Tok tok tok
“Assalamualaikum!”
Toktoktok
“Assalamualaikum!”
Tok tok tok
“Galang!”
Tok Tok Tok
“Orangnya lagi pada nggak ada!” sahutan dari seberang rumah membuat wanita itu berhenti mengetuk pintu.
Wanita itu lalu berjalan menghampiri perempuan muda yang tampak sedang menyuapi balita lucu di kursi mungil di terasnya.
“Lagi pada pergi ya, Mbak?” tanya wanita itu.
“Iya, mbaknya siapa? Mau ketemu si Mae ya? Apa si Galang?”
“Mau ketemu Galang, Mbak. Saya kakaknya Galang.”
Perempuan itu mengamati kakak Galang dari ujung ke ujung. Tampilan sederhana namun terlihat mahal itu membuatnya tidak cocok jadi kakak Galang.
Semua warga komplek sini tahu, Galang kerjanya serabutan, beli rumah subsidi saja karena istrinya kerja di bar dan sering dapat tips besar. Kehidupan Galang jauh dari kata kaya.
Apa ini mpoknya Galang nikah sama orang kaya ya? batin Perempuan itu.
“Galang mah udah berapa minggu berlayar, kerja di luar negeri. Kalau Mae…,” Perempuan itu tampak ragu melanjutkan, “nggak tau dah. Kalo anaknya si Kinan,lagi ada kegiatan di sekolah, sorean balik, tunggu aja kalo mau.”
“Oh, kalau gitu, saya titip ini buat anaknya Galang aja.”
Sebuah kantong kertas besar diserahkan kepada perempuan itu.
“Mbak, maaf, namanya siapa?”
“Ipah.”
“Oh, Mbak Ipah. Saya titip ya. Sama… apa Mbak Ipah tahu nomor Galang? Soalnya nomor lama dia nggak aktif lagi.”
Perempuan itu menatap wanita yang mengaku kakak Galang dari ujung kepala ke kaki lagi. Ini kakaknya beneran apa kakak-kakakan? Masa kagak punya nomor adek sendiri?
“Ada, bentar, saya ambil dulu handphone.”
Setelah beberapa saat menunggu, Ipah keluar dari rumahnya sambil membawa
handphone. Dia lalu menyebutkan nomor Galang, nomor Mae dan nomor Kinan.