Setelah cukup lama menggendong Reynolf di bahu, akhirnya dia sampai ke markas Pelindung Kota. Bangunan abu-abu, terbuat dari batu yang kokoh dan tebal. Para Pelindung Kota berjaga disekitarnya, seragam mereka kompak dengan celana serta kemeja rompi berwarna abu-abu, dilengkapi dengan helm besi bundar. Pada pinggang mereka sebilah pedang dan sebuah revolver tersampir pada ikat pinggang dengan gesper berbentuk perisai.
Doron mendekati bangunan dan menyapa beberapa Pelindung Kota yang dia kenal. Kemudian dia masuk dan melempar Reynolf ke lantai. "Aku membawa seseorang," katanya. Namun dia tak lanjut bicara kala mendengar umpatan dan melihat seorang pria berkemeja putih dengan dua pedang di pinggangnya, sedang menginjak-injak seseorang di ruangan itu. Dia mendekat untuk melihat siapa yang di injak.
Salah satu Pelindung Kota menghadangnya dan menggelengkan kepala pelan. "Jangan, Doron," mohon Keith, teman lamanya. Dia bertanya-tanya apa maksud Keith namun tetap melewatinya. Barulah saat dia berdiri di posisi yang pas, dia dapat melihat siapa yang diinjak-injak orang itu.
Zedania terbatuk-batuk kesakitan. Wajahnya memar dan topinya terlepas, menampakkan rambutnya yang putih sempurna. Dia masih mencoba menangkis tendangan si pria dengan dua pedang walau selalu tak berhasil. Doron menangkap bahu orang itu, namun tangannya langsung di tepis.
Orang itu berbalik dan menunjuk wajah Doron. "Menyingkir! Aku utusan raja, ini bukan urusanmu." Dia segera berbalik lagi menghadap Zedania, sambil mengadu kedua tinjunya. "Duduk dan tontonlah. Orang ini akan kubuat menangis darah."
Doron berlari dan menabrak Utusan Raja kencang. Orang itu terhuyung kehilangan keseimbangan dan nyaris menabrak dinding jika saja tak ditangkap oleh Pelindung Kota yang lain. Doron mengambil tempat di hadapan Zedania, melindunginya. "Zedania. Masalah apa yang kau perbuat sampai berurusan dengan Utusan Raja?!"
Zedania menjawab dengan suara parau dan terbatuk. "Aku tidak tahu dia Utusan Raja. Aku berkelahi dengan rekannya lalu Chops membunuh rekannya."
Utusan Raja menatap Doron tak suka. Kedua tinjunya terbalut batu Magis dan dia mengempar pada Doron. "Kau pikir dengan siapa kau berurusan, ha? Ini Abigail, sialan!"
Doron langsung gundah setelah mendengar namanya. Namun dia tetap maju melayani adu kekuatan dari Abigail. Kedua tangan mereka saling tangkap, mereka saling dorong, dua-duanya seimbang namun saat Abigail berhasil melepaskan genggaman tangannya, dia segera menghantamkan tinjunya ke dagu Doron, begitu cepat tanpa Doron sempat bereaksi banyak.
Doron terhempas keras ke lantai. Dia mengutuk nasib buruk Zedania yang berbuat masalah pada Abigail. Jika disuruh memilih antara melawan singa dengan tangan kosong atau melawan Abigail yang bertangan kosong, dia akan memilih melawan singa..
Abigail menuduh Doron sebagai komplotan Sekte Mata, menunjuknya tepat di wajah. Namun Zedania malah bangkit dan semakin memperburuk keadaan dengan menendang Abigail tepat di perut. Tendangannya berhasil membuat Abigail tersentak nyeri yang disertai, Para Pelindung Kota mengangkat senjata mereka.
"Ah, jangan bunuh mereka, turunkan senjata kalian. Biar aku saja yang turun tangan." Abigail terdengar puas. Dia menyepak Zedania dan dengan mudah membuatnya kembali terduduk bersandar dinding. Kemudian dia berlutut di atas kedua tangan Doron dan mencekiknya dengan satu tangan. "Temanmu tak mau bicara, tapi apa kau mau bicara? Mari kita coba. Dimana Chops bersembunyi? Jawablah karena kau akan kehabisan napas jika tidak."
Pelindung Kota berseru kencang menyuruh Abigail untuk berhenti, beberapa mengatakan Doron tak bersalah dalam kasus ini. Beberapa yang lain pergi sambil berteriak, "Panggil pak Thras! Panggil pak Thras!" Doron menggoyangkan tubuh agar Abigail terlepas darinya. Dia mencoba menerbangkan sesuatu, apapun itu, namun dia tak bisa melihat apapun selain wajah bengis Abigail. Dia meronta cepat, harus cepat, karena wajahnya mulai membiru.
Zedania mencoba membantu, meninju Abigail di wajah. Namun Abigail berkelit enteng lalu kembali mengirim Zedania terduduk di lantai. Zedania mengumpat menyuruh Abigail berhenti, setelah itu tak ada lagi yang bisa dia dengar dengan jernih.
Pandangannya mulai memutih. Suara samar-samar terdengar. Ada suara seseorang memaki Abigail, suara seorang gadis dan familiar. Keith? Lalu Abigail melayangkan tinjunya ke sebuah arah dan Keith terdengar mengerang sakit.
Wajah Abigail semakin lama semakin kecil. Sekitarnya tak lagi putih, namun hitam mulai menghampiri. Kakinya kejang-kejang, meronta mencoba membebaskan diri. Suara yang hinggap di telinganya hanya sebuah gema. Mulutnya terbuka dan liurnya keluar. Lehernya hancur. Sakit sekali.