Keesokan harinya, Adam tidak masuk sekolah. Dan itu membuat Killa khawatir setengah mati. Kata Dio, teman sekelasnya, Adam tidak masuk karena ada urusan keluarga.
Tapi bukan itu yang membuat Killa khawatir sampai tidak berselera makan. Tapi karena lagi-lagi, ponsel cowok itu tidak aktif. Ia sudah mengirimkan pesan. Tapi belum dibalas.
"Kill," panggil Lisa pada Killa yang mematung memandangi mangkuk baksonya tanpa ada nafsu untuk memakannya.
Killa tidak menjawab. Pikirannya berkelana ke mana-mana.
"Killa," panggil Olive.
Killa menoleh padanya. "Apa?"
"Baksonya dimakan geh. Keburu dingin," ucap Nadia. Ia mendekatkan mangkuk bakso pada Killa.
Killa memandang mangkuk bakso itu kemudian berganti pada ketiga temannya. "Gue nggak nafsu. Gue balik ke kelas dulu ya." Tanpa sempat ketiga temannya cegah, ia beranjak dari tempat duduknya dan meninggal tempat itu.
***
Cowok berjaket hitam dengan tudung yang menutupi kepalanya itu berdiri di sebelah brankar dengan seseorang yang terbaring dengan selang infus dan luka yang dibalut di sekitar tumbuhnya.
Adam, cowok itu, menghela napas panjang seraya mendongakkan kepalanya ke atas.
Tuhan memang pembuat kejutan paling hebat. Baru kemarin dirinya berhadapan dengan papanya, berdebat tentang sesuatu yang tak juga selesai sebab tak ada yang mau mengalah.
Dan kini, papanya terbaring tak berdaya dengan selang infus dan balutan penuh luka di sekujur tubuhnya. Ia kecelakaan saat sedang mengendarai mobil subuh tadi.
Adam kesal dengan orang tua itu. Yang egois dan selalu memaksa anak-anaknya sampai si anak membangkang sedemikan rupa.
Adam sempat benci, dan tak mau peduli apapun karena baginya, cita-cita adalah segalanya.
Adam sempat benci, karena bahkan sampai Naila mati pun beliau tetap kukuh pada pendiriannya. Memaksa anaknya untuk meninggalkan hobi mereka dan menuruti keinginan orang tua.
Tapi kini, melihat papanya berbaring tak berdaya seperti itu, ia merasa seolah dunianya terguncang. Ia sedih. Sangat sedih dan ia takut jika nanti, ia harus kehilangan orang yang ia sayangi lagi.
Karena biar bagaimanapun, ia papanya. Dari sejuta perlawanan yang dilakukanya, ada rasa sayang yang menetap dan akan selalu ada di sana. Di hatinya.
Adam merasakan pundaknya disentuh. Ia menoleh dan mendapati kehadiran mamanya di sampingnya.
"Kamu nggak lapar? Mama belum liat kamu makan sejak pagi tadi," ucap wanita itu dengan lembut.
Adam memaksakan menarik ujung bibirnya untuk tersenyum. "Belum lapar, ma."
"Makan, Dam. Nanti kamu sakit. Sana," kata mamanya sedikit memaksa.
Akhirnya Adam mengangguk. Ia berbalik dan berjalan keluar dari ruangan itu.
Cowok itu tiba-tiba langsung teringat dengan Killa. Apa yang dipikirkan cewek itu atas dirinya. Ia tidak menghubunginya sebab saat ia mendapat kabar tentang papanya yang kecelakaan, ia langsung pergi dan lupa membawa ponselnya. Benda itu sekarang berada di rumahnya.
Saking kalutnya atas apa yang terjadi ia melupakan cewek itu.
Tanpa pikir panjang ia melangkah dengan cepat menuju parkiran. Perutnya belum lapar dan ia tidak ada keinginan untuk makan. Adam mengambil motonya dan menjalankannya untuk ke rumahnya dan mengambil ponsel.
Ngomong-ngomong, Adam tidak sempat mengirimkan surat ke sekolah untuk izin. Tapi karena kebetulan mamanya adalah salah satu teman wali kelasnya, beliau mengizinkan cowok itu dengan menelepon wali kelasnya bahwa Adam tidak bisa masuk sekolah karena urusan keluarga. Sengaja tidak memberi tahu apa yang terjadi.
Sesampainya di rumah, Adam langsung masuk dan berjalan ke kamarnya dan mengambil ponselnya yang ia letakkan di atas tempat tidur.
Ada pesan chat yang dikirimkan oleh Killa saat ia membuka aplikasi WhatsApp. Adam membuka chat tersebut.
Killa: Adam.
Adam menengok arlojinya. Pukul sepuluh lewat sepuluh. Sekarang masih jam istirahat di sekolahnya. Ia memencet tombol telepon pada ponselnya. Menghubungi cewek itu.
Pada dering ke tiga suara Killa menyapa telinganya.
"Adam?"