Kirari

IBU KYOKO
Chapter #3

03. Soekarno Hatta Hitam Berbintang

September 17, 2018.

Bandara International Soekarno Hatta.

Terminal 3 hari itu terlihat ramai, Kirari duduk di deretan bangku dengan senderan tidak begitu empuk dan rangka besi, tangan kirinya mengetuk-ngetuk tas tote bag warna dusty pink hadiah dua sahabatnya sebelum berangkat S2. Sementara tangan kanannya memegang telfon, menghubungi Ibu & Ayah. 

“Kirari sudah sampai di bandara Ayah, Ibu..Alhamdulillah saat ditimbang bagasinya tidak lewat beratnya. Mbaknya baik, mungkin dia tahu kalau Kirari ke Jepang untuk belajar. "Kirari berkata lembut menenangkan orang tuanya. 

“Iyah, Alhamdulillah, tenang saja Ibu, insya Allah rendangnya aman Ibu.” Kirari paling tidak suka melanggar peraturan. Dia tahu bahwa membawa olahan daging dilarang dibawa ke Jepang, namun kalau orang tuanya sudah sedikit memaksa atas nama “nanti makan apa kamu di hari-hari awal, Ibu sudah tau disana bagaimana”  Kirari tidak bisa berkutik. 

Semoga Allah SWT melancarkan pemeriksaan koper Kirari atau Jepang terketuk hatinya untuk membuat pengecualian untuk daging rendang. 

Kirari melarang orang tuanya untuk mengantarkannya ke bandara. Itu berlaku juga untuk kedua sahabatnya. Dia ingin dilepas secara “biasa saja” dan ingin melewatkan ini sendirian. Karena setelah masuk ke gerbang imigrasi itu, secara official Kirari akan bertanggung jawab atas dirinya, berdiri di atas kaki sendiri. Apapun yang dia lakukan, dia tidak bisa langsung meminta perlindungan Ayah Ibunya, tidak bisa langsung pulang ke rumah. 

Beda dengan saat dulu masih bekerja di Jakarta, dia bisa meluangkan sabtu untuk naik kereta pulang, lalu bebas memeluk Ayah dan Ibu. 

Namun, seberapapun Kirari mempunyai watak yang keras, dalam kesendiriannya Kirari bukan tidak menangis. Di ruang tunggu terakhir sebelum masuk ke pesawat, Dia sibuk menyeka matanya dengan tangan kanannya. Pikirannya sibuk membayangkan apa yang akan terjadi di rumahnya ketika dia tidak ada..

Tidak berada di sisi orang tua ketika mereka sedang sepi dan sulit adalah hal yang paling membuat mental Kirari anjlok. Kirari mengingat ucapan Ibunya sebelum melepasnya pergi dari balik pagar. “Semoga sebelum lulus kamu nikah ya Nak, Ibu kurang tenang ngelepas kamu tanpa muhrim”. Tanpa gadis berlesung pipi itu sadari, selang satu kursi dari kiri Kirari telah duduk seorang pemuda berjaket tipis warna abu yang sedang menjulurkan sapu tangan handuk ke arah Kirari. Sejak 10 menit lalu.

Kirari kaget luar biasa. Bukan karena ada yang menawarinya sapu tangan, tetapi lebih -lebih karena yang menawarinya adalah: Gala. 

Wah!! Kok disini?, jangan-jangan Gala sengaja datang kesini untuk mengucapkan selamat jalan. 

Eh? tapi kan ini sudah lewat batas imigrasi? 

“Ya, saya juga pesawatnya mau berangkat. Nih ambil sapu tangannya, saya sudah 20 menit duduk di samping kamu, tetap kamu tidak melirik kanan kiri”,

Gala gemas karena sifat kurang peka Kirari tidak hilang sejak dulu. Membuat Gala bingung dibuatnya.

“Makasih ya kak, duh malu banget deh keliatan orang, tapi Kak Gala kan santai yah udah sering ngeliat saya dinangisin Abang Thalhah, hehe..” Kirari berusaha bercanda untuk menghilangkan suasana awkward

“Kamu di kampus mana? Tokodai Okayama Campus atau Suzukakedai?” Gala menaruh tangannya pada pegangan koper kabinnya sambil menatap gadis disampingnya.

Kirari bingung dengan pertanyaan Gala, karena sepanjang pengetahuannya dia tidak pernah memberitahu bahwa dia akan kuliah ke Jepang, apalagi Tokyo Tech. Apa Abangnya yang memberitahu? iseng sekali sih?

“Okayama hehe. Kamu dimana kak?” Kirari melipat sapu tangan yang diberikan Gala padanya. “Saya cuci dulu ya ini di pesawat, nanti saya balikin ya”. 

“Saya di Midorigaoka Campus, tidak jauh dari kampus Kirari. " Gala melanjutkan. “Jangan lah, buat kamu aja lah. Segitunya!” Tertawa Gala melihat Kirari yang masih merasa canggung kepada dirinya. Gala memberikan tolehan kepala ke sebrang ruangan tunggu, kepada sekelompok anak muda yang sedang asyik mengobrol. 

“Saya baru mengobrol sama mereka yang disebrang sana, dapet Beasiswa Negara Indonesia ke Jepang juga sama kayak lo. Negara kita keren juga yah berani ngeluarin duit buat investasi pendidikan.

Kamu beban tidak sih dengan kayak gini?” Pembicaraan serius memang khas dari Gala, di manapun kapanpun, meskipun di saat-saat menuju panggilan pesawat. 

“Sebenernya beban juga sih kak…” Kirari berusaha mengeluarkan nada antusias meskipun disaat itu dirinya sedang fokus mengalahkan rasa deg-degan yang tiba2 muncul, mungkin karena ini pertamanya dia naik pesawat jarak jauh sendirian. 

“Dapat beasiswa apa kak?” Saat deg-degan pun jiwa ingin tahu Kirari tetap jalan.

Lihat selengkapnya