Lantai 10-Gedung W10
Tokyo Institute of Technology,
Oktober 2018.
Oktober adalah bulan pergantian dari musim panas menuju gugur. Daun masih hijau cemerlang mendominasi, namun udara mulai menjadi sejuk. Mereka yang keluar mulai menggunakan cardigan atau sweater tipis, karena meskipun saat siang cuaca bisa cukup panas layaknya Agustus, tetapi angin malam bisa membuat siapapun merindukan kehangatan mesin pemanas yang ada di rumah. Atau untuk mereka yang sedang berhemat, mesin pemanas yang ada di dalam kereta.
Mesin penjual minuman otomatis mulai menambahkan label merah minuman hangat pada daftar menunya, seperti: teh hijau hangat dan cokelat hangat. Minimarket seperti Family Mart mulai mendagangkan oden yang merupakan representasi kudapan di malam dingin.
Pagi itu Kirari mengenakan celana kulot warna biru tua dipadukan dengan kemeja warna abu muda. Agar lebih hangat ditambahkannya sweater panjang kotak-kotak abu dan biru. Tangan kanannya menggenggam onigiri tuna mayo dan houjicha hangat, tanda belum sempat sarapan pagi. Kirari berjalan cepat menuju gerbang Tokyo Tech, dengan headphone sebelah kanan terpasang di telinga, terdengar lantunan almatsurat pagi. 5 menit lagi dia akan sampai di ruangan labnya di Gedung W10.
“Ohayou gozaimasu (Selamat pagi), “sapa Kirari ceria sambil membuka pintu lab, lalu mengisi jadwal kehadiran yang terpasang di pintu lab.
“Ohayou!” dijawab dengan bersemangat oleh Rahul yang pagi itu sudah mulai menyeduhkan teh hangat bagi siapapun yang ingin meminumnya.
“Wanna have some tea? kali ini saya menyeduh Cylon Tea, asli dari Srilanka.” Rahul menyiapkan satu cangkir teh untuk Kirari yang sedang menaruh tas di meja. Pengucapan Bahasa Inggris Rahul sangat baik, nampaknya orang India memang penguasaan Bahasa Inggrisnya luar biasa. Sudah 4 orang India yang Kirari temui sampai Oktober ini, semua kemampuannya di atas rata-rata.
“Hmmm, dapat dari teman Srilanka yang bersamaku bekerja paruh waktu di Izakaya (warung minum sake).” Rahul menjelaskan karena Kirari terlihat tidak teryakinkan untuk mencoba.
“Kau bekerja paruh waktu di Izakaya? Kau bisa Bahasa Jepang juga?“ Kirari tak bisa menahan matanya yang membulat.
“Hmm, Bahasa Inggrisku lebih buruk dari Bahasa Jepangku.” Rahul menaruh gelas kaca berisi teh di atas meja Kirari.
“Terimakasih banyak.“ Kirari tersenyum ramah pada Rahul.
“Ngomong-ngomong, kenapa hari ini lab terlihat lebih kosong dari biasanya?” tanya Kirari sambil melihat sekeliling, hanya ada tiga tas.