"Killa!"
Lisa yang baru masuk kelas mereka menyerukan namanya dan membuat si pemilik nama terlonjak di bangkunya.
Killa melotot pada Lisa karena telah membuatnya kaget pada pagi hari itu. Lisa hanya nyengir. Menampilkan deretan giginya yang rapi.
"Kill," kata Lisa. Ia duduk di bangkunya. Di sebelah Killa.
"Apa?"
"Gue tadi ngeliat Adam, dia jalan pelan gitu. Terus gue liat kakinya, telapak kakinya maksudnya, luka, dibalut gitu. Bukan cuma itu deng. Tangan sama dahinya juga luka. Itu kenapa, ya?"
Killa terdiam selama beberapa detik. Bingung mau mengatakannya atau tidak.
"Ya karena luka. Makanya dibalut," ucap Killa akhirnya.
Temannya itu malah menyipitkan matanya, jelas tahu bahwa ada yang disembunyikan oleh Killa.
"Cerita dong, Kill," kata Lisa sambil memegang lengannya.
Killa menarik lengannya yang dipegang Lisa. "Itu masalah dia."
"Tapi lo tau?"
"Iya," jawabnya seraya mengangguk.
"Masalah serius, ya?" tanya Lisa lagi. Tumben air mukanya serius.
"Iya. Makanya lo nggak usah tanya-tanya."
Lisa berdecak pelan. "Yaudah deh."
Killa mengangguk. Lega karena Lisa tidak bertanya-tanya lagi. Beberapa saat setelah itu, dua temannya, Olive dan Nadia datang dan duduk di bangku mereka. Di belakang bangku Killa dan Lisa.
"Kill, gue dititipi pesan sama seseorang. Buat lo." Perkataan Nadia itu sontak membuat Killa yang sedang membaca novel di aplikasi ponselnya menoleh padanya.
Sebelum Killa sempat bertanya, Nadia sudah melanjutkan perkataannya, "nanti sepulang sekolah katanya Adam mau ke rumah lo. Terus katanya lagi lo suruh pake jaket."
"Wih!" Tiba-tiba Lisa berseru.
"Mau ke mana lah..." Olive ikut-ikutan.
"Dia bilang gitu?" tanya Killa memastikan. Ia melotot pada Olive dan Lisa yang tersenyum-senyum padanya.
"Iya. Iya kan, Live?" Nadia menoleh pada Olive, dan cewek itu mengangguk.
"Oke, makasih," ucap Killa. "Apa?" tanyanya pada Lisa yang masih senyum-senyum padanya.
"Mau ke mana sih, Kill? Nge-date, ya?"
"Sembarangan!"
"Terus mau ke mana?" tanya Lisa. Cewek itu memang punya tingkat ke-kepoan yang tinggi.
"Ya gue juga nggak tau lah!"
"Oh, gitu," ucap Lisa dengan suara kecil seraya mengangguk.
"Tadi gue liat Adam nggak pake sepatu lho, Kill. Terus telapak kakinya, dahi, sama tangannya luka. Itu kenapa?" tanya Olive.
"Ya luka," jawab Killa. Killa menghela napas pelan. Lelah juga menghadapi teman-teman yang kepo. "Udah deh jangan tanya-tanya lagi."
"Cerita sih, Kill," rengek Olive. Dua temannya mengangguk.
"Nggak!" kata Killa tegas.
"Nanti kita tanya sama Adamnya langsung aja," kata Lisa. Killa langsung melotot padanya.
"Jangan. Itu ada kaitannya sama keluarganya," kata Killa akhirnya.
Tiga temannya terdiam menatapnya. Membaca raut wajah Killa, mencari tahu siapa tahu Killa bohong.
"Gue serius."
"Oke, deh," ucap Lisa. Olive dan Nadia mengangguk.
Killa tersenyum. Akhirnya tiga temannya diam.
***
Killa sedang menunggu sopirnya datang saat seseorang dengan motor beat-nya dan berhenti di depannya. Dia Adam. Cowok dengan senyum kecil yang sering ia tampilkan pada Killa.
"Pesan gue sampe ke elo, kan?"
"Yang lo titipin ke Nadia?"
Adam mengangguk.
"Sampe. Kita mau ngapain? Ke rumah orang tua lo?"
Adam menelengkan kepalanya. "Ngambil ponsel gue di konter. Dan ya, ke rumah orang tua gue," kata Adam. Ia menghela napas pelan. "Gue nggak mau berharap lebih, Kill. Kalo memang orang tua gue nggak nganggep gue anak lagi yaudah."
Beberapa saat sesudah Adam mengatakan itu, mobil sopir Killa datang. Adam menyalakan mesin motornya.
"Jam tiga gue ke rumah lo," kata Adam kemudian menjalankan motornya.
Killa berjalan ke mobil yang telah menunggunya. Entah kenapa ia merasa sedih.
***
"Nggak usah turun," kata Adam pada Killa saat mereka sampai di konter tempat ponsel Adam diperbaiki.
Killa mengangguk dan Adam berjalan meninggalkannya. Beberapa saat kemudian, Adam kembali dengan ponsel di tangannya.