Kin menggeret koper kecilnya keluar dari bandara. Rambutnya sudah urak - urakan, kemejanya dikeluarkan, tidak seperti Kin biasanya yang selalu mengutamakan kerapihan di depan publik. Apa yang terjadi selama 24 jam belakangan terlalu berat untuk bisa Kin proses dalam waktu singkat. Walau sebenarnya jika kematian bapak Kin, Kama, dikaitkan dengan kecelakaan mobil waktu itu, semuanya menjadi lebih jelas bagi Kin. Dahulu ia tak pernah mengetahui pekerjaan bapaknya, ditambah kepergiannya ke Swiss sangat lancar padahal dulu keluarganya tidak terlalu mampu sampai bisa menyekolahkan Kin di Zurich; semua ini memperjelas segalanya. Namun, tetap saja, Kin masih menolak untuk mempercayai berita tersebut. Ditambah masalah tentang warisan Mara yang membuat kepala Kin semakin berputar hebat.
Kin memasuki mobil yang sudah terparkir di depan pintu bandara, dan ia langsung pergi ke rumahnya. Berharap ia akan menemukan ketenangan di rumah pribadinya itu. Kin segera melepas sepatunya dan melempar dasinya ke keranjang saat ia sampai di rumahnya. Baru saja ia berbelok ke ruang tamu, dirinya sudah melihat seorang gadis duduk menunggu di ruang tamu.
“Mar…?”
Gadis itu menoleh. Kin tak tahu apa yang terjadi, namun raut wajah Mara sama seperti dirinya. Sama - sama bingung tentang apa yang terjadi sekarang.
“Aku mau nanya.” ucap keduanya bersamaan, setelah beberapa menit sebelumnya terisi oleh keheningan. Kin yang sedang berada di dapur, kembali ke ruang tamu sambil membawakan air putih untuknya dan Mara.
“Kamu dulu aja.” ucap Kin lirih, tetap mengalah dengan Mara.
“Jujur, kemarin kamu sebenarnya ngapain di Zurich?” ucap Mara terang - terangan, dirinya tak bisa lagi menunggu jawaban dari Kin lebih lama lagi, “Nggak perlu bohong, aku sudah nelfon tante Ella saat kamu lagi di perjalanan.”
Kin menghela napas. Entah darimana gadis mungil di depannya ini bisa dengan cepat mengetahui tentang Mikhaela, namun Kin tidak punya pilihan lain selain memberitahu Mara segalanya. Kin bercerita ke Mara, dari awal ia tak sengaja membuka kompartemen di ruang kerja Augustin, sampai ia pergi ke rumah Mikhaela untuk mencari tahu tentang hal tersebut. Namun, Kin tidak memberitahu Mara tentang kemungkinan bapaknya lah yang meninggal dunia karena kejadian itu. Mara yang sama kagetnya dengan Kin saat mendengar hal tersebut, tidak habis pikir bahwa kedua orangtuanya hampir saja “dibunuh” oleh Eros, pamannya dari keluarga Morello.
“Kenapa nggak beritahu pas kamu izin pergi setelah makan malam?” Mara bertanya lirih, ia paling tak suka jika seseorang menyembunyikan sesuatu darinya. Munafik memang, begitu pikir Mara, karena dirinya sendiri menyimpan banyak rahasia dari Kin,
“Aku mau memastikan dulu, sebelum bikin berita yang nggak - nggak,” jawab Kin, diikuti oleh anggukan Mara. Alasan Kin masuk akal, karena tanpa bukti apapun, Mara pasti hanya akan berteriak kepadanya mengatakan bahwa Kin hanyalah berkata seperti itu untuk menjatuhkan dirinya.
“Hanya itu?” tanya Kin, dan Mara mengangguk lemah. Waktunya bagi dirinya untuk bertanya ke Mara. “Mar… sebenarnya, apa yang ada di isi surat warisan kamu?”
Mara yang awalnya menunduk sambil berusaha memproses perkataan Kin, langsung mematung. Jantungnya berdegup kencang, satu - satunya rahasia besar yang Mara harap Kin tidak mengetahui sampai sudah terjadi nanti, tiba - tiba terbuka dengan sendirinya.
“Hah?” Tubuh Mara bergetar pelan, bagaimana bisa ia menjelaskan ke Kin.
“Aku nggak tahu kamu sebenarnya menyembunyikan apa, tapi tolong, udah ya? Jangan sembunyikan apapun lagi, Mar.” Kin berkata lirih. Ucapan halus Kin benar - benar berhasil mendobrak dinding Mara. Mara memang tak seharusnya meninggalkan Kin dalam ruang abu - abu, karena ia sendiri membutuhkan Kin.
“Stok saham di perusahaan yang dipegang Om Faresta, sisanya hanya seperti rumah dan lain - lainnya.” ucap Mara, singkat, namun bisa dirasakan kebohongan yang amat dalam disitu.
Kin tak menjawab Mara, ia hanya menatap gadis itu lekat - lekat sampai akhirnya Mara mau membuka diri ke Kin tentang apapun yang Mara sembunyikan.
“Ada suatu kondisi di surat itu… Kalau Kevlar tidak memenuhi persyaratan menjadi pewaris SM Corp, aku adalah orang selanjutnya di garis warisan.” Ucapan Mara pelan, tapi tidak bisa dibayangkan seberapa perkataan itu membuat Kin terbelalak kaget.