Api dengan cepat membakar semua yang ada di hadapannya. Jerico tersenyum sambil pergi berlalu tanpa merasa bersalah sedikit pun.
“Pangeran, ada seorang bocah di sini,” teriak seorang laki-laki.
“Bunuh saja. Aku yakin dia hanya monster yang sedang menyamar,” jawab Jerico yang kemudian hilang dari pandangan mata Brilyan.
Api membakar badan Brilyan hingga dirinya bisa mencium aroma dangingnya sendiri. Rasa sakit menjalari setiap urat nadi. Namun, kekesalan Brilyan setelah mendengar perkataan Jerico mengalahkan rasa sakitnya.
Bagaimana bisa seorang hunter yang memiliki ranking Pangeran berbuat sangat tidak manusiawi seperti ini? Harusnya dia menolongnya. Namun, apa yang dia lakukan? Dia malah membakar Brilyan dan ingin membunuh anak kecil yang sudah berusaha Brilyan selamatkan.
Brilyan membatin. Hunter kurang ajar. Kalau aku memiliki kekuatan, aku akan berbuat jauh lebih baik darimu.
Api terus saja membakar dengan ganasnya. Pandangan Brilyan semakin mengabur dan mulai kembali menggelap untuk yang kedua kalinya.
SRASSH
Cahaya kemilau tiba-tiba saja muncul. Api yang membakar badan Brilyan pun lenyap. Kedua mata Brilyan juga membuka kembali.
Kemilau cahaya yang dilihat Brilyan perlahan-lahan mewujud menjadi seorang perempuan berkulit seputih salju, berambut panjang keemasan, dan memiliki bola mata hijau berkilau seperti emerald. Memakai kain polos berwarna hijau seperti seorang dewi dari athena. Badannya pun melayang di udara.
“Hai manusia, tekadmu sangat mengagumkan,” ujarnya sambil tersenyum.
“Mau apa kau?” tanya Brilyan was-was.
“Anggap saja kalau aku adalah dewimu,” ujarnya masih dengan senyum di wajahnya.
Brilyan hanya diam tidak menanggapi. Berusaha untuk menerka makhluk macam apa yang ada di hadapannya.
“Aku adalah Lucky Goddess. Aku akan mengabulkan satu keinginanmu. Katakan saja padaku,” katanya.
Sejenak Brilyan terdiam, tapi kemudian berkata, “Anak itu. Apa dia sudah keluar? Apa dia baik-baik saja?”
“Kau masih memikirkan orang lain? Hebat sekali,” kata sang Dewi sambil menjentikkan jemari tangannya. Sebuah lingkaran pun muncul menampilkan sang anak kecil yang tergeletak tidak sadarkan diri di dekat dinding batu kristal.
“Kurang ajar.” Brilyan menggeram. Jerico benar-benar sudah kelewatan.
“Dia masih hidup,” ujar sang Dewi yang membuat Brilyan berhenti menggeram.
“Kau ingin dia keluar?” tanya sang Dewi sambil tersenyum dan menghilangkan lingkaran di udara.
“Ya,” jawab Brilyan tanpa ragu.
“Aku bisa saja mengeluarkannya dari dungeon ini, tapi aku ingin mata kirimu,” ujar sang Dewi sambil menatap Brilyan dengan lekat.
“Hah?” Keinginan macam apa itu? Brilyan tidak habis pikir dengan apa yang dikatakan oleh makhluk yang mengaku sebagai Lucky Goddess. Bukankah Lucky artinya beruntung? Mengapa dia justru membawa hal sebaliknya?