Sekolah pagi ini Larasati berangkat tetap ikut Pak Pi'i yang selalu setia menjempu didepan warung dengan angkot pinknya yang mungkin warnanya mulai pudar termakan usia. Lee Yo Han tetap berangkat sendiri dengan kuda putih beroda 4. Mereka sepakat untuk tidak berangkat bersama ke sekolah demi menjaga hati Anita. Perputaran kisah di sekolah masih sama, mereka terlihat ngobrol akrab bercanda tawa bersama. Kimchi pun tersedia di meja Lee Yo Han dengan kotak pink berbentuk hati selalu tersedia di meja Lee Yo Han disaat jam istirahat. Kali ini Larasati sedikit tenang dengan keadaan itu karena Lee Yo Han menyantap kimchi buatan Anita hanyalah untuk sekedar menghargai. walau menyantap kimchi Anita Lee Yo Han terkadang memberikan kode-kode sayang untuk Larasati yang membuat hatinya dingin dan tersenyum bahagia di belakang Anita.
Sepulang sekolah Larasati tak menghilangkan kebiasaan dengan berdiri di tempat yang sama seperti hari-hari kemaren menantikan kehadiran Pak Pi'i. Paginya Larasati sudah berpesan kepada Pak Pi'i mulai siang nanti dia tak lagi pulang dengan Pak Pi'i dan beliau menyetujuinya dengan canda-canda kecil. 'Eciye... muliye ambi sopo byeng' (eciye... pulangnya dengan siapa nak?). Namun Larasati hanya menjawab dengan senyum simpul penuh arti pagi tadi.
"Eh... kok belum pulang Ras? bareng aku kah?" Anita membuka jendela mobil bagian tengah dan menyapa Larasati yang masih diterpa teriknya sinar matahari.
"Waduh itu gak bareng namanya Ta, namanya kamu nganter aku. Nggak deh makasih ya kasian ma Pak Ucup mungkin sudah lapar hahahaha" Larasati menjawab ajakan Anita. Kemudian kaca mobil bagian kiri barisan depan terbuka dan Pak Ucup memperlihatkan wajahnya yang sawo kelewat matang.
"Ih.... makanya neng kalo punya rumah jangan dipucuk gunung hahahaha. Ayo neng duluan" komentar pak Ucup sopir Anita yang juga berasa seperti sahabat karena Pak Ucuplah yang selalu mengantarkan tuan putrinya kemanapun bahkan nongkrong berdua, Pak ucuplah yang dengan sabar mengantar Anita walau sering 'rewel'.
"Hihihihi iya sih ya jauh... ya Pak Ucup" balasan komentar dari Larasati. Mobil merah merona dengan nomer cantik P 4999 TA itu melaju meninggalkan Larasati.
Celingak celinguk, toleh kanan kiri depan belakang terlihat seekolah yang mulai sepi kemudian dia memilih nomor handphone dan menghubungi Lee Yo Han untuk menghampirinya. Tak lama mobil putih datang dan Larasati masuk dengan terburu-buru agar tak terlihat oleh siapapun. Disambut Lee Yo Han yang duduk di belakang setir.
"Mau kemana hari ini kita ahjumma?" goda Lee Yo Han dan Larasati memberikan pukulan majah di pundak Lee sambil merajuk.
"Kita ke pantai lagi yuk? di Banyuwangi banyak pantai bagus kamu harus menyelesaikan kunjungan ke beberapa pantai dan aku 'TourGiude' nya sekarang kita ke Watu Dodol". Larasati memutuskan sendiri tempat yang akan dikunjungi dan sebagai petunjuk arah.
Setelah sampai di pantai Watu Dodol, Larasati berjalan menyusuri tepi pantai. merelakan kaki telanjangnya dihempas ombak kecil yang membuat basah. Menghadapkan wajahnya ke arah angin laut dan dia merasakan nikmat yang luar biasa yang diberikan oleh alam saat wajahnya diterpa angin laut. Larasati mengembangkan paru-parunya setelah dia menghirup banyak oksigen. Ada rasa lega di hati seakan beban yang selama ini di tahan lepas bersama angin pantai.
Lee Yo Han pun berdiri di sampingnya dan meraih jemari Larasati bersama menghadap alam menikmati udara pantai dengan memejamkan mata sambil merasakan hati yang menyatu melalui genggaman. Sekalipun panas sore masih menyapa namun mereka berdua begitu menikmati suasana. Bahagia tak terbendung di hati mereka berdua walau menjalani 'cinta rahasia'.
Saat di sekolah mereka berdua bersikap sewajar mungkin seperti tidak terjadi apapun namun saat di luar sekolah mereka berdua meluapkan segala cinta yang ada. Menikmati sore bersama ditepi pantai, ditaman, berwisata kuliner, foto, dan ngobrol dengan waktu yang terbatas. Larasati mengajarkan banyak hal dan memberi pengalaman baru untuk hidup Lee Yo Han. Lee Yo Han di kenalkan dengan banyak macam kulineran di Banyuwangi seperti kue kucur, kue klemben, rujak soto, rawon pecel, terutama kesrut dan macam-macam lagi lainnya. Awalnya semua itu terasa aneh di lidah Lee Yo Han namun lama kelamaan dia jadi menikmati semua kuliner khas kota Banyuwangi. Lidahnya jadi cocok dengan makanan yang tak pernah dia kenal walaupun sang ibu berasal dari Banyuwangi. Wajah Lee Yo Han yang dingin sekarang berubah menjadi lebih hangat dan bersahabat. Mungkin efek Larasati yang periang mebuat hari-hari mereka menjadi indah. Larasati tak pernah menjadi orang lain saat bersama Lee Yo Han, dia tetap menjadi dirinya sendiri bahkan pernah suatu malam minggu Larasati dijemput untuk pertama kalinya. Hal itu membuat emak heboh dan shock anak gadisnya dijemput seseorang cowok. Awalnya emak tak tahu jika Lee Yo Han adalah tetangga bahkan emak kenal baik dengan momy Lee Yo Han semasa kecil saat bermain disawah dan sungai.
Emak takjub saat pintu depan diketok dan membukanya sedangkan Larasati masih mempersiapkan diri dikamar untuk acara ngedate malam ini. Nampak sosok pria tampan yang mencari Larasati dan dunia emak langsung terhenti sejenak. Setelah beberapa menit emak masih melongo Lee Yo Han dengan sopan bertanya,
"Bu Larasati adakah dirumah?" pertanyaan itu harus Lee Yo Han ulang hingga tiga kali hingga emak terkejut dan beranjak dari posisinya dia berdiri.
"Oh adyah... duduk silahkan duduk" jawab emak yang masih gugup dan masih kental dengan logat bahasa Osengnya yaitu bahasa daerah Banyuwangi.