Kini & Lalu: A Novelization

Misaka Takashi
Chapter #8

Bab 8: Kisah Kepahlawanan (Bagian 3)

Sebenarnya aku sudah pernah mendengar cerita ini semenjak awal masuk. Ferdi saat hari pertama MOS, ia menjadi sorotan siswa lainnya. Bahkan ada kakak kelas yang naksir sama dia. Maka dari itu aku mengetahui jika cerita yang berasal dari pengalaman Ferdi merupakan cerita perjuangan demi senyuman sekolahnya.

Langit mulai berubah. Di jam terakhir, aku lebih memilih untuk memandang langit dari pada menyimak pelajaran. Mohon tidak untuk ditiru sifatku yang malas karena mengikuti pelajaran ini. Sebenarnya ada alasan mengapa aku lelah saat mengikuti jam mata pelajaran terakhir ini. Pertama ialah aku sangat kecapekan. Sekolah full day menurutku sangat melelahkan. Biasanya hal ini terjadi padaku setiap jam-jam terakhir.

Bel berbunyi, guru yang mengajar matematika itu kemudian memberikan kami sekelas tugas mengerjakan halaman 60 di buku yang dipinjamkan oleh sekolah. Astaga, aku sangat benci matematika. Penjurusan kelas sendiri baru dimulai pada saat kelas dua SMA. Aku lebih memilih IPS saja kalau begitu.

Abaikan saja lagipula tidak hanya aku saja yang membenci pelajaran matematika. Seusai guru tersebut keluar, Ferdi terlihat sangat tergesa-gesa sekali. Aku tidak tahu mengapa. Tapi tadi pagi dia baik-baik saja. Apa jangan-jangan sesuatu yang buruk tengah terjadi pada dirinya. Mungkin hanya perasaanku. Sayaka kemudian mengampiriku yang bengong saja melihat kelakuan Ferdi.

“Ferdi kenapa?” tanya Sayaka.

“Entahlah, mungkin dia kini sedang berada di ruang klub Sastra.”

Aku harap juga begitu. Lebih baik tidak usah dipikirkan. Aku dan Sayaka berjalan melalui lorong-lorong sekolah. Cuaca cukup cerah sehingga cahaya matahari masih bisa menembus jendela. Kau tahu langit yang sangat indah. Namun, lebih indah lagi jika tidak ada awan yang menggantung di langit.

“Nevan, kamu benar-benar suka memandang langit ya?” tanya Sayaka tiba-tiba.

“Begitulah,” ujarku. Tumben banget dia bisa basa-basi atau mungkin aku saja yang memandangnya secara dangkal. Aku kemudian mengentikan langkahku sejenak dan melihat ke salah satu jendela. Sayaka pun juga ikut berhenti.

“Ada apa?” tanyanya.

Aku mengabaikan pertanyaannya dan memandang langit senja. Aku merasakan sesuatu hal. Hal itu masuk ke dalam otakku dan membuat suatu gambaran yang unik. Aku tidak tahu apa ini. Tetapi, aku menemukan sesuatu yang benar-benar unik. Pikiranku seolah kini sedang menuju ke satu sisi yaitu antologi. Aku kemudian tersadar.

“Sayaka, ayo kita bergegas. Aku memiliki ide yang sangat bagus.” Aku berlari dengan cepat menuju ke ruang klub yang berada di lantai tiga. Sayaka juga ikut berlari tepat di belakangku.

Setibanya tiba di depan ruagan klub. Aku membuka pintu tersebut dengan penuh semangat. Sayaka terengah-engah karena aku lari paling cepat. Ia kemudian menjewer telingaku. Panas sekali. Sayaka kemudian ngambek. Claris yang berada di ruangan klub tertawa terbahak-bahak melihat tingkahku dan Sayaka yang lucu di matanya.

“Jadi, ada apa?” tanya Claris.

“Di mana Ferdi?”

“Ferdi, dia katanya ada reuni SMP dadakan pada hari ini,” ujar Claris.

Lihat selengkapnya