BK?"

***

Killa berjalan bersama Nadia. Cewek itu yang menemani karena dua temannya yang lain sedang kebelet saat ia memintanya untuk menemaninya.

"Nad, menurut lo kenapa gue dipanggil?" tanya Killa pada Nadia yang berjalan di sebelahnya.

"Kalo menurut gue gara-gara bolos kemarin. Apalagi coba selain itu?" tanya Nadia.

"Menurut gue juga begitu. Tapi, gue kan baru satu kali ini bolos. Maksudnya, baru sekali, belum sampe banyak gitu. Masa iya udah dipanggil aja, sih? Apa sekolah ini memang se-disiplin ini?" tanya Killa. Perasaannya semaki tidak enak.

"Gue kurang tau juga, Kill. Soalnya, selama ini kan gue murid teladan," jawab Nadia sambil nyengir lebar.

"Ih, elo, mah!"

"Maksudnya gue nggak pernah kasus gitu lho. Telat gue nggak pernah, alpa juga nggak, bolos apalagi. Palingan pelanggaran yang gue lakuin di sekolah itu cuma nyontek pas ulangan. Dah, itu doang. Tugas juga gue selalu ngerjain. Ya walaupun kadang juga nyontek. Tapi gue nggak bandel dengan nggak ngerjain tugas dari guru," kata Nadia panjang lebar.

"Biasanya yang dipanggil sama guru BK itu selain punya masalah apa, sih?" Killa bertanya, siapa tahu ada alasan yang lain selain karena melanggar aturan.

"Gue kurang tau, Kill. Bener deh," ucap Nadia sungguh-sungguh.

"Terus kalo misalnya bener gue dipanggil karena bolos, kira-kira hukumannya apa?" tanya Killa. Panik membuatnya tak henti-hentinya bertanya.

"Ampun deh, Killa! Gue juga nggak tauuuuu," jawab Nadia. "Udah deh lo jangan mikir yang aneh-aneh. Harus berpikir positif, Kill." Nadia menasihati sekalian menenangkan Killa.

Killa mengembuskan napas pelan. "Iya, deh," katanya kemudian mengangguk.

Mereka akhirnya sampai di depan pintu ruang BK. Pintunya tertutup. Entah kenapa perasaan Killa semakin tidak enak. Tangannya mulai mengeluarkan keringat dingin dan perutnya mulas. Dan lututnya lemas.

"Mau gue temenin nggak masuknya?" tanya Nadia pada Killa yang wajahnya sedikit pucat.

"Boleh nggak, sih?" tanya Killa dengan suara pelan. Ia merasa seperti akan disidang dalam suatu kasus.

"Boleh, lah. Ngapain nggak boleh," kata Nadia. "Yuk, masuk," ucapnya kemudian.

Killa mengangkat tangannya yang gemetar untuk mengetuk pintu. Dari dalam, ia mendengar seseorang menyuruhnya masuk. Killa masuk diikuti Nadia dengan langkah pelan.

Alangkah terkejutnya ia menemukannya Adam duduk di depan Bu Sida, guru BK sekolah Lotus Pesona High School. Mampus... Bener gara-gara bolos kemarin ini, mah, kata Killa dalam hati.

Lihat selengkapnya