Tokyu Supermarket, Okayama
10 Februari, 2019
Malam musim dingin adalah malam yang cukup menyiksa bagi para mahasiswa single di rantau. Karena di musim yang gemar membuat mereka kelaparan ini, mereka tidak bisa meminta siapapun kecuali menyuruh kaki mereka kaki sendiri pergi ke dapur. Dan apa yang paling nikmat untuk dinikmati di malam dingin adalah sesuatu yang berkuah dan bisa dimasak secara cepat.
Pemikiran tersebut sangat didukung oleh Gala yang saat ini menyusuri lorong mie instan di Tokyu Supermarket berharap bisa menemukan yang halal dimakan. Layar ponsel yang digenggam di sebelah kirinya menampilkan daftar deretan mie instan halal yang didapatkannya dari grup Halal Tokyo. Gala tidak mau salah membeli lagi. Mie instan yang terakhir kali dia makan ternyata terselip zat haram yang tertulis dengan katakana “Pork ポーク (po-ku)” yang biasanya tertulis dengan kanji "buta 豚". Pantas saja rasa enaknya tidak biasa. Benar kata seniornya bahwa ” suatu makanan yang terlalu enak di Jepang itu harus dicek dua kali komposisinya”.
Tidak ada tempat yang bisa menyatukan selera si penyuka manis dan si penyuka asin selain lorong mie instan. Kurokawa pun sedang mencari mie terbaik untuk menopang malam dingin sambil merevisi jurnal. Terlalu fokus mereka berdua hingga tidak sadar berada di lorong yang sama. Kurokawa mulai mencari ramen jenis vegan yang saat ini peminatnya mulai banyak di Tokyo. Hanya saja, masalahnya, tidak semua vegan itu juga bebas alkohol sehingga bisa dikonsumsi oleh Kurokawa.
Laki-laki ini menuju ke barisan rak di seberangnya. Berhenti sebentar ketika mengetahui beda 4 langkah di depannya telah berdiri Gala yang mengincar makanan yang sama. Ingin sekali dia mencecar Gala dengan pertanyaan, "Kenapa tidak kau berikan suratku padanya? Aku kira semua muslim itu amanah!" Namun dia tahu manfaat dari sabar itu lebih baik bagi hatinya. Begitu yang dia yakini sejak 2016.
“Bertemu lagi kita,” akhirnya itu yang terucap oleh Kurokawa.
Suara Kurokawa membuat Gala kaget, namun dia menyadari bahwa pertemuan seperti ini perlu terjadi.
“Aku tidak menyangka kau akan mengambil kuliah S2 ke Jepang. Karena melihat dari latar belakang kerjamu yang berafiliasi Eropa sejak awal, aku kira kau akan ke Inggris, atau ke Belanda.” Kurokawa berterus terang bahwa dirinya sudah mengecek profil karir Linkedin dari Gala.
“Ya, aku juga tidak mengira kau masih di sini. Aku kira kau sedang di New York, misal.” Kurokawa tidak tahu bahwa Gala sudah mempelajari profilnya lebih dahulu. Lalu entah kenapa kalimat yang keluar dari anak yang lebih muda 7 tahun ini lebih terdengar seperti ejekan meskipun nadanya biasa saja.
“Professormu, baru saja ditarik ke lembaga riset terkenal untuk posisi bergengsi. Beritanya kencang sampai ke fakultas saya. Kau juga berencana mengikuti jejak yang sama? Ganbatte.” berkata Kurokawa.
Gala sudah malas mendengar basa-basi, dia ingin menegaskankan sesuatu yang dia ingin Kurokawa dengar. “Tidak juga, saya akan balik ke Indonesia. Yang jelas mengikuti kemana Kirari pergi. Saya mengejar Kirari sampai kesini, bukan untuk kalah berkompetisi dengan Anda, Kurokawa Sensei.”
Gala tidak menyangka dirinya berani berkata brutal seperti itu kepada Kurokawa. Di relung kecil hatinya, dia merasa kesempurnaan yang Allah SWT hadirkan dalam Kurokawa mengingatkannya pada kakaknya. Dia boleh kalah sepanjang hidup oleh kakaknya, tetapi tidak dengan Kurokawa. Di “pertempuran” ini dia akan menang mendapatkan Kirari.
Tenang saja Gala, “persaingan” ini akan mengasyikkan.
Karena pihak yang satu lagi juga telah menyiapkan strategi untuk menang.
Tokyo Tech,
Gedung W10
11 Februari 2019
Kirari duduk di lounge lantai 5 sendirian. Bukannya memang akhir-akhir ini tidak ada orang yang menggunakan lounge itu selain Kirari, tetapi dia memilih untuk mendatangi lounge itu saat kosong. Pada tangan kanannya terdapat hasil cetak jurnal terbaru tentang “pariwisata berbasis komunitas” sebuah kata kunci riset yang menarik perhatiannya seminggu ke belakang, Namun tidak pernah bergerak kertas itu dari halaman “abstract.” Pikiran Kirari masih melayang ke Seoul. Dia sudah membayangkan bahwa musim panas ini dia akan mengelilingi Insadong dan Istana Gyeongbok-Gung untuk melihat indahnya budaya Korea. Namun, imajinasinya saat ini masih bertepuk sebelah tangan.
Tiba-tiba Kirari merasakan ada benda yang ditepukkan ke pundak sebelah kirinya. Kirari melirik ke arah tepukan tersebut dan melihat Kurokawa sedang membuka gulungan kertas dan ditaruhnya di meja di depan Kirari.
“Ano sa...Kau masih sedih karena tidak lolos ?"
“Biasa saja”. Kirari gengsi sekali mengakui dirinya.
“Esai-mu kemarin masih kalah dengan Rie. Ada beberapa poin yang sebaiknya kamu tambahkan.”
Kesal. Kesal. Kirari kesal. kenapa di saat seperti ini nama perempuan tersebut harus disebut?