Kini & Lalu: A Novelization

Misaka Takashi
Chapter #2

Bab 2: Klub Sastra

Hari menjelang sore, cahaya matahari menembus masuk melalui kaca-kaca lorong sekolah dengan tiga lantai ini. Aku sangat suka memandang langit sore. Entah mengapa aku sangat menyukai langit sore yang berwarna oranye tersebut. Seperti pada umumnya, aku dan Ferdi berjalan menuju ruangan klub.

Ferdi selaku anggota baru ini siap untuk memasuki dunia penuh kegabutan yang tiada hentinya.

“Ferdi, mengapa kamu ingin sekali masuk klub itu?”

“Daripada tidak ada yang aku masuki, kamu tahu sekolah ini sangat ketat sekali dalam peraturan apalagi soal ekstrakulikuler. Setiap siswa dianjurkan untuk mengikuti satu ekstrakulikuler.”

Aku teringat kembali, sistem sekolah yang super mahal ini benar-benar mengerikan. Apakah dunia sudah terbalik? Aku selalu menganggap sekolah swasta itu bebas asal ada uang. Ini adalah tahun pertamaku di sekolah swasta yang bernama SMA Surabaya.

“Sejak tadi kamu hanya memandangi langit senja, memang mengapa?” tanya Ferdi yang menatapku dengan penasaran.

“Entahlah, tapi itu sangat indah sekali.”

Setibanya di ruangan klub, seorang ketua sekaligus bos dari Klub Sastra sedang duduk dikursi dan menaikkan kedua kakinya di atas meja. Terlihat sangat tomboi. Claris, dia adalah siswi yang memukul mejaku hingga aku terkejut dan jatuh. Sifat tomboinya yang membuat satu sekolah ini terkesima dengannya. Aku tidak peduli dia adalah primadona sekolah ini atau bukan.

“Kalian terlambat.”

“Maafkan aku habis mengumpulkan tugas tadi.”

“Nevan, dia siapa?” tanyanya.

“Oh, dia Ferdi temanku, katanya dia tertarik dengan dunia sastra.”

“Benarkah?”

Claris menatap Ferdi dengan sinis. Aku tidak tahu ada apa dengan dirinya kali ini. Tatapan sinisnya ternyata tidak berpengaruh pada si tampan SMA Surabaya.

“Baiklah, kau diterima.”

Aku bingung apa ada dengan dirinya kali ini. Tidak seperti biasanya. Mungkin gara-gara beberapa hari yang lalu. Banyak sekali siswa di luar sana ingin bergabung klub Sastra. Namun, Claris menolak hal tersebut. Itu terjadi sekitar dua minggu yang lalu. Aku tidak bingung jika seluruh siswa laki-laki sempat mengantri di depan ruangan ini. Dasar tidak tahu diri, mereka selalu saja mengusik Claris dan yang kena imbasnya adalah klub Sastra.

Ruangan Klub Sastra ini tidak terlalu besar. Berbentuk kotak, dikelilingi rak buku dan terdapat satu meja di tengah dengan kursi yang berjumlah empat. Satu papan tulis berada di depan dekat dengan pintu masuk. Aku menaruh tasku di atas meja lalu duduk.

“Jadi, apa yang ingin kau umumkan?”

“Pertama, kelasmu terdapat siswa baru, dia juga ingin mendaftar di klub ini,” jawab Claris.

“Eh, siapa?” tanya Ferdi.

“Dia berada di belakangmu saat ini.”

Lihat selengkapnya