Ulang tahun Lotus Pesona High School diadakan pada hari Selasa. Sehari sebelum pentas seni itu dimulai, sekolah diliburkan untuk memfokuskan dan mempersiapkan acara pada esok hari tersebut.
Untuk para murid yang akan menampilkan penampilan mereka besok, mereka melakukan geladi resik, juga mempersiapkan segalanya untuk pentas di atas panggung besok. Semuanya dicek. Salon organ dan alat-alat musiknya. Dan dengan murid-murid yang akan tampil, mereka diminta untuk menjaga kesehatan dan keselamatan agar dapat tampil besok. Sakit kan, kalau sudah latihan dengan maksimal selama berhari-hari, tapi batal tampil karena kurang sehat?
Pengecualian jika orang tersebut batal tampil karena ada urusan dengan keluarganya dengan mendadak. Misalnya, ini misalnya, neneknya meninggal, atau lain sebagainya yang mengharuskan ia pergi dan tak bisa hadir di sekolah besok.
Geladi resik selesai pada setengah satu siang. Hampir seluruh murid langsung pulang setelah geladi resik selesai. Hanya tersisa Killa dan Adam yang masih di ruang musik. Mereka latihan lagi karena saat geladi tadi, penampilan mereka kurang memuaskan.
Dua anak manusia yang memiliki rasa sama di hati mereka itu tengah berada di ruang musik yang hanya tersisa keduanya di dalamnya. Killa memasukkan biolanya ke dalam tas. Ia kemudian memandang Adam yang sedang minum di sebelahnya.
"Pulang sekarang, Dam?" tanya Killa padanya.
Adam meremas botol bekas minumannya dan melemparnya ke kotak sampah yang tidak jauh darinya. Cowok itu kelihatan kepanasan. Keringat mengucur deras dari sekujur tubuhnya. Rambut dan kaus berwarna putih yang dikenakannya basah oleh keringat.
Killa memerhatikan Adam yang tengah mengipasi tubuhnya dengan sobekan kardus bekas. Angin yang berasal dari kipas angin yang ada di ruangan itu tidak mampu mengusir rasa gerah yang menimpa cowok itu.
"Panas banget, gila!" kata Adam. Saking panasnya ia tidak mendengar pertanyaan yang Killa lontarkan tadi.
"Keluar, coba. Kan ada angin di luar," kata Killa memberi saran.
Adam mengangguk dan langsung berdiri. Ia melangkah cepat ke luar ruangan. Meninggalkan Killa yang menggeleng-gelengkan kepalanya. Gue mah nggak gerah sama sekali.
Tapi hanya beberapa detik Adam keluar. Ia masuk masih dengan mengipasi tubuhnya yang berkeringat.
"Nggak ada angin," katanya kemudian kembali duduk di sebelah Killa. "Tapi udah nggak segerah tadi," ucapnya lagi.
"Bagus, deh," kata Killa. "Dam," panggilnya.
"Iya?"
"Gue pulang sekarang, ya?"
"Lo mau pulang sekarang?"
"Iya. Mau ngapain lagi juga?"
"Lo dijemput?"
"Iyalah."
"Udah nelpon sopir lo?"
"Belum. Baru mau."
"Kalo gitu nggak usah nelpon. Pulang bareng gue aja, ya?"
"Kenapa?"
"Ya nggak apa. Oke?"
"Yaudah, deh."
"Gue mau jenguk makam Naila. Lo mau nemenin nggak?"
"Kapan?"
"Hari ini."
"Boleh," kata Killa sambil mengangguk.
Adam tersenyum. Ia mengambil tas yang berada di dekat kakinya dan mengeluarkan sapu tangan berwarna hijau tua dari sana. Ia kemudian berdiri dari duduknya lalu bertekuk lutut di depan Killa yang tengah duduk di kursi. Dalam keterkejutan yang kentara di wajah Killa karena ia dengan tiba-tiba ada di depannya dengan posisi itu. Adam mengulurkan sapu tangan yang ada di tangannya.
"Tolong bantu elapin keringet gue."
Killa kehilangan kata-katanya. Ia membeku sambil menatap wajah Adam yang ada di depannya. Cukup dekat. Ia bisa melihat jelas pori-pori kulit wajahnya dan bisa mencium perpaduan antara bau parfum dan keringat yang menjadi satu.
"Kill," panggil Adam sambil menyentuh pipinya dengan punggung tangan.
Rasa hangat pada tangan Adam membuat pipi Killa terasa panas. Jantungnya berdetak kencang sampai ia takut Adam yang berada tepat di depannya dapat mendengarnya.