Satu Minggu setelah Adam pindah sekolah.
Adam nyaman dengan sekolah barunya. Berkat otaknya yang lumayan cerdas, ia tidak membutuhkan waktu lama untuk mempelajari pelajaran-pelajaran baru di sekolah tersebut.
Dan ia juga cukup bisa cepat mengerti tentang segala sesuatu tentang perusahaan yang akan dia miliki.
Tapi, ia cukup lelah. Ia cukup lelah sehingga tidak dapat bertukar kabar dengan cewek yang selalu menunggu notif chat atau telepon darinya.
Bukannya tidak bisa, ia bisa tapi tidak selalu. Kesibukannya membuat tubuhnya lelah dan saat sudah tiba di rumah, ia akan langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur. Meninggalkan ponselnya yang seharian itu tidak ia aktifkan.
Terkadang, ia menelepon atau mengirimkan pesan saat Killa sudah tertidur. Btw, cewek itu juga lelah lho. Di samping lelah mempelajari pelajaran yang membuat kepalanya berdenyut menyakitkan ia juga lelah karena menunggu Adam menelepon atau mengiriminya pesan.
Duh... Udah kek pacarnya aja, ya?
Tapi ternyata, bukan dia saja yang merasakan itu. Adam juga. Tapi tubuhnya yang lelah membuat cowok itu tak sempat untuk mengabarinya karena ia sudah terlebih dahulu tertidur setelah beberapa detik menyentuh kasur.
Dan malam ini, setelah mengerjakan pr matematika yang membuat kepalanya berdenyut, Killa memeluk bantalnya sambil memandangi layar ponselnya. Menunggu cowok bernama Adam itu membalas pesannya atau menghubunginya. Cukup lama Killa menunggu. Tapi sampai jarum jam menunjukkan pukul sebelas malam, ponsel cowok itu belum aktif juga.
Killa menghela napas pelan. Sesibuk itu ya Adam sampai tidak bisa membuka dan membalas pesannya?
Killa merebahkan tubuhnya, keluar dari aplikasi WhatsApp dan memilih icon musik. Ia mencari rekaman suara Adam di sana. Setelah ketemu, ia menyentuhnya dan seketika itu juga, suara merdu Adam yang sangat ia sukai mengalun di kamarnya.
Waktu terus berjalan, ia mengulangi rekaman itu berkali-kali dan masih menunggu Adam aktif. Tapi apa yang Killa harapkan tak juga terwujud. Adam tidak juga menghubunginya yang akhirnya karena lelah dan mengantuk, ia jatuh tertidur.
***
Di seberang sana, Adam terbangun setelah tertidur entah sejak pukul kapan. Yang ia ingat, setelah solat isya dan mengerjakan beberapa tugas, ia rebahan dan akhirnya ketiduran. Ponselnya ia letakkan di atas meja belajarnya.
Adam melongok jam. Sudah pukul dua belas malam. Ia bangkit dan memeriksa ponselnya. Ia tadi tidak sempat karena ada begitu banyak tugas dan besok ada ulangan harian yang mengharuskannya belajar.
"Maaf, Kill," gumamnya.
Ia membalas pesan yang dikirimkan cewek itu.
Killa: Adammmmmm...
Adam: Iya, Kill. Maaf ya telat balas. Tugas gue numpuk dan gue harus belajar buat ulangan harian besok. Juga, seminggu lagi kan bakal ujian kenaikan kelas, kan? Tempat lo juga setahu gue. Belajar yang bener, ya. Oke?
Terkirim. Tersampaikan.
Iseng, Adam mencoba menelepon yang tentu saja tidak terangkat karena Killa sudah tertidur sangat lelap sehingga tidak mendengar getaran dari ponsel di sebelahnya.
Adam akhirnya mematikan ponselnya. Killa sudah tertidur. Salah dia juga sih ketiduran segala.
***
Killa duduk di bangku sekolahanya dengan menopang kedua kedua pipinya dengan tangannya. Mukanya kusut mirip pakaian belum disetrika. Kejadian tadi pagi membuat moodnya hancur sekarang ini.
"Lo ke mana aja sih, Dam? Tau nggak tadi malem gue nungguin lo sampe ketiduran!"
"Maaf, Kill. Gue banyak tugas dan harus belajar buat ulangan harian. Tapi gue udah bales chat elo, kan? Gue juga nelpon elo tadi malem, tapi nggak diangkat."
"Elo nelpon jam dua belas. Ya gue udah tidur, lah!"
"Lo marah?"
"Iya."
"Gue itu sibuk, Killa. Bukannya lupa sama elo."
"Sibuk banget, tah?"
"Iya. Lo nggak percaya?"
"Di sekolah pun lo nggak ada sedikit waktu buat ngehubungin gue?"
"Nggak ada."
"Masa?"
"Kenapa nggak percaya, sih? Bener lah. Ngapain gue bohong? Coba mikir dong, Kill."
"Kok lo ngomongnya begitu, sih?"
"Apanya yang begitu?"
"Nyalahin gue."
"Siapa yang nyalahin, sih? Gue cuma ngomong supaya lo mikir."
"Jadi maksud lo gue nggak mikir, gitu?"
"Kurang. Lo agak egois."
"Terus?"
"Apanya yang terus?"
"Nggak jadi."
Adam menghela napas pelan.
"Lo masih marah?"
"Nggak."
"Ngomong yang jujur."
"Kok lo jadi begini sih, Dam?"
"Apanya sih, Killa?"
"Kayak nyalahin gue gitu."
"Nggak jelas tau nggak."
"Kok lo jahat sih, Dam?"
"Apanya sih, Kill? Aneh deh elo nih."
"Nggak tau ah, Dam!"
"Yaudah terserah."