KINDRA

krkawuryan
Chapter #22

Artifisial

Hari ini akan dicatat sebagai hari paling ajaib dalam hidup Singgih. Seseorang yang dikenalnya tahun lalu tiba-tiba datang kembali bersama sebuah tawaran pekerjaan yang tidak lazim, menjadi presiden. Tidak banyak orang yang mendapatkan tawaran menjadi presiden di saat sedang makan bebek peking.

“Kamu kebanyakan makan acar, ya?”

Singgih tidak sedang melawak, ia berusaha menegaskan kalau Bima sedang tidak berpikir jernih.

“Kamu pasti mengira saya gila atau dalam pengaruh obat, kan? Percayalah, saya sedang waras.” Bima membalas yakin.

“Saya akan lapor polisi!” ucap Singgih.

“Untuk apa?”

“Penipuan. Kamu mengerjai saya.”

“Mengerjai kamu? Di tempat seperti ini?”

Singgih senyap.

“Pras bahkan meminta saya untuk menutup seluruh hotel untuk pertemuan ini, dan kamu bilang saya sedang mengerjaimu?”

Singgih makin senyap.

“Kami membutuhkanmu.” Bima menunjukkan raut yang sangat serius.

“Kenapa saya yang terlintas di pikiranmu? Kalian kehabisan stok orang pintar?” Tanya Singgih

“Saya belum bisa mengatakannya sekarang. Tapi yang pasti, Pras sendiri yang menyetujuinya, saya hanya mengusulkan.”

“Pras? Prasasti Wiryateja, presiden kita?”

“Memang siapa lagi.” Bima menegaskan

Sekali ini Singgih yakin kalau Bima memang bekerja dekat dengan presiden. Belum pernah ia dengar ada orang yang memanggil presiden dengan nama Pras. Artinya semua yang Bima sampaikan bisa jadi benar. Tapi pertanyaannya, sejak kapan presiden negara ini mengenal tukang parkir yang beroperasi di depan apotek?

“Kamu menjanjikan saya menjadi tukang bersih-bersih di istana, apa kamu lupa?” Singgih mengingatkan.

“Anggap saja keadaan berubah, kami tidak sedang butuh tukang bersih-bersih, kami butuh calon presiden.”

Singgih merebahkan lunglai punggungnya, rautnya mendadak kosong. Ia berharap dirinya benar-benar sedang ada di acara TV, lalu Bima akan teriak “tadaaa! Di sana ada kamera, melambai Singgih!” 

Tapi mustahil, restoran ini jelas terlalu elit untuk disewa acara receh begitu. Belum lagi mobil yang digunakan Bima, platnya bukan main-main, itu nomor orang penting milik negara. Dan yang paling jelas di antara semuanya adalah, Singgih pernah melihat Bima di televisi, mendampingi presiden saat menerima tamu negara.

Singgih meraih bebek peking yang berada di meja putar, bukan untuk dimakan, hanya untuk dimainkan di piringnya, diputar-putar layaknya anak kecil malas makan. Ia sedang memaksa otaknya berpikir.

“Memangnya sudah habis stok manusia yang berambisi besar di negara ini?” Tanya Singgih setelah diam sekitar dua menit.

“Masih banyak, tapi karena belakangan politik terlalu ricuh dan sadis, jadi banyak yang urung mendaftar. Lagi pula tokoh-tokoh negara ini tidak ada yang berani dengan Pras, dia terlalu ganas.”

“Kalau begitu, si orang jahat ini tidak akan punya kesempatan menang, kan?”

“Permasalahannya ada pada amandemen pemilihan yang baru, Singgih. Orang jahat ini menguasai parlemen, dan Electoral vote menentukan siapa yang jadi presiden berikutnya. Kamu paham saya bicara apa?”

“Saya tahu, saya tahu! Saya juga baca berita!” Singgih jengkel

Sunyi kembali. Sungguh obrolan ini tidak pernah masuk di nalar. Nalarnya Singgih ataupun Bima. Tapi inilah politik. Jika bisa selaras dengan nalar, maka bumi tak lagi mengitari matahari.

“Saya ingin tahu aturan mainnya?” Lanjut Singgih.

“Tidak bisa, kamu harus menyatakan diri untuk setuju dulu, baru saya jelaskan lebih lengkap lagi.”                                                                                                                                     

“Tidak! Kalau kamu ingin saya menerimanya, jelaskan dulu apa pun itu. Lagi pula saya tahu kamu tidak akan mencari orang lain. Sejak awal kamu memang menargetkan saya. Artinya saya tidak punya pilihan untuk menolak.”

Sebuah analisis yang membuat Bima agak tergemap. Ia sedikit mempertanyakan tentang status tukang parkirnya Singgih. Kemampuan berpikirnya terkadang agak kritis bak orang yang makan bangku sekolahan.

"Lain kali, jangan cerita terlalu banyak sebelum lawan bicaramu menerima tawaranmu," sindir Singgih.

Lihat selengkapnya