“Hebat memang si asisten ini. Penjelasannya menarik dan Bahasa Inggrisnya bagus,” ujar Rahul sambil mencatat di notebook.
Kirari melirik ke arah Rahul, merasa kaget karena dia mengira Rahul sama sekali tidak suka belajar. “Kau mencatat?” Kirari bertanya jujur. “Levelku baru mencatat, kau harus tahu level Yu Joon.” Rahul kembali fokus mendengarkan Kurokawa.
“Boleh saya bertanya?” Suara Yu Joon seperti membelah ruangan, karena dia bertanya bukan saat di sesi tanya jawab. Semua orang sontak melihat ke arah mereka bertiga. Rasanya Kirari ingin punya jurus menghilang.
“Ya silakan,”terdengar santai Kurokawa membalas, meski ingin sekali dikunyah cokelat yang banyak saat itu karena matanya pertama kali harus bertatapan dengan Kirari. Hal yang sangat dia hindari sejak tadi. “Memangnya masih ada pebisnis di dunia kerajinan jepang yang masih berprinsip untuk mempertahankan semua produksi harus dalam negeri?” Yu Joon merasa harus mengetahui tingkat kedalaman ilmu Kurokawa yang kecerdasannya banyak dibicarakan di fakultas.
“Ada, Wakabayashi Sensei pendiri brand SS dari Kyoto. Beliau mencoba untuk konsisten memproduksi semuanya di dalam negeri. Mulai dari benang yang digunakan. Penjelasan lebih panjang tentang itu akan saya jelaskan di lain waktu. Atau kau bisa datang ke ruangan lounge untuk diskusi. Terimakasih, pertanyaan Anda menarik.” Jawaban Kurokawa membuat Yu Joon tersenyum, meskipun belum puas, tapi Yu Joon menyukai cara menjawab Kurokawa yang santun dan berharap ajakan untuk diskusi bukan basa basi khas orang Jepang.
Rahul menggerakkan tempat pensil Kirari sebagai caranya ingin memanggil Kirari tanpa menyentuhnya. “Yu Joon hampir tidak pernah meninggalkan kelas tanpa bertanya, mungkin itulah cara orang Korea Selatan bertahan unggul.” Kirari tersenyum lalu mengangguk dalam diam.
Kelas selesai dan murid berhamburan keluar kelas. Kirari menyusul Yu Joon dan Rahul dari belakang. Sebelumnya, dia sempat melihat Rie menghampiri Kurokawa yang sedang membereskan proyektor di depan. "Pasti mereka sering sekali menghabiskan waktu bersama." Hanya itu yang ada di pikiran Kirari.
Sungguh, Kirari merasa bingung dengan kondisi hatinya saat ini. Mengapa dia merasa takut bertemu dengan Kurokawa? bukankah yang terjadi di masa lalu sudah selesai?
Bukankah dia sudah mengetahui bahwa Kurokawa sudah mempunyai orang lain? Lebih dari itu semua, untuk apa hati ini berdetak untuk dia yang bahkan tidak seiman? Jika kehadiran Kurokawa yang menjadi penyebabnya tidak mau hadir pada kelas yang menarik ini, sungguh Kirari merasa belum dewasa.
“Hai, kenapa email ku yang waktu itu belum dibalas juga?” Rie sudah hafal betul dengan kebiasaan Kurokawa yang suka mengabaikan email yang masuk. Email Rie pun paling cepat dibalas Kurokawa 5 jam setelah dikirim.
“Ah, tentang makan di restaurant? Aku belum tau kapan bisa keluar dengan leluasa. Akhir-akhir ini Okuda Sensei senang mencariku.” Kurokawa menjawab sambil mengambil 1 bongkah cokelat meiji dark chocolate. Ini adalah bongkahan ke-6 hari itu.
“Kau banyak sekali makan coklat hari ini, kau sepanik itu membuka kelas hari ini?” Rie tertawa melihat kebiasaan Kurokawa yang menekan rasa panik dan tegang dengan memakan coklat.