King Level S

ikbal richard
Chapter #1

Surat Perdamaian

Namaku David, tapi kebanyakan orang sering memanggilku dengan sebutan 4 huruf depannya saja, Dave. Jika kalian bertanya tentang sebuah alasan, entahlah aku tidak bisa menjawabnya.


Terkadang kebanyakan orang juga menyebutku sebagai bocah kutukan, karena pernah membuat ayah terpisah dengan ibu sejak umurku baru menginjak 15 tahun, sedangkan ibuku menjadi gila lantaran penyakit yang entah apa penyebab ke tidak warasannya, entah karena ayah, atau aku sebagai anak yang mereka anggap tidak guna.

Kini umurku baru menginjak ke 17 tahun, tumbuh sebagai remaja lelaki yang memiliki ketampanan bak dewa Yunani. Namun sayang beribu-ribu kekurangan yang orang katakan, aku hanya seorang lelaki miskin, tak berpendidikan, bahkan sering kali diejek sebagai Dave si anak gila. Yang artinya, mereka selalu mengejek harga diri orang tuaku yang mana dahulu telah susah payah membesarkan dengan penuh kasih sayangnya. Meski aku akui, Ibu menjadi gila karena ulah nakal anaknya sendiri, sering kali membantah ucapannya dengan segala balasan ungkapan kasar. Dan aku akui perkara yang pernah kulakukan di masa lalu itu adalah wujud kejahatan yang melebihi pekerjaan di antara kekejaman yang paling kriminal.


Toh mengingat semua kejadian bodoh itu saja, sudah membuatku terbiasa menyendiri setengah mati, sepanjang malam aku benar-benar sangat menyesalinya. Dengan secangkir teh hangat, kopi pahit, dan beberapa lintingan rokok ilegal, larut gumpalan asap yang ku hirup menyatu dengan perasaan kalut. Kemudian menatap ke segala penjuru angin, perlahan asap yang menggumpal itupun berubah lenyap, pudar dimakan gelapnya malam bertaburkan redup cahaya bulan.

Sedangkanku lihat di bawah gedung-gedung kota, tampak begitu jelas sekumpulan orang-orang bebas berkeliaran membentuk sebuah lingkaran, tegap tubuhnya menghadap meja-meja bundar yang tersusun beberapa botol minuman keras, mereka ada yang duduk bersama pasangan, teman, saudara bahkan juga ada yang asyik sendiri mengobrol dengan telepon genggam, khususnya seorang gadis cantik jelita putri seorang mafia, Yang mana kehadirannya pula dipaksa untuk menemui calon pasangannya kelak, aku tahu gadis itu pasti hanya berpura-pura mencintai si pria karena titahan ayahnya saja, adapun masalah mengenai di terima atau tidak, mungkin yang pasti dihatinya berniat sekali untuk berkata menolak.


Sering kali aku melihat pemandangan tak asing seperti itu setiap malam, yang mana buncah suasana kota dipenuhi oleh para preman, gelandangan, anak jalanan, perkumpulan geng jagoan, dan tak lupa pula dengan para gadis-gadis jalang penghibur malam. Walaupun sejujurnya keberadaanku di sini hanya berperan sebagai orang asing, yang kemudian terpaksa menetap di kota ini lantaran sebuah pekerjaan bisnis preman, serta tak lupa dengan tujuan pribadi yang mungkin nanti akan aku ceritakan. 


Terselang beberapa saat, dering telepon genggam berbunyi sebagai isyarat panggilan dari atasan bos besar. Lalu dengan sigap pergerakanku langsung bersiap-siap memakai sebuah jubah mantel tebal, menyelipkan dua bilah mata pisau kecil serta satu buah senapan api di dalam sarung kaos kaki, menyisir rambut gondrongku ke belakang, dikira sudah selesai, cepat-cepat aku pergi melangkah memakai sepasang sepatu mahal, yang sebenarnya semua barang-barang itu pula adalah bukti hasil curianku dahulu supaya bisa sekedar tampak terlihat gagah.


Sudahlah mari kembali pada masa sekarang! 

Tegap tubuhku berdiri menghadap kedua preman yang berperan sebagai anak buah bos besar, berpenampilan cukup gagah dengan jaket kulitnya yang serba berwarna hitam.

Sedang tugasnya malam ini hanya sebatas diutus menjadi penjaga di depan gerbang markas ke 1 dan ke 2. Ah, tak heran jika ruangan markasnya saja begitu sangat luas, ditambah lagi dengan bangunannya yang bertingkat 4 lantai, masa bodoh dinding temboknya retak parah juga, apalagi fasilitas puluhan meja-mejanya yang lusuh berdebu, atap bocor, begitu pula keadaan lemarinya yang sudah begitu lapuk, bahkan seharusnya sudah dibakar karena memang tak lagi layak digunakan.


“Silahkan masuk Dave, Bos sudah menunggu mu sedari tadi!” kata salah seorang preman berambut pirang kepadaku.


“Ya, aku tau.” 


Aku berjalan dengan angkuhnya melewati kedua penjaga itu, penuh percaya diri serta kesombongan yang tertancap di dalam hati. Lantaran mau bagaimanapun, jelas perbedaan antara tingkatan kami yang mana kini aku sendiri berada ditingkat ke 4 di atas level tingkatan mereka berdua. 

Maka izinkan aku menjelaskannya lebih detail lagi, mengenai apa saja tingkatan-tingkatan level yang berlaku ditangan bos besar. Yang mana di antaranya terdapat 7 level dari atas hingga terendah, yakni tingkat E sebagai level terendah, kemudian tingkat D, tingkat C, tingkat B, tingkat A, tingkat K, dan juga tingkat S sebagai level teratas.

Sederhananya jika ingin berada di tingkatan ke 7, (Level S). Maka anggota diharuskan menjalankan sebuah misi unik yang mungkin mampu merenggut nyawa, di antaranya melakukan penyerangan kepada para aparat pemerintahan, militer, bahkan polisi. Atau bisa juga melakukan hal yang lebih mudah seperti menjalankan aksi pengeboman di suatu titik lokasi di antaranya Gedung-gedung berlantai tinggi, Rumah sakit, Mal DLL.

Lihat selengkapnya