Soekarno - Hatta 06.30 Wib langkah lunglai Lee Yo han tak bersemangat menyusuri kabin pesawat setelah kurang lebih 7 jam berada di ketinggian. Hatinya masih tertinggal di Jeju-Korea Selatan berat langkah kaki itu bagai dia harus mendaki Gunung hingga ke puncak. Sang Momy menatapnya dengan iba namun tak ada pilihan lain bahwa Momy juga begitu merindukan kampung halamannya yaitu Banyuwangi-Jawa Timur. Momy Lee juga tak ingin berlarut dalam kesedihan setelah papa Lee meninggal satu bulan yang lalu karena penyakit jantung yang mendadak. Momy Lee ingin menyimpan semua kenangan tentang papa Lee itu cukup dalam hati dan satu-satunya jalan adalah dengan pulang ke kampung halaman agar lebih dekat dengan keluarga serta nenek kakek yang tak pernah melihat Lee dari Lee bayi hingga beranjak dewasa. Hanyalah sebuah foto yang mengobati rasa kangen sang nenek dan kakek selama ini.
"Mom... berapa lama lagi semua ini berakhir?". rengekan Lee selalu terdengar disetiap 3 langkah kakinya. Sang Momy hanya mengulurkan tangannya untuk memberi semangat pada Lee sambil menghembuskan nafas panjang untuk mengatur hatinya. "Mom... kenapa sih gak turun ke Banyuwangi saja pesawatnya atau Bali yang katanya lebih dekat?", kata-kata protes itu terus diutarakan Lee. Kali ini Momynya pun menjawab "Ada yang harus Momy urusi disini sayang. Ayo deh... semangat nanti kamu juga akan bahagia tinggal di Banyuwangi karena apa? karena separuh dari kamu adalah darah 'oseng' (oseng adalah sebutan orang yang berdarah Banyuwangi atau suku) seperti Momy. Momy janji bikin kamu bahagia". Momy terus membujuk Lee dengan semua jurus agar Lee bersemangat bahkan Momy rela mewujudkan semua yang diminta Lee saat di bandara.
Setelah urusan selesai Momy dan Lee Yohan harus tinggal sementara di hotel untuk menyelesaikan surat-surat untuk Lee Yohan agar dapat tinggal di Indonesia dengan waktu yang cukup lama. Lee akhirnya menyerah dengan semua fasilitas mewah yang diberikan agar Lee merasa betah dan tidak rewel. "Kita tinggal disini 3 harian ya nak sampai semua urusan selesai", kata Momy dengan suara penuh kelembutan. Namun Lee hanya menggangguk tanpa melihat ke Momy yang berada di belakangnya. Lee dengan posisi rebahan di atas tempat tidur dan masih fokus pada jemarinya yang berkutat pada tombol-tombol qwerty.
Momy langsung menata semua barang bawaannya, sambil terus menjelaskan bagai pemandu wisata menjelaskan tentang betapa indah kampung halamannya yang masih asri dan nyaman. Namun tak sedikit hal itu membuat Lee menjadi tertarik dan Momy terus bersemangat dengan kisah-kisah masa kecilnya dan yang terjadi adalah Lee tertidur pulas dengan pakaian lengkap. Momy pada akhirnya membuka satu persatu aksesoris yang menempel di tubuh Lee anak semata wayang.
Tiga hari berlalu segala aktifitas dilakukan Lee untuk membunuh rasa jenuh di hotel. Berenang, ngopi bahkan kuliner disekitaran membuat dia melupakan tanah kelahirannya Jeju - Korea. Tak terasa pula Lee di Bandara Soekarno-Hatta menuju Bandara Blimbingsari Banyuwangi Jawa Timur. Momy memang sengaja memilih naik pesawat karena tak ingin mendengar kembali protes sang putra kesayangannya. Padahal Momy sudah rindu dengan aroma dan suara kereta api yang menyusuri hijaunya sawah dan sensasi saat masuk terowongan yang gelap gulita. Demi Lee Momy mengalah dengan perjalanan pesawat yang cukup ditempuh dengan waktu 1 jam saja. Walau melangkah Lee tidak bisa menyembunyikan wajahnya yang terus ditekuk bahkan kusut bagai cucian tanpa setrika. Namun Momy tetaplah ibu yang mampu menahan amarah walau Lee setengah hati.
Blimbingsari tepat pukul 12.00 Wib terik matahari begitu menyengat tubuh bahkan udara panas pesisir pantai berhembus membuat Lee merasa tak nyaman. Berbeda dengan Momy yang begitu menikmati setiap hembusan angin dan terik matahari yang sudah lama dia lupakan setelah, pada saat itu Momy memutuskan meninggalkan kampung halamannya untuk mengadu nasib sebagai TKW dan pada akhirnya jatuh cinta pada papa Lee. 20 tahun sudah Momy meninggalkan tanah kelahirannya dan betapa bahagianya saat menginjakkan kakinya di bumi Blambangan.