Semua memang telah berakhir namun pagi tak pernah berhenti menyapa mentari dan berakhir. Seperti beberapa hari yang lalu pagi ini juga membuat Larasati tak bersemangat namun tak mungkin jika dia tak beranjak dari tempat tidurnya karena ujian Matematika menunggu kehadirannya. Jika tak bersemangat ritual pagi Larasati menjadi 'slow motion' dan emak hanya mampu geleng-geleng kepala. Biasanya dia sekesit kancil kali ini Larasati menjelma menjadi siput. pagi ini dia telah ditinggal Pak Pii dan diantar oleh Apak dengan motor kebanggaan satu-satunya. Setelah cium tangan bel masuk langsung berbunyi.
"Slamet riko byeng heng telyat" ( Untung kamu nang nggak telat ) ujar Apak yang langsung menstater motornya dan berputar balik. Larasati melangkahkan kakinya menuju ruang kelas dengan langkah gontai. Lee Yo Han yang berada dibelakang Larasatienghentikan langkahnya dan menatap Larasati dengan hati pilu.
Pintu kelas telah didepan mata dan Larasati sempat terhenti menata hati bahkan menarik nafas panjang. Mempersiapkan petadaannya dengan pandangan sinis Anita yang akan di lemparkan pada Larasati.
Larasati menuju bangku dan duduk dikursi yang selama 8 bulan ini. Anita yang duduk disebelahnya sontak berdiri dan mendengus kesal. Anita langsung pindah mencari bangku lainnya dan meninggalkan bangku di sebelah Larasati. Tatapan sinis Anita membuat mata Larasati menjadi basah. Lee Yo Han yang duduk di bangku belakang Larasati tak mampu berbuat apa-apa hanya berdiam diri dengan rasa bersalah.
Entah rumor apa yang ditebarkan dan oleh siapa setiap kali Larasati lewat selalu menjadi bahan pergunjingan, selain itu juga tidak ada satupun yang mau berteman dengan Larasati. Bagaikan dia trlah membuay kesalahan yang begitu fatal. Larasati berusaha kuat dan tegar menghadapi ini semua.
Di tengah-tengah siang bel istirahat berdering. Anita masih sama dengan kebiasaannya di waktu istirahat yaitu membawakan sekotak kimchi untuk Lee Yo Han. Kimchi itu diterima oleh Lee Yo Han dan langsung dilahap. Seperti biasa juga Anita duduk dihadapan Lee Yo Han dan menunggu kimchinya habis walau Larasati ada disebelahnya Anita tak lagi perduli seolah tak ada orang. Bahkan Anita cenderung bermanja-manja dengan Lee Yo Han seolah membakar api cemburu Larasati. Kini Anita bagai tak kenal lagi dengan Larasati. Dahulu Larasati bagai saudara kembar Anita, kini bagai musuh yang tak akan pernah berdamai.
Larasati berusaha untuk selalu menyadari semua ini. Meski cinta tak pernah salah namun dia tahu diri dengan segala kebaikan Anita selama ini terutama masalah materi. Sebenarnya Larasati tak pernah mau dibantu namun Anita selalu memenuhi tanpa minta kembali. Hanya saja hal itu yang sekarang menambah beban Larasati dalam kisah cinta ini. Larasati tahu SPP nya selalu nunggak dan emak sanggup bayar selalu akhir bulan bahkan lewat bulan. Kini Larasati memutar otak untuk mencari pekerjaan setelah pulang sekolah untuk membantu keuangan emak karena sekarang dia kelas 3 SMU sayang jika dia harus berhenti disini walaupun emak sudah berpesan Larasati jangan berharap untuk melanjutkan sekolah di perguruan tinggi karena emak sudah tidak sanggup. Larasati juga berpikir sebagai kakak perempuan satu-satunya dan anak pertama dia juga harus membantu emak agar kedua adik laki-laki terus sekolah hingga jenjang yang lebih tinggi. Bagi Larasati adik laki-laki punya tanggung jawab yang lebih besar karena nantinya akan menghidupi anak perempuan orang. Hanya itu tekad Larasati kini. Sakit hati dia kesampingkan, apalagi bulan ini ntah kenapa warung juga sepi dan adiknya terkena demam berdarah yang harus dirawat dirumah sakit. Sehingga SPP Larasati telah nunggak hingga 3 bulan.
Ruangan guru yang dingin jam 10.00 Larasati duduk dikursi berhadapan langsung dengan guru bendahara sekolah.
"Ras... sehat?", tanya ibu Widarti dengan lembut.