Kirari

IBU KYOKO
Chapter #26

26. Arimatsu yang Jauh dari Imajinasi

Nagoya, 

13 Januari 2019

10.30 JST

Resapi perjalanan ini. Resapi perjalanan ini. 

Kirari memutar kalimat itu dipikirannya dan dia berjalan berlawanan arah, menjauhi supermarket AEON Arimatsu dan menyebrangi lintasan kereta. Kirari bukanlah orang yang anti sosial, hanya saja jika dibolehkan tidak berkelompok, maka dia segera memilih untuk sendirian. Sehingga ketika mahasiswa lain cenderung membentuk grup kecil saat melakukan observasi, maka Kirari nyaman dengan kesendiriannya. Dengan begitu, dia bisa bebas mengatur waktunya sendiri dan kemana saja dia pergi. 

Sambil menunggu kereta lewat untuk menyebrang, ditengoknya bangunan yang ada di belakangnya. Bangunan supermarket besar cukup megah di tengah kota sepi seperti ini bukanlah paduan yang cocok. Seberapa besar daya beli sekitar sampai-sampai harus ada supermarket besar dibuat? 

Kirari berjalan sampai di persimpangan besar. Persimpangan tersebut adalah jalanutama Tokaido yang pada zaman Edo menjadi tempat singgah populer bagi pelancong yang bolak-balik Edo (Tokyo) dan daerah Tokaido (Nagoya dan sekitarnya). 

Kirari mempercepat jalannya dan berhenti di pinggir trotoar, menengok ke kanan-kiri jalan besar dan didapatinya banyak bangunan tradisional kayu berjejer cantik. Seketika dia membayangkan suasana zaman dahulu dimana jalanan ini ramai dengan kuda-kuda dan para pelancong yang menggunakan yukata dan kimono shibori. Berdiri sambil memilih kain shibori yang dijajakan dan ada yang meminum teh hangat di kedai. 

Kirari menyebrang ke sebelah kanan dan memasuki sebuah toko cukup besar yang berlokasi di sudut jalan. Bangunan dua lantai tersebut bergaya tradisional dengan tepian atasnya terdapat gambar bunga dengan aksen shibori warna indigo. Dia geser pintu kaca dari toko tersebut dan didapati tiga pengunjung lain yang sedang melihat-melihat barang. Oh, ternyata kota ini tidak sesepi itu.

Kirari melihat celemek dengan aksen shibori yang begitu manis dan sederhana, karena penasaran maka dilihatnya label harga dan keterangannya di belakang.

 100% katun, Made in Japan, 10.000 yen. 

"Satu juta dua ratus ribu rupiah untuk sebuah celemek sederhana ini? Mana mungkin!” Ingin Kirari berteriak sekencang-kencangnya. Masih sambil memandang nanar celemek tersebut, ada tangan di sebelah kirinya yang mengambil dua buah celemek warna biru tua dan kuning muda. 

“Sumimasen,” berkata Ibu tersebut karena takut tangannya yang sedang mengambil barang mengganggu Kirari— padahal jelas tidak sama sekali. Kirari tersenyum dan mengangguk, matanya mengikuti Ibu itu yang membawa celemek ke kasir. Hari itu pertama kali dalam hidupnya selama 26 tahun, dia melihat seorang konsumen mengeluarkan 2 juta rupiah untuk membeli celemek. Orang Jepang memang hidup dalam taraf sosial yang berbeda. 

Kirari keluar dari toko tersebut dengan mengantongi satu buah bros terbuat dari kain shibori berwarna hitam seharga 500 yen (60.000 rupiah). Tidak banyak yang menarik perhatian Kirari di toko itu, jikapun ada yang menarik, harganya di atas satu juta rupiah. Runyam, bukan?

Lalu berjalan terus dia ke arah Shibori Kaikan, sebuah bangunan yang menjadi tujuan utamanya di Arimatsu. 

10.50 JST

Jalanan menuju Shibori Kaikan mengingatkan Kirari akan kumpulan bangunan Higashi-Chaya di Kanazawa, hanya saja jalanannya terbuat dari aspal, bukan blok khusus pejalan kaki. Sesekali mobil suka melaju dengan kencang dan membuat Kirari harus sigap jalan ke pinggir. Prefektur Aichi dimana Arimatsu masuk ke dalamnya, merupakan daerah dengan jumlah pengendara mobil yang tinggi di Jepang, tidak mengherankan karena pabrik mobil besar banyak berada disini juga.

Jika kau merasa pengguna kendaraan roda empat di Jepang sangat sopan, mungkin kau belum pernah ke Aichi dan melihat “ pengguna mobil yang lebih galak dari pejalan kaki.” Jika kau merasa pengguna jalan raya di Jepang sopan semua, mungkin kau belum pernah melihat nenek dan kakek menyebrang di tengah jalanan ramai di Aichi.

Sepanjang jalan Kirari melewati pertokoan yang tertutup pintunya. Mungkin karena ini sedang musim dingin dan pemanas ruangan dinyalakan di dalam toko sehingga pintu ditutup rapat. Hal ini membuat Kirari – ataupun turis asing pada umumnya – untuk enggan masuk ke dalam toko itu karena merasa seperti tidak disambut. Pajangan pakaian yang ditaruh di depan juga tidak menarik perhatian Kirari. Gayanya seperti cocok untuk Ibu-ibu di usia 40 tahun ke atas: baju panjang dengan hiasan bunga-bunga besar di atasnya. Kecuali baju ini dipakai Victoria Beckham, nampaknya tidak akan menganggap bahwa baju itu fashionable

Kirari mempercepat jalannya hingga dia menemukan palang besar “Arimatsu Shibori Kaikan” di sebelah kanan. Kirari berjalan dan sampai di depan bangunan putih dua lantai dengan kafe kecil di sudut depan kanan. Menjinjitkan kaki dan melirik sedikit Kirari ke dalam kafe, dilihatnya banyak lansia yang sedang berada di dalam.

Lihat selengkapnya