Kirari

IBU KYOKO
Chapter #21

21.Bermalam di Kanna

Malam menunjukkan pukul 21.45 JST dan Kirari sedang berada di peron Stasiun Ookayama menuju Stasiun Oimachi. Merasa amat kekenyangan karena menyantap terlalu banyak roti nan. Di dalam tote-bag nya juga masih tersimpan sisa nasi briyani untuk dimakan besok pagi. 

Malam itu malam tahun baru, semua orang tumpah ruah pergi untuk menghabiskan malam bersama pasangan, dan keluarga. Peron arah Futako-Tamagawa tampak lebih ramai, sepertinya mereka menuju Yokohama untuk menyaksikan lampu hias dan kembang api pergantian tahun. Kereta pun jadwalnya dipanjangkan untuk mengakomodir mereka yang pulang telat.

Di malam libur seperti ini, Kirari hanya tidak suka satu hal: bau orang mabuk di kereta. Dan di malam “spesial tahun baru” seperti ini, jumlahnya pasti lebih banyak. 

Kirari masuk ke dalam gerbong terdepan, dan dilihatnya banyak pasangan muda. Mulai dari yang masih malu-malu hanya saling menunduk sambil berpegangan tangan, hingga dia dengan pakaian mini berangkulan dengan kekasihnya di depan pintu kereta. Tidak peduli di seberangnya terdapat anak perempuan umur lima tahun yang melihat adegan mereka dengan tatapan penuh. Yang orang tuanya tidak mengetahui apa yang putrinya lihat karena sibuk dengan gawai masing-masing. 

Sejauh yang Kirari perhatikan, tidak semuanya berpasangan malam itu, setidaknya tidak semua perempuan berpasangan dengan laki-laki. Dan itu membuat Kirari tidak terlalu merasa terasingkan dalam kesendiriannya. Kereta berhenti di Stasiun Hatanodai, dan masuklah tiga anak perempuan berumur tidak lebih dari 18 tahun, dengan bibir dipoles, blush on yang terlihat natural dan eye-shadow yang diaplikasikan rapi. 

Bagaimana mungkin anak SMA di Jepang mempunyai kemampuan berdandan lebih baik dari dirinya yang berusia 26 tahun? 

Fokus Kirari berpindah pada tas yang digunakan oleh sekumpulan anak perempuan tersebut: Tote bag dari Luis VittonChanel dan Michael Kors. Kirari berusaha menahan untuk tidak terbelalak, berfikir apa mungkin tas tersebut dipinjam dari Ibu mereka. Dalam diam Kirari berharap bahwa sekumpulan pemudi ini sedang dalam perjalanan pulang ke rumah masing-masing, bukan baru akan menghabiskan malam. 

Matanya melihat ke sudut kanan, ke seorang perempuan berusia 60 tahunan yang berdiri menyenderkan punggung pada tiang kursi dekat pintu. Padahal di samping kirinya ada kursi prioritas yang masih kosong. Kulit putih mengerut, rambut putih pendek dipotong rata dengan kacamata hitam. Baju dan jaketnya mengeluarkan aura merek Yohji Yamamoto. Melihat Kirari kebawah dan dilihatnya perempuan tersebut mengenakan sepatu boots hitam. 

Di bahu kanannya digantungkan tas Prism-Bao Bao dari Issey Miyake. Jika dia tidak naik kereta, mungkin orang akan menganggap nenek tersebut adalah Boss dari film “The Devil Wears Prada”.

Di Tokyo ini, tidak ada batas umur untuk membuat fashion statement

Yang tua menolak menua, yang muda menolak untuk dibilang “belum cukup umur”.

Oimachi..Oimachi..shuuten desu” 

(Pemberhentian Terakhir, Oimachi)

Kirari turun dari kereta dan berjalan cepat menuju gerbang tiket menuju jalur Rinkai, melanjutkan perjalanan menuju Stasiun Tokyo Teleport. Tenggorokannya terasa gatal, sehingga dia terfikir untuk membeli ocha hangat dari mesin penjual minuman. Di belakangnya terdengar suara centil anak perempuan yang berbicara dengan suara hidung. Menolehlah Kirari ke belakang, ke arah sumber suara, dan mendapati tiga orang anak perempuan di kereta tadi masing-masing berangkulan dengan laki-laki yang sama mudanya. Terlalu mesra terlihatnya, Kirari tidak habis pikir. Bagaimana mungkin anak di bawah umur dibiarkan pergi dengan laki-laki sampai malam hari?

Ingin sekali Kirari berkata kasar, “Pulanglah kalian!" Tetapi dia menahannya. Bisa jadi dia yang akan diciduk polisi karena “gadis dengan penutup kepala panjang telah berkata kasar kepada murid SMA.” Di saat seperti ini, Kirari rindu berada di Indonesia…

Kirari memberikan pandangan sinis ke arah para anak-anak lelaki tersebut lalu jalan cepat ke arah peron. Dia mencari tempat duduk yang nampaknya sudah penuh dengan bapak-bapak yang menunggu kereta. Kirari menemukan satu tempat kosong di antara dua bapak yang sedang membaca koran. Dia duduk dengan pelan, sambil berharap tidak akan ada yang bangkit berdiri jika mengetahui ada gadis berjilbab yang duduk di tengah mereka.

Tidak ingin terlihat terlalu mencolok atau tidak sopan, Kirari menggunakan tangan kirinya untuk menutup muka sebelah kiri dan tangan kanannya menggenggam minuman. Pelan-pelan diteguknya ocha hangat dan terasa tenggorokannya mendapatkan kenikmatan dunia. 

Setengah pikiran Kirari masih mengingat anak perempuan tadi yang belum pulang ke rumah, malah bepergian hingga larut malam bersama laki-laki.Memang, melihat perubahan zaman dengan mata kepala sendiri langsung berbeda rasanya dengan membacanya dari koran atau dari internet. Kirari tidak bisa tidak membayangkan apa yang sudah dilakukan bagi orang Jepang yang sudah dewasa ketika berpacaran..

Hiii! seketika Kirari bergidik, bayangan Rie dan Kurokawa tiba-riba muncul di pikirannya.

Cepat-cepat dia menghabiskan minumnya dan berjalan mencari tempat sampah yang biasa dipasang di sebelah mesin penjual minuman otomatis.

Saat itu, ada pesan masuk di LINE nya.

Lihat selengkapnya