KINDRA

krkawuryan
Chapter #24

Istanbul

Alih-alih senang karena dikelilingi kenyamanan level VVIP, Singgih malah depresi. Meskipun ia kini tampak bersih karena belum kena polusi lagi, tapi pikirannya tidak terlepas dari Ayu.

Baru saja ia akan memulai kisah cintanya, tapi takdir gila ini mendadak muncul dan menenggelamkannya dengan sopan dalam konspirasi ini.

Singgih membayangkan betapa Ayu sangat kecewa dengan dirinya, yang tanpa surat, tanpa sepatah kata pun, menghilang begitu saja.

Tidak ada manusia normal yang akan baik-baik saja saat yang dicinta pergi setelah di malam sebelumnya membuai dengan janji- janji manis dan cinta tak terbatas. Ingin ia meluapkan kekesalan ke Bima, tapi Singgih justru lebih membenci dirinya sendiri yang tidak berdaya.

Suara derit pintu dibukan membuyarkan lamunan pedihnya di pagi itu. Dua orang masuk ke dalam tanpa permisi, salah satunya si pria besar yang kemarin bersama Bima. Pria yang satunya lagi langsung mengambil tempat di ruang tamu dan membakar rokok. Singgih melangkah keluar dari kamarnya dan memperhatikannya dengan seksama. Wajahnya familier.

“Kamu Singgih Arwan?” Tanyanya.

“Memangnya siapa lagi. Hanya ada satu orang di sini sejak kalian mengurung saya tiga hari yang lalu.” Singgih menyindir keras.

“Benar, kamu benar. Pertanyaan saya yang bodoh.”

“Nama saya Rayhan, saya akan menyiapkanmu agar kamu menjadi layak dalam bursa.”

Singgih berjalan mendekatinya. “Mana Bima?”

“Dia sibuk.”

Tsk, dasar brengsek.” Umpat Singgih setengah berbisik.

“Kita akan berangkat satu jam lagi, siapkan barang-barangmu.”

“Berangkat ke mana?”

“Istanbul. ”

“Ke mana?” Singgih mengecek pendengarannya.

“Turki.”

Jawaban Rayhan membekukan Singgih, dia pernah dengar nama Turki dulu sekali, saat masih belajar Geografi. Saking sudah lamanya, butuh waktu baginya untuk memahami kalau Turki itu nama negara, bukan ayam kalkun.

“Kenapa harus ke sana?”

“Kita akan menghadiri Humanitarian Summit, kamu akan datang sebagai senior wakil presiden bagian kebijakan dan strategi sebuah organisasi kemanusiaan internasional.”

Wajah Singgih melongo. “Barusan dia ngomong apa?”

 “Intinya, kami memutuskan untuk membuat latar belakang dirimu sebagai pakar kemanusiaan. Paham?”

 Singgih tetap tak paham, tak paham mengapa mereka memilih hal serumit itu untuk alibi latar belakangnya. Kenapa tidak sebagai ahli dunia parkir internasional, setidaknya ia menguasai sedikit bidang itu.

“Berkemas, temui saya di lobi tiga puluh menit lagi.”

Lihat selengkapnya