Killa dan Adam

Nur Afriyanti
Chapter #17

16. Luka

"Assalamualaikum, Adam! Ini Killa!" Cewek itu terus mengetuk pintu dan menyerukan nama Adam.

"Nggak baik, nih," katanya. Ia mengintip ke dalam lagi.

Killa melihat sekeliling. Sepi. Ia berjalan ke jendela yang berada di sebelah kiri. Firasatnya mengatakan bahwa itu adalah kamar. Karena Adam tinggal sendiri, itu pasti kamar Adam.

Ia tidak bisa mengintip ke dalam karena jendela kacanya tertutup gorden. Jika ia ingin mengintip ke dalam, maka maka ia harus menaiki sesuatu untuk bisa mencapai fentilasi yang ada di atas.

Killa melihat sekeliling. Tidak ada apa-apa di sana selain batu-batu kecil yang disusun mengelilingi bunga kroket yang tumbuh di sekitar rumah itu.

Ada pohon jambu air, tapi tumbuhan itu jelas tidak bisa digunakan dalam situasi ini.

Di teras rumah Adam pun tidak ada kursi atau meja.

Killa menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Bingung apa yang mesti ia lakukan.

Tiba-tiba ia merasa ponselnya yang berada di kantung celananya berbunyi. Ada telepon masuk dari kakaknya, Arkan.

"Hallo?" sapa Killa.

"Assalamualaikum," sapa Arkan di seberang sana.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Kenapa, kak?" tanya Killa. Ia merasa terganggu atas telepon kakaknya tersebut.

"Kakak ada di rumah kamu."

"Ha? Ngapain?"

"Mampir. Kakak ada acara di daerah sini, jadi sekalian aja mampir. Kamu lagi ada di mana, sih?"

"Em, di rumah temen kak. Lagi sibuk." Iya, kan? Dia sibuk? Iya.

"Kapan pulang?"

Killa mengaduh dalam hati. Mana dia tahu akan pulang kapan.

"Nggak tau, kak. Mungkin lama. Kakak pengen aku pulang?"

"Iya, dong."

"Harus, ya?

"Kita kan udah lama nggak ketemu. Kakak kangen juga sama kamu. Emang kamu nggak?"

"Kangen sih," ucapnya.

"Yaudah, pulang dong. Kakak juga bawa sesuatu, nih."

"Harus, kah?" Ia merasa menemui Adam lebih penting. Bukan tanpa alasan, ia khawatir cowok itu kenapa-kenapa.

"Harus! Kamu lagi ngerjain apa, sih?"

"Tugas lah pokoknya! Iya deh aku pulang." Killa mematikan ponselnya dan menaruhnya di kantung celananya.

Killa melangkah ke depan pintu rumah Adam lagi kemudian mengetuknya. Berharap kali ini ia mendapat jawaban.

"Assalamualaikum, Adam! Ini Killa!" Tiga ketukan, dan tetap tidak ada jawaban. "Coba deh, ditelepon." Ia mengambil ponselnya. "Belum aktif juga," gumamnya.

Killa akhirnya memutuskan untuk pulang terlebih dahulu. Ia akan cepat ke sini lagi jika kakaknya sudah pergi.

***

Adam membuka matanya perhalan. Ia merasakan perih di tangan juga wajahnya.

Cowok itu mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali. Mencoba melihat dalam kegelapan yang melingkupinya.

Kepalanya pusing. Dan luka yang diakibatkan oleh serpihan kaca itu membuat lukanya berdenyut-denyut menyakitkan.

Di luar sudah gelap. Sudah cukup lama ia tidur. Atau pingsan?

Dengan perlahan cowok itu bangun dari posisi tidurnya menjadi duduk. Ia kemudian berdiri. Hendak menuju sakelar lampu.

"Ah!" Ia mengaduh karena kakinya terasa tertusuk sesuatu. Ia langsung ingat dengan pecahan kaca itu. Dan memang benda itu lah yang menusuk kakinya. Lukanya bertambah lagi.

Mencoba tak memedulikan rasa sakitnya, Adam kembali berjalan sambil meraba-raba ke depan. Akhirnya ia menemukan sakelar lampu yang dicarinya. Dengan tangan yang tertusuk pecahan kaca itu ia menyalakannya. Dan sekitar pun berubah terang.

Kamarnya berantakan. Sungguh berantakan. Cermin besar yang berada di samping lemari pakaiannya pecah dan serpihannya berserakan di lantai. Buku-buku yang ada di raknya berjatuhan. Segala sesuatu yang ada di meja belajar dan meja riasnya berserakan dengan beberapa benda itu pecah. Dan ponselnya, benda itu hancur. Tampak mengenaskan.

Dan tubuhnya. Lecet dan mengeluarkan darah di beberapa bagian.

Lihat selengkapnya