Kegelisahan menyelimuti perasaan Larasati. Bingung harus memilih Anita sahabat super manjah nan bawel atau mak (sebutan ibu dalam bahasa oseng) yang begitu Larasati sayang. Larasati nggak bakalan tega meninggalkan sang mak yang harus berjuang di warung sendiri, harus memasak kesrut ayam, menjadi kasir, membuat es bahkan membersihkan meja, karena setiap sabtu minggu pelanggan lebih banyak dari hari biasa. Hari itu juga biasanya Larasati mengatasi semuanya dari memasak kesrut sampai menjadi kasir, Larasati memberi kebebasan untuk mak beristirahat. Itulah yang membuat Larasati bingung karena dia juga tak ingin mengecewakan sahabatnya yang sudah banyak membantu dalam hal apapun.
Hari semakin merayap mendekat dengan hari H yaitu hari sabtu. Kurang satu hari lagi namun Larasati tak mampu mengungkapkan pada sang mak. Berat rasanya meninggalkan mak yang mulai lelah mencari keping demi keping agar nasi tetap mengebul didapur rumah kami, apak (sebutan Bapak dalam bahasa oseng) hanyalah tukang ojek yang sekarang semakin sedikit penumpang karena banyaknya lesing-lesing yang mempermudah angsuran kredit motor. Satu-satunya adalah Warung kesrut peninggalan Adon (sebutan nenek dalam bahasa Oseng bahasa suku adat Banyuwangi) yang menopang segala kebutuhan keluarga hingga biaya sekolah.
Kegelisahan ini mungkin terpancar di garis-garis wajah Larasati yang mengguratkan kegelisahan hingga sampai di hati sang mak.
"Apuwo riko abete kari gelisah byeng?"(Kenapa kamu terlihat gelisah nak?) tanya mak pada Larasati
"Heng paran-paran mak." ( Tidak ada apa-apa bu). jawab Larasatipun dengan bahasa Oseng bahasa Banyuwangi.
"Apuwo se...?, ngomongo riko heng usah ditutup-tutupi. Seng oleh digau ambi wong tuwek"(Ada apa?, ngomong saja tidak perlu ada yang ditutup-tutupi, tidak boleh bersikap seperti itu pada orang tua).
"Mak... hun ikai malam minggu diajak ambi Anita ya kemping ring kawah Ijen, klendai yo mak riko dewekan yo ro nung warung." (Bu malam minggu ini, saya diajak Anita kemping di kawah Ijen, bagaimana ya bu nanti ibu sendirian di warung). Larasati membuka curhatan dengan sedikit merajuk. Mak tahu posisi Larasati dalam menghadapi Anita sahabat super manjahnya terlebih mak juga pernah merasa terbantu saat Larasati tak mampu membayar daftar ulang sekolah yang akhirnya Anitalah yang melunasi semuanya tanpa meminta kembali. walau dengan berat hati Mak Sulastri tak menunjukkan itu pada anak gadisnya.
"Hem... gedigu yoro ngomongo baen seng paran-paran byeng mak mageh kuwyat mak kan wonder women."(Hem... begitu ya nggak papa ngomong saja gak perlu sungkan, ibu masih kuat, ibu kan wonder women), sang mak sambil mengepalkan tangan dan menunjukan lengannya seolah berotot bagai kartun popeye, dan berakhir happy ending segala kegelisahan Larasati.
Walau telah mendapat surat ijin dari mak Larasati tak semata-mata meninggalkan mak tanpa sepanci besar ayam kesrut yang cukup untuk 50 porsi. Bahkan satu hari sebelumnya Larasati sudah belanja semua keperluan warung. Melihat itu semua mak berkaca-kaca ternyata dia mempunyai anak gadis yang mampu diandalkan. Larasatipun kemudian bersiap-siap menata segala keperluan kemping mulai dari peralatan mandi, pakaian hangat dan stok pangan karena udara dingin selalu membuat cacing-cacing diperutnya paduan suara. Tiba-tiba suara alay nan manjah terdengar hingga sudut-sudut ruang kamarku ukuran 2m x 2m.
"Mak... yuhu... onyone at home?"Anita menyapa dengan sok berbahasa Inggris.
"Eh Walaikumsallam... nak Anita... masuk aja kekamarnya Larasati."Jawab mak dengan bahasa indonesia logat oseng. Setelah mencium punggung tangan mak yang beraromah bawang, secara mak pas lagi ngulek bumbu tempe tahu untuk pelanggan hihihihi, dan mencium punggung tangan Apak yang stay di meja kasir ditemani oleh kalkulator segede gaban. Itulah Anita walau dia dari keluarga terpandang dan terhormat, bahkan anak super manjah yang selalu berdandan perfect dikesempatan apapun Anita tetap menghormati dan sopan pada orang tua siapapun tanpa membeda-bedakan. Hal itu yang menjadikan persahabatan antara Larasati dan Anita kekal hingga kini.