Empat mobil super mewah terparkir di halaman rumah Pras malam ini. Tak lama dari pertemuan dengan Malik, Pras mengundang petinggi The Fourth untuk makan malam di kediamannya.
Prasasti akan mulai melibatkan mereka ke dalam rencananya. Keempat orang ini -yang sesungguhnya dendam kepada Pras- dengan canggung berbasa-basi tentang inflasi atau pertumbuhan ekonomi negara kepadanya, sungguh pemandangan yang kikuk, mereka saling berlakon satu sama lain.
“Bagaimana bisnis?” Pras mulai menyerempet ke urusan pekerjaan.
“Bagus.” Emas menjawab singkat, hampir berbarengan dengan batu bara dan bijih besi.
“Tidak terlalu bagus,” minyak ikut menjawab.
Pras langsung mengancing tatapannya ke minyak.
“Kilang terpengaruh kebijakanmu yang memotong subsidi,” lanjut Minyak.
“Oh iya, saya lupa menurunkannya kembali, mungkin nanti ya, kalau sudah dekat waktu pemilihan.” Pras menjawab santai.
“Lalu, ada agenda apa malam ini?” Bijih besi memberanikan diri bertanya.
“Agenda makan-makan saja. Tapi sekalian saya mau minta tolong. Saya ingin kalian mengakui kalau telah mendanai Setyo untuk menyuap setengah anggota parlemen terkait undang-undang nomor tiga kemarin.” Jawab Pras.
Mereka berempat kompak mengerutkan kening.
“Saya ingin menjatuhkan Setyo, karena dia juga telah berusaha melakukan hal yang sama kepada saya. Kalian cukup menjelaskan kalau Setyo memeras kalian dengan dalih akan mempersulit jalannya bisnis kalau tidak mau mengikutinya. Katakan saja kalau dia mengancam tentang perizinan atau apa pun terkait operasional. Dengan begitu kalian akan dipertimbangkan menjadi korban ketimbang tersangka penyuapan.”
“Kenapa harus kami?” Tanya emas, rautnya masih bingung.
“Karena tidak ada lagi industri offshore yang mampu mengeluarkan dana sebesar yang digunakan Setyo untuk menyuap para anggota parlemen tersebut.”