Killa dan Adam

Nur Afriyanti
Chapter #15

14. Perang

Ponsel Killa yang ia letakkan di atas meja makan berdering nyaring. Ada panggilan masuk. Sambil mengunyah sarapannya Killa mengambil ponselnya. Nama Adam tertera di sana. Ia mengambil air minumnya kemudian meminumnya terlebih dahulu, baru kemudian ia mengusap layar ponselnya ke atas dan menempelkannya ke telinga.

"Ya?" sapa Killa.

"Lo lagi apa, Kill? Masih di rumah?" tanya Adam di seberang sana.

"Iya, gue lagi di rumah. Lagi sarapan ini. Lo udah di sekolah?" Killa menengok jam tangannya. "Masih pagi lho, Dam," katanya kemudian.

"Iya, gue udah di sekolah," kata Adam.

"Lha lo ngapain nelpon gue?"

"Mau ngasih tau. Kita latihan dulu ya, sebelum tampil. Dan satu lagi. Kita yang akan tampil pertama nanti."

Killa terlonjak kaget saat mendengar Adam bahwa mereka akan tampil pertama.

"Masa, iya?"

"Ngapain gue bohong."

"Ih, buset. Bakal deg-degan banget nih gue," kata Killa. Ia mengambil air minumnya kemudian menenggaknya. "Di sana udah rame?"

"Lumayan. Udah banyak yang datang murid-murid yang mau tampil."

"Oke, deh. Gue ngabisin sarapan dulu."

"Sip. Hati-hati awas keselek," kata Adam lalu memutuskan sambungan telepon.

"Ya," kata Killa.

Ia melanjutkan kembali sarapannya yang sempat tertunda. Sambil berdoa dalam hati, semoga nanti ia dan Adam tampil dengan baik.

***

Sesampainya di sekolah, Killa langsung menuju ke auditorium sekolahnya. Ruangan yang cukup besar itu dibagi menjadi dua bagian. Satu bagian untuk panggung beserta penonton, dan satu bagian lagi untuk tempat para murid yang akan tampil menunggu giliran mereka, juga tempat untuk persiapan seperti make up, bagi murid yang akan menampilkan tarian.

Killa celingak-celinguk begitu sampai di sana. Mencari keberadaan Adam. Ia meletakkan tas sekolah dan tas biolanya lalu kembali mencari keberadaan cowok itu.

Ia sudah mencari Adam di setiap penjuru bangunan, tapi tak juga menemukan di mana ia berada. Killa juga bertanya pada beberapa orang, tapi tidak ada satupun orang yang tahu di mana Adam berada.

"Ih, Adam di mana, sih? Malah ngilang!" Killa mulai kesal.

Ia mengambil ponselnya berniat menghubungi Adam. Tapi ia memaki dalam hati karena ponsel cowok itu tidak aktif.

Tepat saat ia berbalik dan hendak berjalan dirinya menabrak seseorang. Sebelum dirinya jatuh, tangannya sudah terlebih dahulu ditarik oleh orang itu sampai ia berdiri seperti semula.

"Nyariin gue, ya?" tanya seseorang itu yang adalah Adam.

"Lo ke mana aja?" tanya Killa dengan berkacak pinggang.

"Ada urusan," jawab Adam.

"Ih, gue nih nyariin elo, tau nggak?!" tanya Killa dengan nada suara kesal.

"Nyariin gue? Kangen?"

"Bukan! Buat latihan lah, aneh sih!"

"Oh," kata Adam. Ia tersenyum, kemudian mengulurkan tangannya untuk merapikan poni Killa yang sedikit berantakan. "Maaf, ya," katanya pelan.

Killa merasa ada sesuatu yang Adam sembunyikan. Mata Adam yang menatapnya kini, terlihat sedikit berkaca-kaca.

"Lo ada masalah?" tanya Killa.

"Siapa?" tanya Adam.

"Lo, Adam."

"Nggak ada, kok," kata Adam kemudian tersenyum.

"Bohong," ucap Killa.

"Nggak, kok."

"Bohong."

"Nggak."

"Lo bohong, Adam."

"Nggak."

"Sumpah, lo bohong banget."

"Nggak, Kill."

"Lo bohong besar, Adam. Keliatan kalo lo ada masalah."

"Sekarang nggak ada."

"Berarti tadi ada?"

"Nggak."

"Gimana, sih?"

"Nggak ada apa-apa."

Killa ingin berkata lagi tapi mulutnya ditutup oleh Adam dengan tangannya. Cowok itu menundukkan kepalanya untuk menjajarkan wajahnya dengan Killa.

"Nggak ada apa-apa, oke? Jangan tanya-tanya lagi," ucapnya. Ia lalu menurunkan tangannya dan menegakkan kepalanya kembali.

"Iya, deh," kata Killa saat mulutnya sudah bebas.

"Pinter," kata Adam sambil menepuk puncak kepalanya. Cowok itu tertawa kecil. Dan mata yang Killa lihat kini terlihat baik-baik saja. Berbeda dengan yang tadi.

Lihat selengkapnya