Ibu mengalami kecelakaan mobil. Aku dengan segera izin pulang dari Lampung. Untuk pertama kalinya, aku merasakan jantung yang sangat mempompa kencang karena aku mengkhawatirkannya. Rupanya aku memang bukan anak yang benar-benar durhaka.
Kala itu, malam sudah datang. Aku memilih pulang ke Bandung dengan mobilku. Sekelebat bayangnya, aku menyadari bahwa kehidupanku menjadi sempurna karenanya. Apa yang aku tuntut selama ini tentang sosok Ayah, sirna dalam semalam karena aku merasakan takut kehilangannya.
Mungkin benar, manusia harus ditampar terlebih dahulu sekeras-kerasnya untuk menyadari apa yang terjadi sebetulnya. Saat Ibu dirawat dan memliki luka yang cukup parah, tekadku untuk menjadi Dokter semakin kuat.
Sekaligus membuka gerbang pemikiran yang dulu aku tanamkan. Maka luluhlah aku tidak ingin menyia-nyiakan Ibu. Sekitar seminggu aku di Bandung. Aku tak pernah benar-benar bisa mengingatnya. Takut sekali membayangkan hal itu.
Ibu yang menanggung segala biayaku, uang jajanku, biaya kuliah yang tidak sedikit ia keluarkan, ia yang setiap waktu menelfon ku saat aku merasakan terganggu dengan deringan telfonnya, namun kini menjadi merindu. Sejak Sekolah menengah atas, ia selalu memperhatikan segalanya. Pendidikan yang baik, makanan yang sehat, kehidupan yang baik yang tidak terpikirkan sebelumnya.
Maka dimalam itu aku menyadari sepenuhnya. Dari tangannya yang kuat aku mendapatkan kehidupan yang baik kini. Lalu kenapa aku harus menuntut untuk memiliki keluarga yang utuh?
Semenjak kejadian itu, hubunganku dengan Ibu membaik dan kembali seperti dulu saat aku masih kecil. Aku tak bisa melupakan hal ini. Melihat darah dikepala nya yang banyak mengalir. Aku merasa tidak bisa membayangkan kalau waktu itu Ibu benar-benar meninggalkanku. Mungkin aku tidak bisa melanjutkan kuliahku, atau mungkin aku akan menjadi anak terlantar dadakan. Mungkin aku akan menjadi anak yang harus bekerja dan menjalani kehidupan yang sulit.
***
Melupakan sosok Ayah karena hidup tanpanya menjadi biasa. Kedewasaan memberikan pengertian yang terbuka. Bahwasanya walau aku dibesarkan hanya oleh Ibu, ia memberikan segalanya yang aku butuhkan.
Lima tahun sudah berlalu. Aku telah lulus dan menyandang gelar Dokter. Janson dan sahabatku yang lain tak terlihat lagi. Kesibukan kami yang membuat kami tak saling bertatap. Atau keegoisan kami yang menjadi sibuk sendiri demi tuntutan dunia ?
Aku kini berusia 23 Tahun, aku hidup sempurna seperti orang-orang disekelilingku. Prestasi bagus dan kehidupan yang cemerlang di masa mendatang. Aku pulang dari kampus, kembali ke kota Bandung, menempuh perjalanan jauh dari Lampung hanya demi menuntut ilmu kedokteran. Rasanya merindu tak habis-habis kepada kota yang selalu memberikan kenyamanan kulinernya.