Kini & Lalu: A Novelization

Misaka Takashi
Chapter #3

Bab 3: Ingatan yang Buram

Aku melihat sebuah gambaran tentang masa laluku. Aku tidak tahu apa itu. Tetapi aku merasa tidak asing. Aku kemudian terbangun dari tempat tidurku. Mimpi itu lagi rupanya. Sudah hampir dua bulan aku bermimpi aneh. Ini bukan sekedar mimpi. Mungkin saja gambaran. Aku melihat jamku masih menunjukkan pukul empat pagi.

Aku berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi tujuh tahun yang lalu. Aku kemudian turun dari kasurku dan mengambil handuk lalu pergi ke kamar mandi. Tujuh tahun yang lalu, aku pergi ke suatu tempat yang di mana tempat tersebut merupakan taman hiburan yang di dalamnya terdapat banyak sekali hewan-hewan. Museum dan juga kebun binatang menjadi satu. Kalau tidak salah tempat tersebut bernama Jatim Park 2.

Mimpi yang sungguh aneh, namun mengapa aku merasa hal ini pernah terjadi di kehidupan nyata? Seusai mandi aku kembali ke kamarku lalu merapihkan beberapa buku. Sekolah dimulai pada pukul setengah tujuh pagi. Rumahku ini tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil. Kamarku sederhana, hanya ada meja belajar, rak buku, televisi, dan yang pasti juga lemari pakaian. Kedua orang tuaku sedang bekerja di luar kota. Mungkin ini bisa menjadi pelatihanku sebelum aku meninggalkan tempat ini.

Pukul enam tepat, aku keluar dari rumah. Sebuah komplek sederhana yang isinya hanya orang-orang sederhana yang saling menyapa satu sama lain.

“Nevan, kau mau berangkat ke sekolah?” tanya satpam bernama Pak Tono.

“Selamat pagi. Iya tentu saja.”

“Kalau begitu, hati-hati di jalan.”

Aku menganggukkan kepala lalu mengunci pagar. Pagi ini tidak secerah hari sebelumnya. Mengingat bulan ini sudah memasuki musim hujan. Awan menutupi langit dan juga matahari. Warna abu-abunya sendiri menandakan sebuah tangisan bumi. Sebagian orang akan senang akan hujan turun dan sebagian lainnya tidak.

Aku berjalan menuju halte bus yang tidak jauh dari komplek perumahanku. Bus di kota Surabaya ini kini semakin keren saja. Bus sekolah dan juga bus umum. Bus umum yang paling unik yaitu setiap orang harus membawa botol dengan ukuran satu setengah liter sebanyak dua botol. Itu sebagai gerakan untuk membersihkan sampah plastik. Aku memilih untuk menaiki bus umum saja karena sekolah swasta tidak menyediakan bus sekolah yang diolah oleh pemerintahan. Mungkin ada, namun tidak dengan sekolahku.

Aku berdiri menunggu bus datang mengampiri dengan membawa dua buah botol yang berukuran satu setengah liter. Saat aku menoleh kiri dan kanan tiba-tiba Sayaka berada di sebelahku.

“Tunggu dulu, apa yang kamu lakukan di sini?” tanyaku dengan terkejut.

“Rumahku daerah sini,” jawabnya.

Lihat selengkapnya