KINDRA

krkawuryan
Chapter #6

Strategi

Belum lama sore menghilang berganti malam, Tuan presiden sudah mengumpulkan seluruh menterinya di ruang rapat istana. Bukan untuk rapat kabinet resmi seperti yang biasanya, tapi untuk memarahi mereka seperti biasanya.

“Sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara, saya meminta anda semua fokus pada tugas masing-masing. Jangan sibuk mengomentari pekerjaan orang lain. Itu tugas saya, bukan kalian.”

Kalimat barusan menutup pidatonya. Pras terpaksa bernada sindir karena belakangan menterinya sibuk saling kritik kinerja masing-masing. Pada cari muka.

“Hadirin dimohon berdiri.” Suara rendah pembawa acara menghimbau seisi ruangan saat presiden dan wakilnya akan meninggalkan ruangan.

Seorang berseragam militer dengan cekat membereskan dokumen di meja Pras setelah ia meninggalkan kursinya, dua orang berpakaian safari mengikuti setelahnya.

Harto berusaha mendekat ke presidennya saat Rindra si kepala polisi juga mendekat. Pras mengodekan Harto untuk menunggu setelah melihat Rindra menghampiri sembari membawa amplop coklat tersegel.

"Hanya ini?" Tanya Pras setelah menarik isi mapnya. Rindra membalas dengan anggukan bisu.

Sekejap saja Pras sudah beralih ke Harto di luar ruangan. Pras bisa melihat gelagat gugup menterinya sekali lalu.

“Saya sudah baca naskah rancangan undang-undang yang Abang buat, boleh tahu siapa-siapa saja yang terlibat memberi masukan?”

“Beberapa guru besar dan pengamat politik, seperti biasa.” Harto berusaha menutupi gugupnya.

“Anggota parlemen?” Pras menajamkan pertanyaannya.

Semakin salah tingkah, Harto berkilah. “Saya belum berdiskusi dengan mereka.” Ujarnya berbohong.

“Saya akan memberikan surat pengantarnya agar segera masuk pembicaraan tahap satu. Sementara ini jangan biarkan naskah ini tersiar ke publik, nanti bisa ricuh."

“Jadi menurutmu sudah sesuai?” Harto terkejut kalau naskahnya diterima begitu saja.

“Apa dia tidak sadar kalau ada perubahan besar?”

“Tidak begitu saja, masih ada beberapa butir yang harus sesuai dengan program nasional, macam supervisi urusan di daerah, penelitian, pengembangan. Revisi sedikit, agar langsung ke program legislasi.” Pras memberi jawaban yang membuat Harto menghela napas lega.

“Bang Harto kelihatan sakit?” Pras memperhatikan kejanggalan di wajah orang tua ini. Agak pucat dan basah keringat.

Ahh. Saya baik-baik saja, mungkin kelelahan, maklumlah, umur.”

“Ambil cuti, istirahat dengan keluarga, oke!” Ujar Pras sambil menepuk-nepuk bahu menterinya dan berlalu santai.

Gugupnya Harto tak hilang meskipun Pras meninggalkannya. Jika ketahuan, habis sudah karirnya. Ia harus pensiun dini dalam dunia yang membesarkannya dan memberikannya aset yang tersebar di mana-mana. Ia belum siap untuk miskin.

Sementara Harto masih harap-harap cemas, Pras meminta pengawalnya untuk mencari Malik, Rayhan dan Johar, para pembantu setianya. Ia bisa mencium bau busuk Mendagri-nya meskipun samar. Dalam tahun politik seperti ini, tidak mungkin ia melewatkan bagian rancangan undang-undang tentang pemilihan di naskah yang dikirim Harto.

Dasar amatir!”

..........

Lihat selengkapnya