Ookayama,
September 2018
Jumat sore adalah masa favorit karena menjadi pembuka hari Sabtu dan Minggu, hari untuk melepas kejenuhan lima hari ke belakang. Memang menuju sore masih saja ada pekerjaan yang menumpuk di lab, namun itu bukan opsi untuk Kirari yang masih ingin menikmati Tokyo yang indah di Sabtu & Minggu.
Kirari berjalan ke arah “Tokyu Supermarket" yang berlokasi tidak jauh dari gerbang kampus, di seberang stasiun Ookayama. Rencananya dia akan membeli penganan manis sebagai teman belajar di lab dan peralatan untuk membuat brownies di malam Sabtu nanti di Aobadai House, asrama Reza dan Gala yang berlokasi sepanjang jalur Den-entoshi.
Kirari suka memakan penganan manis, tetapi tidak pernah membuat penganannya sendiri. Kalau bukan karena di rantau, dan rindu berkumpul dengan berbicara Bahasa Indonesia, jujur dia memilih untuk hibernasi tidur panjang mulai dari Sabtu malam ini.
Begitu sampai di supermarket, Kirari menuju lorong cokelat untuk mencari cokelat batang untuk bahan brownies. Dilihatnya resep dari aplikasi cookpad untuk memastikan jumlah gram cokelat yang dibutuhkan.
Kirari menelusuri berbagai jenis cokelat yang ada di rak. Terlalu beragam.Cokelat putih, cokelat bersusu, cokelat dengan konsentrasi susu yang tinggi, cokelat hitam, cokelat hitam 60%, cokelat hitam 75%, cokelat tanpa gula buatan. Sebut imajinasi terliarmu tentang cokelat, semua ada disini.
Mata tertuju pada cokelat hitam, diambilnya dan dilihat komposisinya. Bukan berada di negara sendiri jelas meningkatkan kemampuan radar Kirari untuk mencari yang halal dan Kirari bersyukur dia bisa membaca kanji. Saat sedang khusyuk Kirari memeriksa label yang ada pada bungkus cokelat, ada seorang pria yang menyapanya dari samping.
“Cokelat itu bisa dimakan muslim. Emulsifier nya dari nabati, dari kedelai.” Kurokawa tidak menengok ke arah Kirari, tatapannya fokus ke depan. Kirari diam tak berkutik 3 detik.
Ya, saat ini akhirnya datang juga. Kirari pernah berfikir apa yang harus dia lakukan jika suatu hari dia dan Kurokawa harus berhadap-hadapan. Karena tidak sepenuh dirinya merasa kecewa karena Kurokawa telah pergi meninggalkan Indonesia tiba-tiba tujuh tahun lalu. Tanpa kata perpisahan apapun.Tanpa email, tanpa meninggalkan nomor kontak. Hanya meninggalkan dua buku yang dijanjikan pada Kirari untuk dibahas bersama, diberikan lewat Gala pada suatu sore.
Namun ada satu sisi hatinya yang merasa bahagia karena bisa bertemu kembali dengan Kurokawa. Melihat kembali secara nyata sosok yang memotivasinya untuk mengejar pendidikan lebih tinggi ke Jepang.
"Oh, terimakasih informasinya, Kurokawa Sensei." Kirari tersenyum, memutuskan bahwa cara terbaik saat ini adalah dengan seolah-olah mengenal Kurokawa kembali dari nol. Kurokawa tersenyum kecut.
"Aneh sekali dipanggil Sensei," ujar Kurokawa. "Ibu dan Ayah sehat? Thalhah katanya sudah menikah dan masih di Belanda ya?" Kurokawa mengambil beberapa cokelat hitam 60% yang ada di rak. Lalu tangannya bergerak mengambil biskuit cokelat yang ada di rak seberangnya.