Gadis itu membuka perlahan pintu kamar Kin. Wangi parfum Kin yang biasanya menempel di badan Kin, kini menyeruak di ruangan tersebut. Tujuan Mara pergi ke kamar Kin awalnya karena ia harus mengambil beberapa barang Kin untuk dibawa ke rumah sakit. Namun, sekarang Mara juga tertarik untuk melihat sekeliling. Dokter bilang kondisi Kin tinggal menunggu keajaiban saja, karena sebenarnya persentase Kin bisa selamat sangatlah kecil.
Mara duduk termangu di atas kasur Kin. Hal kecil seperti bau parfum Kin yang sekarang memenuhi kamar tidur Kin saja bisa membuat mata Mara berkaca - kaca. Namun, dengan cepat Mara mengusap air mata yang menggenang di pelupuk matanya. Menangis terus menerus tak akan membuat Kin cepat sadar, begitu pikir Mara. Jadi, Mara sekarang sedang berpegangan erat pada sisa - sisa jiwanya yang masih utuh, dan terus berdoa untuk keselamatan Kin.
Mara akhirnya berjalan mengelilingi kamar Kin. Ia melihat rak buku di sisi kanan ruangan berjajar rapih, dan ada meja kerja Kin di pojok kiri ruangan. Mara mengambil langkah kecil menuju meja kerja Kin. Rapi, ucap Mara, sangat menggambarkan Kin yang sangat mengutamakan kerapihan. Mara pun membuka salah satu laci di meja Kin, hanya karena penasaran. Sebelum tiba - tiba, ia melihat ada kertas bertulisan namanya.
Mara Dierja S.
Perlahan, Mara mengangkat kertas yang bersemayam di dalam laci meja kerja Kin dan langsung membukanya.
20 September 2019,
Hai,,,
Aduh, aneh sekali menulis seperti ini, padahal malu sama umur karena menulis surat seperti anak SMP saja. Namun, tak apa, saya butuh meluapkan emosi saya karena saya habis menyaksikan wanita yang saya sayangi, menangis rapuh. Lelaki mana yang tak pedih melihat wanita yang ia sayangi menangis di depannya. Malam itu Mara tidak tahu, kalau sebenarnya saya diam - diam menunggunya di tangga, sampai dirinya tenang. Walaupun Mara tak akan pernah membaca surat saya yang aneh ini, tetap saja saya ingin menitip satu dua pesan untuknya.
Mara….